47 Proyek Listrik siap diresmikan Agustus 2015
JAKARTA – Pemerintah akan meresmikan proyek listrik di 47 titik terluar Indonesia akan diresmikan pada 20 Agustus 2015. Peresmian itu akan dilakukan Meko bidang Maritim didampingi Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said di Maluku.
Sebelumnya, Sudirman Said mengatakan kemungkinan proyek ini akan mundur dari target mengingat terkendala masalali infrastruktur. Namun, Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Jarman mengatakan pembangkit yang akan menerangi titik2 terluar di Indonesia ini sudah selesai dibangun.
Kini dari 47 lokasi yang akan dilistriki, 43 di antaranya sudah selesai dibangun baik pembangkit dan jaringan listriknya. “Sisanya diselesaikan dalam beberapa hari ini,” katanya dalam acara diskusi Energi Kita, Minggu (9/8) akhir pekan lalu.
Jarman menyatakan lokasi2 yang belum selesai dibangun : Di Kalimantan dan Papua. Pembangunan belum selesai karena terkendala lokasi geografis serta minimnya infrastruktur pengangkutan. “Tapi kami sudah pecahkan akan mengangkut peralatan menggunakan helikopter,” ujarnya.
Dia menargetkan dipenuhinya kebutuhan listrik di 47 titik itu, 34.178 pelanggan dapat dilistriki. Kasitas pembangkit beragam dari 100 KW hingga 1.000 KW. Menurutnya pembangkit yang akan menopang kebutuhan listrik di pulau terluar tersebut akan didominasl oleh pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD).
Namun Jarman juga mengatakan bahwa nantinya akan PLTD tereebut ke jenis pembangkit yang ramah lingkungan dan energi terbarukan sesuai dengan potensi yang ada di daerah tersebut. Nantinya pergantian itu akan dilakukan secara bertahap.
Dia memastikan pemenuhan listrik ini akan terjadi secara stabil dan terus menerus karena pengoperasiannya diserahkan kepada PT Perusahaan Ijstrik Negara (Persero). “Kalau di tangan PLN bisa jalan.”
Anggota Komisi VII DPR Satya W. Yudha mengapresiasi pemerintah yang akan memenuhi janjinya melistriki daerah terluar Indonesia. Namun, menurutnya pemerintah harus mencari cara agar listrik yang dihasilkan dan dijual ke masyarakat tidak mahal. “Kami tidak mau listrik tersebut jadi mahal. Karena kalau pakai energi primer biaya pokok produksinya mahal,” katanya.
Di sisi lain, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Himiwa meminta pemerintah untuk mengantisipasi lonjakan kebutuhan listrik usai program ini diresmikan. Bukan tidak mungkin masyarakat yang sudah menikmati listrik akan menambah bebannya seiring berkembangnya industri. “Selain itu fasilitas lain seperti sekolah dan puskesmas itu juga harus dibangun,” tuturnya.
Proyek yang memakan biaya ± Rp1,3 triliun ini terdiri dari pembangkit senilai Rp1 triliun dan Rp300 miliar untuk infrastruktur pendukungan dan seluruhnya PLTD dengan total kapasitas 60 megawatt (MW; http://www.tender-indonesia.com/tender_home/innerNews2.php?id=30552&cat=CT0007)-FatchurR