Kebahagian yang sempurna
(kajiantemanggung.com)-Kebahagiaan itu kebutuhan asasi setiap manusia. Banyak manusia yang salah mendeskripsikan kebahagian. Mereka anggap kebahagiaan itu diperoleh jika seseorang mendapatkan apa yang dia angan-angankan.
Sebagian besar manusia berorientasi kebahagiaan itu pada urusan duniawi. Sebagian kecil lainnya fokus pada urusan ukhrawi. Islam memandang kebahagiaan itu pada dasarnya merujuk pada hati yang bersih dan bertakwa.
Berbahagialah orang yang membersihkan diri (dengan beriman), dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia sembahyang. (Al-A’la: 14-15)
Imam al-Ghazali mendefinisikan kebahagiaan itu sebagai kondisi spiritual, saat manusia berada dalam satu puncak ketakwaan. Bahagia merupakan kenikmatan dari Allah. Kebahagiaan itu adalah perwujudan dari mengingat Allah.
Dan puncak kebahagiaan manusia adalah jika ia berhasil mencapai tahap makrifat, telah mengenal Allah. Kebahagiaan datang bila seseorang merasakan nikmat dan kesenangan dari hatinya. Namun kesenangan itu menurut tabiat kejadian masing2 manusia beda2 sesuai orintasi hidupnya. Sedangkan kebahagiaan hakiki hanya bisa diperokeh dengan makrifat (mengenal) Allah. (Ihya’Ulumuddin, Imam Al-Ghazaly)
Kesenangan mata ialah melihat rupa indah. Kenikmatan telinga mendengar suara merdu. Demikian pula semua anggota tubuh yang lain dari tubuh manusia. Adapun kenikmatan hati ialah teguh makrifat kepada Allah. Hati itu dijadikan untuk mengingat Tuhan.
Dari sanalah sumber cahaya kebahagiaan manusia. Betapa banyak manusia yang bergelimang dengan kemewahan dunia dan melimpahnya harta namun tidak dapat merasakan kebahagian. Dan betapa banyak manusia yang berada dalam kesempitan harta tetapi miliki kebahagiaan yang luas tiada batas.
Sahabat Bilal bin Rabbah, walau ditindih dengan batu ditengah terik matahari yang panas menyengat, tetapi beliau merasakan kebahagiaan yang nyata disaat hatinya tunduk patuh kepada Allah, Rabbnya dengan melantunkan ucapan Ahad, Ahad di bibirnya.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Tidak ada kegembiraan bagi hati, tidak pula kelezatan yang sempurna, kecuali dalam kecintaan kepada Allah ta’ala dan mendekatkan diri kepada-Nya.” [Majmu’ Al-Fatawa, 28/32]
Sebuah syair dalam bahasa Arab menyebutkan, “ kebahagiaan bukanlah mengumpulkan harta benda,
tetapi takwa (kepada Allah) itu lah yang bahagia. Wallahu a’lam. (Abu Yusuf Masruhin Sahal, Lc; Bahan dari : https://kajiantemanggung.com/kebahagian-yang-sempurna/)-FatchurR