Islam dan pengabdian ke Masyarakat
(indonesian.irib.ir)-Individualisme salah satu karakteristik masyarakat Barat yang diekspor ke negara2 lain. Mayoritas orang Barat lebih mementingkan dirinya dan maksimal memanfaatkan aspek material kehidupan ketimbang memikirkan orang lain.
Penyebarluasan virus individualisme ini memudarkan nilai2 : Saling membantu, gotong royong, dan mengabdi ke orang lain. Manusia adalah makhluk sosial dan perlu bantuan sesama. Kaidah akal juga membenarkan ini. Membantu sesama diakui semua agama, banyak paham, dan seluruh manusia.
Atas dasar ini, Islam (Agama fitrah sempurna) menganggap mengatasi masalah dan bantu orang lain itu kegiatan mulia dan terpuji. Islam menetapkan balasan pahala di dunia-akhirat untuk tiap pengabdian yang tulus. Dalam Islam, tanggung jawab individu membantu orang lain disesuaikan kemampuan masing2 dan kegiatan ini dipuji sebagai sebuah prinsip moral dan kemanusiaan.
Dalam Islam, di samping kewajiban2 finansial wajib ditunaikan seperti zakat dan khumus. Islam minta masyarakat meninggalkan pola hidup konsumerisme dan berlebihan. Gantinya, mereka diminta mengeluarkan beberapa persen dari hartanya untuk bantu fakir-miskin.
Imam Jakfar Shadiq as berkata “Kebaikan tak akan sempurna kecuali 3 hal; Menyegerakan pelaksanaan, menganggap kecil kebajikan itu, dan menyembunyikan pelaksanaannya. Jika kau segera melaksanakan, akan mendatangkan kegembiraan”
Lanjutnya : “Jika engkau menganggap kecil kebaikanmu, pekerjaan itu terlihat besar di sisi Allah. Dan jika kau tunaikan sembunyi2, kau menyempurnakan kebaikanmu. Ketika saudaramu minta bantuan, maka segeralah penuhi kebutuhannya sebelum ia tidak lagi perlu bantuanmu.”
Islam selain mengajak Muslim segera bantu sesama, menekankan kegiatan mulia ini tak ditunda. Ini demi menjaga harga diri dan kehormatan saudara seiman, jadi berilah sebelum ia minta. Imam Shadiq as berkata, “Allah memberi pahala atas kebaikan dan pengabdian ke orang lain ketika ia memenuhi kebutuhan itu saat sebelum diminta”.
Selaain itu “Jika ia minta, mungkin rasa malu tampak di wajahnya dan membuatnya memerah. Jika kau ragu apakah memenuhi kebutuhan saudaramu atau tidak, sumpah atas nama Allah dan sekali lagi sumpah atas nama Tuhan, jika engkau memberi seluruh harta yang engkau miliki, itu tidak akan cukup.”
Ucapan itu memperjelas, Islam sama sekali tidak mentolerir aksi2 yang mencoreng harga diri orang lain walau dalam menyalurkan bantuan. Kita harus menghormati kepribadian mereka karena kedudukan manusia mulia dan bernilai.
Setiap individu mampu jadi pengabdi sesuai kapasitas yang dimiliki. Pengabdian mencakup bentuk2 pekerjaan dan mendatangkan keuntungan dan manfaat bagi orang lain. Kita harus menyegerakan perbuatan baik dan pemberian bantuan ke orang lain, karena mungkin besok terlambat dan kita tidak memiliki kesempatan melakukannya.
Suatu hari seorang miskin menemui Imam Hasan as dan minta bantuan. Beliau segera bersepatu dan ambil langkah cepat. Di tengah jalan, beliau menyaksikan Imam Husein as di masjid yang shalat. Imam Hasan as berkata ke orang itu “Bagaimana engkau bisa melupakan saudaraku, Husein dan engkau tidak menyapanya?”
Orang itu menjawab, “Aku awalnya ingin menemui Husein dan minta bantuannya, tapi karena warga mengabarkanku, Husein sedang itikaf dan tidak bisa keluar dari masjid, aku tak jadi menemuinya.” Imam Hasan as berkata, “Jika ia tahu dan diberi kesempatan memenuhi kebutuhanmu, itu lebih baik baginya dari sebulan itikaf.”
Mengabdi pada orang lain dan ingin menuntaskan kebutuhan masyarakat, itu keberkahan seseorang. Kadang kita menemui banyak nikmat dan keberkahan, tapi kita melewatinya, padahal mungkin saja nikmat itu hadiah dari Tuhan pada kita. Imam Husein as berkata,
“Ketahuilah kebutuhan dan kehadiran masyarakat menemuimu itu nikmat Tuhan. Karena itu, jangan kalian berpaling dari nikmat dan jika itu terjadi, nikmat itu akan diberikan kepada orang lain.”
Alkisah, seorang raja memerintahkan pengawalnya meletakkan sebongkah batu besar di tengah jalan. Mereka sembunyi di sudut jalan untuk menyaksikan apakah ada yang akan memindahkan penghalang itu atau tidak.
Sekelompok pedagang kaya melintasi jalan itu tanpa mengindahkan batu itu. Sebagian besar masyarakat yang melintas mencela raja atas kejadian itu dan menudingnya lalai memperbaiki sarana infrastruktur. Tidak satupun dari mereka yang bersedia memindahkan batu itu dari tengah jalan.
Ada banyak warga yang lalu-lalang hingga giliran penjual sayur datang dari desa. Orang ini meletakkan bawaannya saat menyaksikan sebongkah batu menghalangi jalan dan ia mendorong batu itu. Akhirnya ia berhasil menggiring batu itu ke tepi jalan.
Tapi betapa terkejutnya orang desa itu ketika lihat ada kantong uang di tempat bekas batu itu. Ia membuka kantong itu dan menemukan sejumlah kepingan emas dan selembar kertas di dalamnya yang bertulis “Keping emas ini adalah milik orang yang menyingkirkan batu dari jalan.”
Dengan cara itu, raja ingin menyampaikan pesan ke masyarakat tiap rintangan, mungkin saja di sana ada kesempatan untuk maju dan sukses. Di sisi lain, mengabdi ke masyarakat itu cara terbaik memikat hati orang lain. “Berbuatlah kebaikan kepada tiap orang, niscaya kau akan jadi pemimpinnya.”
Imam Shadiq as menilai kegiatan menolong orang lain dan mengatasi masalah mereka mendatangkan kebahagiaan dan keberuntungan. Beliau berkata,
“Tuhan memilih golongan dari hamba2nya untuk mengabdi dan membantu kaum papa dan pengikut Syiah dan sebagai balasan atas pengabdian itu, Dia memberi pahala surga kepada mereka, jika kalian mampu jadilah bagian dari mereka.”
Disimpulkan bahwa pengabdi biasanya makin antusias berbuat baik ke orang lain karena ia ingin membukukan pahala surga dan nama harum di buku catatan amalnya. (IRIB Indonesia/RM; Bahan dari : (http://indonesian.irib.ir/artikel/ufuk/item/84376-islam-dan-pengabdian-kepada-masyarakat)-FatchurR