Kisah Kakek Tua di Sts Gubeng-8 (FE 072)
The Broker bercerita tentang seorang presiden Amerika yang beberapa hari menjelang pensiun, menerima suap. Anehnya, yang menawarkan suap 5 juta dolar itu justru direktur CIA. Presiden diminta memberi grasi pada seorang hukuman, Joel Backman, yang lobbyist tingkat tinggi di Washington.
Backman menyimpan sebuah rahasia keamanan dari satelit yang canggih. Ia kemudian berusaha mencari pembeli yang tertinggi dari super rahasia itu. Sementara itu, ia terkejut, ketika pembuat software, tiga orang mahasiswa jenius dari Pakistan diketemukan tewas dibunuh.
Ia makin ketakutan, ketika penghubungnya seorang senator Amerika, juga ditemukan tewas. Backman kemudian mengaku bersalah dan minta dihukum. Ia bersembunyi dengan aman di dalam penjara yang ketat selama 6 tahun.
Setelah dibebaskan, CIA secara rahasia menyelundupkan pemegang rahasia satelit militer tercanggih, yang mampu memotret presiden Mesir yang sedang kencing itu, dengan pesawat cargo militer ke Italia. Rencananya Backman diberi identitas warga Italia tapi sebelumnya akan diajarkan bahasa dan adat Italia. Jadi novel ini seperti buku pelajaran percakapan bahasa Italia sehari-hari,
‘Buona sera’
‘Vorrei un caffe, per favore. Un espresso doppio’
‘Si, latte e zucchero?’
‘Si, cinque minuti’
‘Grazie’
Backman, belajar bahasa Italia dengan cepat dari dua orang guru yang sengaja didatangkan. Seorang mahasiswa sastra dan seorang pemandu wisata wanita paruh baya yang sangat membutuhkan uang untuk merawat suaminya, seorang dosen yang sedang sekarat karena kanker.
Dalam safe-house yang selama 24 jam dimonitor ketat, ia dijaga oleh CIA agar jangan sampai ada pihak lain yang bisa mencium keberadaannya. Jacket, baju, sepatunya penuh berisi alat pelacak. Pada saatnya CIA akan membocorkan keberadaannya kepada Mossad, Israel, Rusia, China dan Saudi Arabia.
CIA tinggal menonton, siapa yang paling berkepentingan untuk memburu umpannya. Mossad, tentu dengan kejam akan mengorek rahasia terlebih dahulu, sebelum membunuhnya. Biasanya Mossad mengirim tiga team, satu team didepan mengamankan TKP,
Team kedua membunuh dan melemparkannya di TKP dan team ketiga membersihkan sisa-sisa yang mungkin masih tertinggal. Sangat rapi dan efisien. Lain halnya, agen China, biasanya mengirimkan agen tunggal, yang memang sejak bayi telah diseleksi dan diciptakan menjadi pembunuh.
Ia menjadi manusia super yang pandai menyelinap, siap dan mampu ditugaskan di setiap tempat yang paling ekstrim. Pandai banyak bahasa dan dialeknya, pintar dan berpenampilan perlente serta terpelajar tapi luar biasa kejam. Korbannya biasanya hancur mukanya karena ledakan bom rokok, atau melepuh seluruh kulitnya karena keracunan.
Tapi Backman juga bukan orang sembarangan. Ia cerdik, penuh curiga dan hati-hati. Ia tahu bahwa dirinya menjadi target banyak agen rahasia. Tanpa uang yang cukup ia malah bisa diam-diam mampir ke Bank-nya di Swiss, membawa ‘merchandise’ nya dan lenyap tidak berbekas ………
Membaca sampai disitu terpaksa saya hentikan karena kereta sudah memasuki setasiun Mojokerto dan sisa perjalanan yang satu jam ini, ingin saya nikmati pemandangan kota2 yang dahulu akrab dengan saya. Ketika tiba di setasiun Gubeng, saya kemudian bersiap-siap turun.
Seling beberapa bangku, saya masih menoleh kearah tempat duduk saya 7A, apakah ada yang ketinggalan. Tidak ada. Setelah sampai di hotel, saya ingin melanjutkan bacaan saya dan …….. ternyata “The Broker” tidak ada. Ia ketinggalan diantara selipan plastik-plastik bekas di bangku depan saya; bersambung…………. (Sadhono Hadi; dari grup WA-VN)-FR