Wayang Gatutkaca (31)-Anak Cucu Abiyasa
Dewi Durgandini sedih karena anak Dewi Ambika dan Dewi Ambalika dikhwatirkan cacat, buta dan pucat, itu karena ucapan Abiyasa yang sakti. Maka Dewi Durgandini menyuruh Abiyasa mengawini g dayang, pelayan Dewi Ambika dan Dewi Ambalika, bernama Dewi Datri. Karena Dewi Datri tidak merasa takut menghadapi Abiyasa, maka anaknya kelak akan lahir normal.
Ketika waktunya tiba, pelantikan Abiyasa sebagai raja Astina dilaksanakan besar2an. Raja2 dan pejabat tinggi dari berbagai negara diundang. Dari dalam negeri juga demikian. Ini sekaligus pesta pernikahan Abiyasa dan Dewi Ambika, Dewi Ambalika dan Dewi Datri. Abiyasa bergelar Prabu Kresna Dipayana.
Ketika tiba waktunya Dewi Ambika melahirkan anak laki2, benar buta, diberi nama Destarastra. Anak Dewi Ambalika lahir pucat, diberi nama Pandu Dewanata. Anak Dewi Drati lahir normal, dinamai Widura atau Yamawidura. Widura ini, karena ibunya dayang, maka tak berhak naik tahta Astina.
Kadang diceritakan Widura cacat juga, yaitu kakinya pincang. Ini terjadi, ketika masuk kamar pengantin Dewi Datri ketakutan melihat Abiyasa yang rambutnya awut2an seperti hantu, sampai kakinya tersandung dan jatuh. Sepontan Abiyasa berkata : ”Masuk ke kamar saja jatuh. Kakimu pincang?”. Maka anak Dewi Datri kakinya pincang.
Kecacatan Widura ini hanya kiasan, walau Widura normal, namun ibunya dayang, seorang selir. Perkawinan dengan Abiyasa yang punya trah raja. Perkawinan pincang. Bisa diartikan : kakinya, langkahnya pincang, tidak bisa berjalan ke tahta Astina. Alias tidak berhak tahta Astina.
Sesuai UUD Negara Astina maka Destarastra yang buta tidak berhak tahta. Maka yang jadi putra mahkota adalah Pandu Dewanata, sekalipun mukanya pucat, tak apalah. Semua anak raja ini dididik olah keprajuritan dan kesaktian, ketata negaraan, ilmu hukum, seni budaya dan berbagai ilmu lainnya dengan mendatangkan guru-guru yang kompeten di bidangnya.
Hal ini membuahkan hasil, setelah dewasa, Destarastra ahli dalam ilmu Tata Negara, sekalipun buta juga sakti dan ilmu andalan. Pandu Dewanata ahli dalam tata Negara dan sakti mandraguna, termasuk jago memanah. Widura kurang sakti, namun dia ahli dalam tata Negara dan hukum.
Singkat cerita, Destarastra menikah dengan Dewi Gendari dan melahirkan anak2 berjumlah 100 dan disebut Kurawa, Pandu Dewanata menikah dengan Dewi Kunti dan melahirkan Puntadewa, Bima dan Arjuna. Dengan Dewi Madrim punya anak Nakula dan Sadewa. Ketika Pandu dewasa, tahta diserahkan ke Pandu, sedang Abiyasa jadi pendeta di Pertapaan Sapta Arga.
Pandu ternyata mati cepat juga yang disusul oleh Dewi Madrim. Maka tahta Hastina dititipkan kepada, Destarastra yang buta. Kemudian ada peristiwa Bale Sigala Gala di mana semua pandawa dikabarkan mati terbakar. Maka kemudian putra tertua Kurawa, Duryudana diangkat menjadi raja.
Ketika Pandawa masih hidup dan kembali ke Hastina, mereka atas kelicikan Patih Sengkuni adik Dewi Gendari tidak bisa menduduki tahta Hastina. Bisma membagi wilayah Hastina jadi dua dan minta Pandawa membuat istana dan pusat kerajaan sendiri. Pandawa membuat pusat kerajaan di Hutan Wanamerta.
Kelicikan kurawa dan Patih Sengkuni tidak hanya di situ saja. Ketika pandawa punya istana di bekas Hutan Wanamerta dan diberi nama Indraprasta, pandawa diajak main dadu dengan taruhan besar, yaitu yang kalah harus meninggalkan istana dan hidup di hutan 12 tahun, kemudian menyamar 2 tahun di Negara Wirata. Jika ketahuan harus mengulang tinggal di hutan 12 tahun kembali.
Puntadewa menerima tantangan main dadu ini. Dengan kelicikan Sengkuni, pandawa kalah dan harus menjalani pembuangan di hutan 12 tahun. Tidak diceritakan ketika pandawa di hutan 12 tahun itu. Mereka berhasil melalui cobaan hidup itu. Kini mereka segera mulai menyamar 2 tahun di negara Wirata. Akankah berhasil penyamaran mereka? Kita tunggu saja beritanya.
Sekarang kita bahas kisah perjalanan hidup saudara2 angkat Abiyasa, yaitu Rajamala, Kicakarupa, Rupakica, Setatama, Dewi Rekatawati dan Gandawana. Bersambung Jum’at depan………
(Widharto KS-2017; dari grup FB-ILP)-FR