Diam diam
Ada kata-kata bijak “diam itu emas”. Kita harus tahu konteksnya kalimat tsb. Sebab diam kalau bagi seorang penjual yg harus menawarkan dagangannya, malah jadi nggak laku jualannya. Kadang diam itu juga bisa disalahpahami. Tapi giliran tidak diam alias banyak bicara malah dikatakan ‘tukang omong’.
Ketika dalam diam saya sedang berpikir dan merenungi hidup ini malah dikira sedang melamun yang jorok-jorok. Cilaka. Giliran saya tidak mau diam dengan mulut ini, justru dibilang tukang omong alias bawel. Serba salah.
Kita tidak bisa menilai sepenuhnya apa yang kita lihat dan dengar. Yang bisa dilihat dan didengar itu belum tentu kebenarannya. Ada orang yang kelihatan baik-baik tapi diam-diam melakukan kejahatan. Tampak seperti seorang dewa penolong, ternyata diam-diam menilep uang negara sampai miliaran.
Sebaliknya ada juga yang kelihatannya sederhana, tak tahunya diam-diam banyak melakukan hal yang berguna bagi sesama. Berbuat baik tanpa merasa perlu ada yang mengetahui kebaikannya. Ada pula yang diam-diam menulis sepenuh hati dan jiwanya demi menyebar kebajikan. Diam-diam menjauhi sensasi dan publikasi agar tak menjadi tinggi hati.
Banyak pula yang diam-diam bekerja dan mengabdi setulusnya tanpa ada gembar-gembor padahal manfaatnya luar biasa bagi kemanusiaan. Rasulullah SAW memberi nasehat, bahwa bahaya lidah adalah salah satu perkara yang paling beliau khuatirkan. Sebabnya, semua amal akan berguguran jika lidah kita jahat.
Suatu kali seorang sahabat Sufyan al-Thaqafi bertanya pada Rasulullah SAW: “Katakan kepadaku tentang satu perkara yang aku akan berpegang dengannya!” Beliau menjawab: “Katakanlah,` Tuhanku adalah Allah `, lalu istiqomahlah”. Aku berkata: ” Wahai Rasulullah, apakah yang paling anda khuatirkan atasku? “. Beliau memegang lidah beliau sendiri, lalu bersabda:” Ini . ” HR Tirmidzi dan Ibnu Majah. (Pak Oto)-FR