What a Friend We Have in Jesus
Tidak ada lagu Kristen yang terkenal seperti ‘What a Friend We Have in Jesus’, yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan berbagai judul, di antaranya ‘Yesus Ada Sobat Kita’. Kisah tentang penulisnya sangat memilukan. Lagu yang menghibur banyak orang itu diciptakan seseorang yang tak terhibur olehnya. Hidupnya malah diliputi kesedihan.
Memilukan Tapi Tetap Melayani
Joseph Medlicott Scriven lahir di Irlandia 10/09/1819. Keluarganya berada, dan ia berpendidikan cukup baik. Tahun 1842 ia lulus dari universitas Trinity College, Dublin dengan gelar BA. Anak pasangan Kapten John Criven-Jane Medlicott ini berencana akan menikah tahun 1845 dengan gadis Irlandia yang cantik.
Harapan masa depan Joseph Scriven cerah. Tapi gadis tunangan Joseph Scriven mengalami kecelakaan. Peristiwa tragis itu sehari sebelum nikah. Tunangannya jatuh dari kuda ketika melintasi jembatan dan tenggelam di sungai Bann, sedangkan Joseph berdiri menunggu di sisi lain.
Pemuda malang itu merasa patah hati. Peristiwa menyedihkan itu membuat Joseph pindah ke keyakinan ekstrim yang baru didirikan di Dublin ‘Plymounth Brethern’. Hal ini menjadi masalah baru bagi Joseph, karena tidak disetujui pihak keluarganya.
Tahun 1846 dia pindah ke Kanada dan menjadi guru. Mulanya di sekolah, lalu pendidik khusus (tutor) untuk anak di keluarga Pengelly yang kaya, dekat Bewdley. Joseph Scriven bertunangan lagi dengan saudara keluarga Pengelly : Eliza Catherine Roche. Tragedi kedua, kekasihnya wafat, setelah radang paru-paru, menjelang tanggal pernikahan.
Dalam kesedihannya, Scriven menyingkir dari tempat ramai. Ia tinggal sendiri dalam pondok di pinggir danau Ontario, Kanada. Hidupnya bersahaja. Uang-tenaganya ia gunakan untuk orang miskin. Ia mencari anak yatim piatu supaya dapat ditolongnya. Ia bekerja sebagai tukang kayu sukarela bagi para janda yang berkekurangan. Ia juga memberi pakaiannya kepada orang yang lebih memerlukan. Ia mempraktekkan secara murni kotbah di bukit.
Gaya hidup yang ekstrim itu jadi buah bibir. Pernah dua orang berpapasan dengan Scriven yang saat itu menjinjing gergaji. Scriven berpakaian sederhana. Seorang teman memberi salam. Kemudian seorang lain bertanya kepada temannya : “Kau kenal orang itu dan di mana tinggalnya? Saya memerlukannya untuk memotong kayu bakar”.
Temannya : “Itulah Pak Scriven. Engkau tidak dapat memakai dia karena ia tidak mau memotong kayu untukmu”. “Mengapa tidak mau?” tanya orang kedua. “Sebab engkau dapat mengupah tukang kayu”, temannya menjelaskan. “Ia hanya mau menggergaji kayu untuk para janda miskin dan orang sakit”.
Membuat Lagu Penghiburan Walau Hidupnya Sedih
Sepuluh tahun setelah pindah Kanada, ibunya di Irlandia sakit keras. Scriven tidak sempat mengarungi samudra pulang kampung. Namun ia dapat akal menghibur ibunya. Ia menuliskan syair tentang ‘Yesus Kawan Yang Sejati’ bagi orang lemah. Satu salinan ia kirimkan kepada ibunya di Irlandia. Satu lagi ia simpan dan segera melupakannya.
Beberapa tahun kemudian, Joseph Scriven sakit. Tetangga yang merawat menemukan salinan syair tadi. Ia senang isinya dan bertanya sumbernya kepada Scriven. Joseph Scriven menceritakan asal usul karangannya. Di waktu lain, tetangga yang berbeda bertanya kepada Scriven, apakah dia pengarang syair itu (masa itu mulai terkenal). Jawab Scriven : “Yah… Tuhan, saya mengerjakannya bersama-sama”.
Menjelang akhir hidupnya, Scriven tidak punya rumah. Kadang menginap di satu keluarga, di lain waktu ke keluarga berbeda. Pada 1886, diusia 67 tahun, ia tinggal di rumah kawan. Lalu ia sakit keras. Kawannya menunggui dia siang-malam. Suatu malam kawannya meninggalkan kamarnya sebentar.
Sekembalinya, ternyata Scriven tidak ada di kamar tersebut. “Kami meninggalkan dia sekitar tengah malam. Aku ke ruang sebelah, tidak tidur, tapi untuk menonton dan menunggu. Bisa Anda bayangkan, betapa saya terkejut dan cemas ketika kembali ke ruangan itu ternyata kosong.
Pencarian gagal, sampai subuh ditemukan dalam air di dekatnya, sepi dan dingin”. Joseph Scriven ditemukan teman dan tetangga dalam sebuah kali yang tidak jauh dari rumah kawannya dalam keadaan tak bernyawa tanggal 10 /08/1886. Joseph Scriven dikubur di samping Eliza Roche di makam keluarga.
Penyebab kematiannya tidak ada yang tahu. Kecelakaan / bunuh diri? Apakah Joseph Scriven terantuk, karena pikiran dan tubuhnya yang lemah, atau ia keluar menikmati kesejukan malam, lalu terpeleset ke dalam kali, Atau sedih membuat dia depresi dan mendorongnya bunuh diri dengan mati tenggelam? Tak seorang pun tahu,
Tapi teman-tetangga Joseph S tahu pasti dia baik hati. Walau sikapnya sering aneh, ia selalu berusaha menolong rakyat miskin. Mereka mendirikan tugu peringatan di pinggir jalan raya dekat danau Ontario dengan kata-kata : “Enam kilometer dari sini, di pemakaman Pengally, terbaring si murah hati dan penyair lagu di Port Hope, 1857”.
Sedikit orang dari tempat lain yang pernah melihat tugu peringatan Joseph Medlicott Scriven. Tetapi jutaan orang didunia menyanyikan ‘Lagu Penghiburan Karangan Orang Sedih’ yang diciptakannya. (Kisah & foto-fotonya dapat dilihat di buku Story Behind The Song terbitan Yis Production).
Kesaksian Tentang Lagu Penghiburan
Charles Crozat Converse (1832-1918) lahir di USA, belajar musik di sana. Ia belajar hukum di Jerman, dan menjadi professional hukum dan musik. Karangan Charles Converse dengan nama samaran ‘Karl Reden’. ’Karl’ itu sama dengan ‘Charles’ sedang ‘Reden’ (bahasa Jerman), berarti ‘Converse’ dalam bahasa Inggris yaitu : bercakap-cakap.
Dengan memakai nama itu, Charles Converse menulis musik simfoni, oratorio dan banyak gubahan lain, baik lagu rohani maupun lagu biasa. Beberapa karangannya pernah dimainkan orkes ternama di New York dan kota besar lainnya.
Namun hanya satu karangan Charles Converse yang masih diingat dewasa ini, yaitu lagu sederhana yang diciptakan Joseph Scriven tadi. Bahkan lagu karangannya itu sangat disenangi khalayak ramai, sehingga diadopsi untuk lagu patriotik populer di Indonesia dengan judul ‘Ibu Pertiwi’.
Lagu ‘What A Friend We Have In Jesus’ makin populer ketika dipromosikan Ira David Sankey, penyanyi injili terkenal. Tahun 1875 Ira Sankey menyusun sebuah buku lagu (Sankey`s Injil Himne`s). Tugasnya hampir selesai, karena ia menyerahkan isinya kepada penerbit.
Lalu Ira Sankey menemukan sebuah buku kecil berisi lagu untuk anak Sekolah Minggu. Dalam buku kecil itu ia menemukan lagu ‘What A Friend We Have In Jesus’. Segera saja Ira Sankey pergi kepada penerbit dan minta agar lagu baru itu ditambahkan ke dalam bukunya.
Tapi satu-satunya cara yang mungkin ialah dengan mencabut salah satu lagu yang sudah dimasukkan, supaya ada tempat lowong. Kebetulan Ira Sankey menemukan lagu pilihan lain yang juga dikarang oleh Charles Converse, dan lagu itulah yang dijadikan korban.
Tepat sekali penilaian Ira D. Sankey. Nyanyian yang dimasukkan detik terakhir itu disukai orang. Ira Sankey mengatakan : “Lagu pilihan terakhir dimasukkan dalam buku itu, jadi yang pertama ditanggapi banyak orang”. Kini nyanyian itu masih tetap termasuk ‘yang pertama dalam tanggapan orang banyak’, bahkan di seluruh dunia.
Ketika hidup dan banyak kesedihan, jangan terlalu mengasihani diri, berputus asa, karena dalam keadaan terpuruk, kita dapat dipakai Tuhan menguatkan orang lain. Lagu ‘Have A Friend We Have In Jesus’ (‘Yesus Ada Sobat kita’) membimbing dan membawa beban hidup mereka kepada Yesus. (Sumber : Praise #12) www.majalahpraise.com
Lirik & Chord Lagu ini dapat dilihat di SONGS
1. What a friend we have in Jesus,
All our sins and griefs to bear!
What a privilege to carry
Everything to God in prayer!
Oh, what peace we often forfeit,
Oh, what needless pain we bear,
All because we do not carry
Everything to God in prayer!
2. Have we trials and temptations?
Is there trouble anywhere?
We should never be discouraged—
Take it to the Lord in prayer.
Can we find a friend so faithful,
Who will all our sorrows share?
Jesus knows our every weakness;
Take it to the Lord in prayer.
3. Are we weak and heavy-laden,
Cumbered with a load of care?
Precious Savior, still our refuge—
Take it to the Lord in prayer.
Do thy friends despise, forsake thee?
Take it to the Lord in prayer!
In His arms He’ll take and shield thee,
Thou wilt find a solace there.
4. Blessed Savior, Thou hast promised
Thou wilt all our burdens bear;
May we ever, Lord, be bringing
All to Thee in earnest prayer.
Soon in glory bright, unclouded,
There will be no need for prayer—
Rapture, praise, and endless worship
Will be our sweet portion there.
(http://www.majalahpraise.com/what-a-friend-we-have-in-jesus-%28yesus-ada-sobat-kita%29-%28joseph-medlicott-scriven,-1819-1886%29-648.html)-Aguk