Kok bisa ya? Kalau solar habis
// Jaman dulu, ketika bekerja di Makassar, Pak Johar dan kawan sekantor sering atau pernah mengunjungi sebuah pulau kecil yang terletak antara Pulau Sulawesi dengan Pulau Flores. Waktu itu belum ada kapal feri, jadi perjalanan ke sana dari Makassar ditempuh seperti ini :
Pertama naik kendaraan darat dari Makassar ke Tanjung Bira, lalu dari sana naik kapal kayu selama semalam ke Pulau Selayar, kemudian semalam lagi naik kapal kayu ke Pulau Jampea itu. Kapal kayu di sini ya kapal yang dibuat dari kayu dan bermesin disel. Di dalam kabin (perahu bagian bawah) biasanya diisi dengan barang-barang dan bagian atas (dek) untuk penumpang.
Di bagian penumpang ini ada yang punya kamar-kamar dan ada pula yang tidak, tergantung besarnya perahu. Kalau tidak ada kamar, maka penumpang duduk di dek terbuat dari papan saja, mirip kalau orang naik truk. Kalau mau tidur ya berbantal tas, jaket atau apa saja.
Perjalanan terutama dari dan ke Pulau Jampea ini tergantung musim dan nasib, kalau sedang musim barat alias musim angin, ombaknya besar. Anehnya sekalipun ombak besar, perahu tetap saja berlayar, kecuali kalau ombak besar sekali baru pada istirahat.
Maka di rute Selayar-Jampea ini sudah terkenal dengan ombaknya yang besar. Jadi para calon penumpang sudah siap mental kalau-kalau ombak besar dan mabuk laut. Bagi orang sana, penduduk setempat, hal tersebut sudah dianggap biasa dan memang tidak terdenagr ada orang hilang di laut atau kapal tenggelam gara-gara ombak besar.
Selain itu, memang dari Pulau Jampea ini orang sudah biasa berlayar dengan perahu layar yang tanpa kompas bahkan sampai ke Gresik di Jawa Timur atau bahkan Singapura dan ada yang sampai Hongkong//.
Syahdan, waktu itu kawan Pak Johar yang bernama Dadap naik kapal kayu dari Pulau selayar ke Pulau Jampea untuk melaksanakan tugas di sana. Arahnye ke selatan.
Di tengah perjalanan, ternyata ombak besar. Kapal naik turun terombang ambing. Laju perahu menjadi terhambat, bahkan sepertinya perahu kayu tidak sampai-sampai tujuan, sebab harus berjalan zig-zag menyiasati besarnya ombak.
Karena tidak sampai2 akhirnya bahan bakar yaitu solar habis. Sebagai pendatang dari pedalaman Jawa yang jarang ketemu laut tentu Dadap jadi panik. Berbagai pikiran dan perasaan berkecamuk didadanya.
Kapal lama terombang ambing sebab tidak punya tenaga. Akhirnya nakhoda kapal mengambil keputusan, mengambil minyak tanah sebagai pengganti solar itu. Dia mengambil satu jerigen, entah punya siapa lalu dimasukkan ke tangki bahan bakar. Ternyata mesin bisa hidup dan kapal bisa meneruskan perjalanan kembali.
Kalau biasanya ke pulau itu kapal datang dari arah utara, kali ini kapal datang dari arah selatan. Artinya kapal itu mulai hanyut ke selatan, menuju Lautan Indonesia. KBY. Kok bisa ya ? (Widharto KS-2017; dari grup FB-ILP)-FR