Menjaga Hati
(republika.co.id- Oleh: R Riatna)-“Sesungguhnya di dalam jasad itu ada segumpal daging. Bila baik maka baiklah seluruh jasad. Tetapi, apabila dia rusak, maka rusaklah seluruh jasadnya. Ketahuilah, dia itu adalah hati.” (Muttafaq alaih).
Hati itu unsur terpenting dalam ajaran Islam, bahwa yang dinilai dari urusan2 masalah agama adalah intinya, bukan kulitnya; hakikatnya, bukan bentuknya, dan hatinya bukan badan atau lisannya. Dalam hadis lain Rasul saw, ”Sesungguhnya Allah tidak melihat bentuk dan harta kalian, tetapi Dia melihat pada hati dan amal kalian.”
Allah memberi ganjaran pada tiap hambanya yang berniat melakukan kebajikan dan belum memberikan catatan keburukan pada orang yang dalam hatinya berniat jahat. Tapi, dalam pelaksanaan hal demikian tidak berlaku lagi. Allah menilai yang diperbuatnya sebagai balasan dan bekal di hari kemudian, apalagi perbuatannya menyangkut kebijakan kebanyakan manusia.
Orang tidak akan menilai hati pelaku tapi dampak yang ditimbulkan akibat perbuatannya. Pernyataan2 yang membingungkan umat itu indikasi hati yang kotor, hati yang kering dari nilai2 ruhiyah serta jauh dari prinsip ajaran Islam yang sebenarnya.
Sahl bin Sa’ad ra berkata,ada lelaki lewat dihadapan Nabi saw. Lalu beliau bertanya pada sahabat yang duduk di sebelahnya, ”Apa pendapatmu tentang orang ini?” Sahabat itu berkata, ”Seorang lelaki dari golongan terhormat. Demi Allah, orang ini layak dinikahkan jika dia melamar, dan diberi syafaat jika dia meminta syafaat.”
Rasul diam. Lalu lewat lagi laki2. Beliau kembali bertanya, ”Apa pendapatmu tentang orang ini?” Sahabat : ”Wahai Rasul, orang ini Muslim yang fakir. Dia ini layak ditolak jika melamar, jika meminta syafaat tidak perlu diberi, dan jika berbicara layak tidak didengarkan.” Maka Rasul saw bersabda, ”Orang ini jauh lebih baik dari orang yang tadi (yang pertama kali lewat).”
Gambaran di atas jelas nilai seseorang bukan dari kebesaran lahir, bukan dari kekayaannya, bukan dari kemuliaan nasabnya, bukan dari kebagusan penampilannya, dan bukan kemasyhuran dan ketinggian kedudukan atau jabatannya di antara manusia. Tapi, nilai mereka di sisi Allah itu sebatas iman yang ada dalam hatinya, amal yang dibuahkan oleh iman itu dan keikhlasannya beramal.
Allah SWT berfirman: …. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. (QS 49: 13).
Karena itu relevan, di saat kondisi ekonomi belum baik dan belum menemukan titik pencerahan serta situasi politik, maka para elite politik kita secara ber-sama2 melakukan muhasabah (introspeksi) diri.
Misalnya membuang jauh penyakit hati –ujub, kibir, riya, hasud, dan dengki– demi kemaslahatan seluruh rakyat Indonesia dan kemajuan pembangunan Indonesia di masa depan. Wallahu ‘alam bish shawab. (Bahan dari : https://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/ps0mmf458/menjaga-hati)-FatchurR *