Sejarah manusia
Sejarah manusia dibagi 3 gelombang oleh Alvin Toffler, yaitu Gelombang Pertama (8000 BC – 1700) adalah gelombang pembaruan, yaitu manusia menemukan dan menerapkan teknologi pertanian. Masyarakatnya banyak sekali yang menggunakan sumber daya alam, seperti kincir air dan kincir -angin.
Pada umumnya masyarakat hidup damai dan bersinergi dengan alam sekelilingnya, semua barang dan makanan tidak untuk diperjual belikan, tapi untuk dikonsumsi sendiri, konsep pasar belum ditemukan.
Sedangkan Gelombang kedua (1700 – 1970) adalah masyarakat industri, yang efisien dan cenderung memberi kesan “manusia ekonomi” yang rakus, yang baru dilahirkan oleh renaissance (pencerahan) di Eropa. Buku Adam Smith “The Wealth of Nations”, dan disusul oleh Darwin, dengan bukunya “The Origin of Species” mewarnai budaya renaissance dengan nilai-nilai yang berkaitan dengan “survival of the fittest” dalam seleksi ilmiah versi Darwin.
Masyarakat Gelombang Kedua ini berbudaya produksi -massa, pendidikan-massa, konsumsi-massa, dan media-massa, yang cenderung berukuran raksasa, masyarakat mulai memisahkan produsen dari konsumen, dan pasar merupakan tempat bertemunya produsen dengan konsumen.
Budaya IPTEK tumbuh dengan pesat, diikuti kecenderungan spesialisasi yang terus berkembang, hal ini membawa budaya yang cenderung melupakan pengintegrasian kembali antara bidang ilmu, atau pengintegrasian kembali dengan keseluruhan alam-semesta.
Terjadinya urbanisasi dan pembangunan dikota besar. Penggunaan energi yang tidak dapat diperbarui naik dengan cepat, sehingga polusi menyebabkan kerusakan lingkungan hidup, baru disadari pada akhir periode Gelombang Kedua ini.
Sedangkan peradaban Gelombang Ketiga (1970 – 20xx) kalau kita amati, mempunyai ciri-ciri yang sama dengan Gelombang Pertama, seperti :
- Karena kelangkaan bahan bakar fosil, kembali ke energi yang dapat diperbarui.
- Proses produksi yang cenderung menjauhi produksi massa yang terkonsentrasi
- Terjadi deurbanisasi dan globalisasi karena kemajuan teknologi komunikasi dan transportasi.
Peradaban Gelombang Ketiga ini merupakan Synthesa dari Gelombang Pertama (thesa) dan Gelombang Kedua (antithesa). Jadi merupakan suatu peradaban yang bermutu, lebih luas dan lebih menyeluruh dari kedua peradaban sebelumnya.
Peradaban Gelombang Kedua lebih mengutamakan pelipat gandaan kekuatan fisik manusia, sedangkan peradaban Gelombang Ketiga lebih mengutamakan pelipat gandaan kemampuan berpikir dan berbudaya tinggi manusia.
Ciri paling penting peradaban Gelombang Ketiga adalah pemberdayaan masyarakat golongan lemah dan kalah bersaing, sehingga menghilangkan perbudakan, imperialisme dan apartheid dari muka bumi. Pengertian Hak Azasi Manusia mulai dapat diterima.
Pengertian Ekonomi pasar dengan “natural selection on a level playing field” mengalami perubahan dan penyempurnaan. Monopoli dan oligopoly (kompetisi antara yang Kuat lawan Lemah) dianggap tidak adil, karena tidak akan memunculkan kekuatan ghoib positif Adam Smith yang dikenal sebagai invisible hand.
Proses Dialektika.
Menurut Jan Romein, ahli sejarah Belanda menerangkan arti Dialektika sbb. :
“…Sesuatu, yang secara sepintas kelihatannya benar sesudah dipertimbangkan kembali terbukti salah, tetapi sesudah dipikirkan lebih dalam dan terperinci, terbukti dapat diterima kembali kebenarannya”
Ini dinamakan “falsafah kwadrat”, karena kebenaran terakhir ini mempunyai tingkat yang lebih tinggi dari kebenaran sebelumnya. Terutama mengalami kritik koreksi. Baru kemudian disadarinya bahwa falsafah kwadratnya adalah suatu pengertian mula dari Prinsip Hegel (Wilhelm Friedrich Hegel, 1770-1831).
Menurut jalan pikiran Dialektika Hegel, tidak ada yang tidak berubah di Dunia ini. Dan cara berubahnya sedemikian rupa sehingga setiap timbulnya suatu pengertian (thesa), selalu akan menimbulkan satu atau beberapa (antithesa) yang berlawanan atau tidak serupa, dari pengertian semula. Thesa dan antithesa ini akan bersama-sama menimbulkan suatu pengertian yang lebih tinggi tingkatnya, yang biasanya disebit Synthesa.
Seorang bintang tennis seperti Roger Federer, tidak akan dapat memperbaiki mutu permainnya, jika dia tidak menemukan lawan main yang betul-betul dapat menantangnya, sehingga dia betul-betul harus mengeluarkan seluruh kemampuannya dan daya kreasinya.
Dalam proses pertentangan atau dialektika ini terjadi suatu proses perkembangan atau pembaruan. Jan Romein mengatakan : “…..de tegenstelling is het verderbrengende”(…yang berlawanan itulah yang membawa kemajuan).
Karena memang yang berlawanan itulah yang mengandung unsur-unsur koreksi untuk umpan balik. Demikian kehidupan terus berlangsung, dan memang Hegel yakin sekali bahwa fenomena Dialektika adalah prinsip semua pergerakan, semua proses kehidupan dan semua aktivitas dalam kenyataan hidup sehari-hari.
Selain dari itu Jan Romein mengeluarkan suatu hipotesa yang terkait erat sekali dengan fenomena Dialektika ini yang berbunyi “…..bahwa suatu posisi terdepan, pada suatu waktu tertentu dan dalam kondisi tertentu pula, akan justru menghambat dan akan berubah menjadi keterbelakangan”
Sebetulnya masuk akal sekali hipotesa ini, bila kita mengambil contoh sederhana dalam bidang olah raga tennis. Begitu Federer menjadi juara, banyak pemain-pemain lainnya akan berusaha meniru atau mempelajari pukulan-pukulan dan strategi bertanding sang juara.
Sedangkan sang juara sendiri susah untuk meningkatkan mutu permainannya, karena tidak ada lawan yang lebih pandai untuk ditiru. Cara berpikir dialektis adalah suatu metode berpikir yang sering juga disebut sebagai bentuk mula atau intinya metode berpikir ilmiah.
Dialektika Perkembangan Teknologi
Teknologi adalah cara melakukan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan/keinginan manusia dengan bantuan alat dan akal (hardware dan software), sehingga seakan-akan memperpanjang, memperkuat atau membuat lebih hebat anggota tubuh, pancaindera dan otak manusia. Apa yang memaksakan manusia menggunakan Teknologi ?
Dengan menggunakan Teknologi maka manusia akan hidup lebih nyaman, lebih makmur dan sejahtera. Salah satu penemuan Teknologi yang terpenting adalah penemuan dan penggunaan api untuk kebutuhan manusia.
Konsekwensi dari penemuan ini adalah makanan yang dimasak denga api, lebih mudah dikunyah, lebih mudah dicerna, dan terkadang harum baunya, sehingga lebih banyak hasil-hasil alam yang dapat dimakan oleh manusia.
Kuman-kuman dan parasit ikut terbunuh, karena penggunaan api tersebut, sehingga manusia primitif yang menggunakan teknologi api , lebih jarang sakit dan pada umumnya lebih kuat dan hidup lebih lama. Namun Teknologi api juga mempunyai efek samping. Asap dan debu mengotori udara dan benda sekelilingnya. Demikian juga tenggorokan dan paru-paru manusia, Bagaimana solusinya ?
“Jangan menggunakan Teknologi api”, ini adalah alternatif penyelesaian pertama, sedangkan alternatif kedua adalah menerima apa adanya, tetap mengguinakan Teknologi api dengan segala resikonya. Dan alternatif solusi ketiga adalah menemukan teknologi api yang tidak atau sangat kecil menimbulkan polusi asap dan debu. Kemudian kita terus memakai teknologi api yang lebih “bersih” tersebut.
Alternatif ketiga inilah yang biasanya dipakai oleh manusia, seperti ditemukan corong asap, sehingga asap dan debu dihisap keatas, tersebar luas dan menipis, sehingga tidak menggangu manusia lagi.
Demikian suatu contoh pengamatan dialektika yang sederhana, bagaimana suatu persoalan yang disebabkan penggunaan teknologi, dapat diselesaikan dengan penemuan teknologi yang lebih baru lagi. Dan kemungkinan besar teknologi yang baru ini, akan mengakibatkan beberapa persoalan polusi baru lagi. Demikianlah fenomena dialektika terjadi di alam kehidupan manusia di muka Bumi ini.
Fenomena tersebut diatas, dapat dikatakan suatu fenomena dialektika, yaitu suatu keadaan dimana usaha-usaha penyelesaian suatu permasalahan dengan menggunakan teknologi (thesa), selalu akan menimbulkan bibit-bibit persoalan baru (antithesa).
Untuk ini kita harus selalu siap sedia untuk menjawab tantangan baru tersebut dengan suatu teknologi yang lebih baru (synthesa) lagi. Gejala “posisi terdepan yang menghambat, dan posisi terbelakang yang mempercepat” yang dikemukakan Jan Romein, juga dapat terlihat didalam fenomena dialektika teknologi sebagai berikut :
- Eropa pernah menjadi daerah yang terbelakang dibidang matematika, karena terikatnya mereka dengan penggunaan sistim angka Romawi. Sistim angka Arab jauh lebih modern dan praktis, karena selain angka itu sendiri, juga tempat angka dalam deretan angka juga menentukan nilainya. Jika angka pada tempat (yang menentukan nilai tadi) tidak ada, maka angka nol yang akan menentukan nilai keseluruhan (contoh : 12, 102, 1002).
Sejarah membuktikan bahwa pada abad ke 14, justru Italia, kemudian diikuti oleh daerah-daerah lain di Eropa sebelah utara, yang meniru pembaruan-pembaruan dalam penggunaan sistim angka Arab tersebut. Keterbelakangan Eropa membuatnya menjadi pelopor, sebaliknya kepeloporan Arab membuatnya ia menjadi terbelakang.
Ternyata penemuan teknologi baru (synthesa) juga bisa merubah dunia usaha/bisnis. Terdapat empat tonggak penting dalam perkembangan teknologi dikaitkan dengan dunia usaha/bisnis yang sangat mengubah dunia. Pertama pada tahun 1769, James Watt menemukan mesin uap. Setelah itu, dunia usaha/bisnis menjadi “bertenaga” atau business got power.
Kedua yaitu sejak digelarnya kabel laut trans atlantik pada tahun 1858 yang menghubungkan antara Eropa dengan Amerika, sehingga dunia bisnis menjadi saling terhubung (business got connected).
Ketiga, pada tahun 1985, melalui penggunaan nama domain pertama internet, maka dunia usaha menjadi cerdas (business got smart), karena segala bentuk informasi bisa disebarluaskan melalui internet.
Internet merupakan fenomena sumber informasi yang saling terhubung (The things that think will link)
Dan keempat, pada awal abad 21, melalui penggelaran jaringan telekomunikasi dan informasi multimedia yang menggabungkan suara, data dan gambar, hal ini yang mendorong segala aktivitas usaha menjadi real time (business got real time). (Tjahjo Rahardjo; http://tjahjorahardjo.wordpress.com/2012/03/16/sejarah-manusia/)-FR