6 Rumah Ibadah Dibangun Berdampingan Tetap Rukun
(regional.kompas.com)-SURABAYA; Perumahan elite di Wiyung, Surabaya, Jatim, punya 6 rumah ibadah yang dibangun berdampingan. Ke-6 rumah ibadah itu yaitu masjid, gereja umat Katolik dan Kristen Protestan, kelenteng, vihara, dan pura.
Rumah ibadah itu berdiri di atas tanah perumahan Royal Residence, Wiyung, Surabaya Barat. Ketua Forum Komunikasi Rumah Ibadah (FKRI) Royal Residence Indra Prasetya menceritakan, perumahan itu mulai ditempati 2009. Indra mulai beli rumah dan tinggal di perumahan ini sejak 2010. Selama ini, warga selalu melaksanakan ibadah di luar perumahan.
Sebab, desain kompleks perumahan tidak disediakan tempat ibadah. Hingga akhir 2014, ia mengajukan ke pihak developer agar di kompleks perumahan ini disediakan fasilitas umum berupa rumah ibadah. Alasannya, warga Muslim yang beribadah 5 waktu tiap harinya, harus beribadah di luar perumahan yang jaraknya lumayan jauh dari perumahan.
“Jadi ini berawal dari warga Muslim yang ingin masjid di perumahan. Karena kebutuhan ibadah lima waktu. Selama ini, warga Muslim selalu beribdah di luar,” kata Indra kepada Kompas.com, belum lama ini.
Pada 2016, usulan membangun rumah ibadah itu disetujui developer. Tak hanya masjid, pihak developer juga menyediakan lahan seluas 400 m2 untuk dibangun rumah ibadah bagi pemeluk agama selain Islam. “Pihak developer bilang gini, ‘Ya sekalian semua. Lahannya ada di bawah sutet, apa mau di situ?’ Kita jawab mau,” cerita Indra.
Karena agama yang diakui ada enam, perwakilan tokoh dari 6 agama : Islam, Katolik, Kristen Protestan, Hindu, Budha, Konghucu, bertemu dan sepakat membangun rumah ibadah berjajar. Menurut Indra, pihak developer hanya menyediakan lahan. Biaya pembangunannya dikumpulkan secara swadaya oleh warga dengan mencari sumbangan.
“Yang bertanggung jawab membangun warga. Tentunya, bukan murni warga tapi banyak penyumbang. Jadi, masing-masing pengurus cari dana dan ada yang dapat dari pemerintah kota, provinsi, ada yang dapat dari pemerintah pusat. Hindu dari pusat dapat, Katolik dari provinisi dapat. Jadi, semua sepakat untuk dibangun bersama,” ucap dia.
Ketika tokoh antar agama itu bertemu, disepakati membentuk Forum Komunikasi Rumah Ibadah (FKRI). Forum lintas agama itu dibentuk untuk menghindari gesekan dan menjalin kerukunan antar umat. Indra Prasetya dipilih para tokoh lintas agama jadi ketua FKRI. Setelah dapat dana membangun rumah ibadah, pembangunan 6 rumah ibadah itu dimulai 2017.
Rumah ibadah yang sudah beroperasi baru 3, yakni masjid, gereja Kristen Protestan dan gereja Katolik. Rumah ibadah Hindu, Budha, dan Konghucu, seperti pura, vihara, dan kelenteng masih dalam proses pembangunan.
Mengatur waktu
Untuk mengantisipasi perbedaan pendapat antar pemeluk agama, kegiatan besar tidak boleh dilakukan dengan jadwal sama. Tujuannya agar pemeluk agama lain tidak terganggu. Sebab, jarak antar rumah ibadah yang berjajar itu, tiga meter.
“Misal Katolik dan Protestan sama-sama ada Natalan. Kita (pemeluk agama lain) harus menyesuaikan. Nanti disampaikan ke umat lain, agar tidak ada kegiatan di hari yang sama. Itu disepakati,” ujar dia. Nanti, setelah 6 rumah ibadah itu beroperasi semua, warga di perumahan berharap pengelola masing-masing rumah ibadah harus dari tokoh agama yang tinggal di perumahan ini.
“Kita tidak ingin ada gesekan. Yang diharapkan pengurus FKRI, pengurus (masing-masing rumah ibadah) warga Royal Residence. Karena kalau ada benturan bisa diminimalisir. Karena kita bertemu tiap hari. Tapi mudah-mudahan rukun,” kata dia.
Untuk menjaga kerukunan antar agama, ia bersama pengurus dan warga selalu berkomunikasi agar bisa saling menghargai dan menjaga toleransi. Ada hal hal yang jadi kesepakatan bersama agar tidak menimbulkan gesekan antar umat beragama. Untuk tempat parkir, misalnya, warga yang hendak beribadah di rumah ibadah diberi kebebasan memarkir kendaraannya di mana saja.
“Hari Minggu, misalnya, agama Hindu, Kristen, Katolik, Budha, dan Konghucu ibadahnya kan bersamaan, sehingga semua sepakat tidak masalah memarkir kendaraan di depan masjid. Kegiatan di masjid diupayakan tidak minggu pagi karena banyak teman-teman yang menggunakan lokasi parkir,” ujarnya.
Masjid di sana juga tidak pakai pengeras untuk adzan. Di gereja disepakati tidak pakai lonceng agar tidak mengganggu. “Jadi speaker di masjid cuma ada di dalam gedung, termasuk lonceng di gereja ada di dalam gedung. Semua sepakat supaya bisa rukun. Karena Tuhan menciptakan manusia untuk saling rukun dan berinteraksi,” ujarnya.
(Artikel ini telah tayang diKompas.com dengan judul “Cerita 6 Rumah Ibadah yang Dibangun Berdampingan, Tetap Rukun Meski Berbeda”, Penulis : Kontributor Surabaya, Ghinan Salman; Editor : David Oliver Purba; https://regional.kompas.com/read/2019/07/22/07010081/cerita-6-rumah-ibadah-yang-dibangun-berdampingan-tetap-rukun-meski-berbeda)-FatchurR