Pantang mengeluh dan menyerah
Ini kisah nyata yang saya saksikan langsung di Pasar Kembang Surabaya th 2000 an. Bersama Presdir DAPEN, p RS. oleh Pengurus Cabang Surabaya saya diajak menemui seorang nenek (usia 82 th) selaku pedagang baju bekas di Pasar Kembang Surabaya. Dibawah tenda biru, di-sela2 pedagang lainnya, dia duduk diatas tumpukan baju, sambil menyapa orang lewat untuk mau melihat dagangannya.
Ada beberapa tukang becak yang tertarik, membolak balik tapi lalu pergi setelah nawar basa basi. Begitu sampai beberapa orang, ada tukang becak ada juga pedagang lontong balap yang kebetulan lewat. Dengan pura pura jadi pembeli, saya selingi pertanyaan kepada nenek tua tadi.
Mbah, umurnya berapa kok masih kuat dagang. Apa nggak ada anak yang bisa bantu? Dimana rumahnya, darimana bisa memperoleh dagangan ini, berapa untungnya. Bagaimana kalau hujan dst-dst. Sampai akhirnya, kutanyakan, mau nggak kalau tinggal dipanti jompo biar ada yang ngurus.
Atas pertanyaan itu, dijawabnya, umur mbah sudah 82 taun, nggak punya anak, rumah gak ada dan suami sudah duluan meninggal. Dagangan ini didapat dari pemberian orang, jadi mbah tidak perlu modal uang. Yang beli umumnya tukang becak, harga sesuai kemampuan pembeli.
Se-hari2 mbah tinggal disini, kalau malam ada tetangga yang nurunkan tenda, dan mbah tidur disini juga. Soal mandi dan urusan kamar kecil sudah tersedia dipasar ini. Apalagi? Rumah jompo? mbah nggak mau ngrepoti orang lain, dengan uang Rp 25.000 saja sudah cukup buat makan sehari.
Singkat kata karena ajakan itu ditolak, maka p RS langsung memberi amplop isi uang untuk di embah yang gagah dalam sikap itu. Dan tahukah sahabat mengapa kami sengaja menemuinya? Dia bukan siapa siapa, melainkan seorang janda pensiunan yang termasuk kriteria “sebatang kara” di Surabaya.
Namun pantang mengeluh dan menyerah sekalipun MP nya dibawah standar layak. Monggo mau percaya atau tidak itulah faktanya yang terjadi tahun 2000an ditengah kemegahan sekitar. (Soenarto SA; dari grup WA-VN)-FR