Psikologi

Kotapintar di Indonesia

Rekan2 yang baik, Mexico ber-rencana membangun “kotapintar digital” (digital smart city, Ciudad Creativa Digital = CCD) di Guadalajara, dalam waktu dekat. Sebagian dari kita pernah berada 2 minggu di Plenipotentiary Conference 2010 di kota ini, namun tidak sadar bahwa akan menjadi kotapintar digital.

 

Indonesia berhasil merebut tempat pertama suara terbanyak kursi Dewan ITU (ITU Council) Region Asia Pasifik, yang biasanya ditempati China, India, dll. Bahkan kita  selalu berada di bawah Thailand yang pandai berpromosi. (http://theinstitute.ieee.org/technology-focus/technology-topic/guadalajara-smart-city-of-the-near-future)

Yang menarik dari ulasan ini adalah bahwa perencanaan dan pengembangan kota akan memperoleh bantuan dari IEEE. Dalam hal IEEE Indonesia Section dapat menjadi jembatan yang baik [satu-satunya Section yang dasarnya Panca Sila memperoleh pengakuan resmi oleh IEEE Pusat.

Mengangkat kota pintar digital kiranya sudah tepat bagi pergantian pemerintah yang baru, oleh karena kita membutuhkan berbagai pengetahuan, kepintaran SDM, dan khususnya memanfaatkan era digital dan maya (cyber) untuk mempercepat dan memeratakan pembangunan nasional dengan prasarana TIK (e-pemerintah, e-kesehatan, e-pendidikan, e-logistik, e-perdagangan, e-blusukan, dsb).
Ini bisa menjadi perebutan apakan Bandung yang masih semrawut, Solo, daerah Jabotabek. Seyogianya Kominfo menjadi yang terdepan dalam perencanaan dan Peta Induk Kotapintar Digital ini. (Salam,
AphD)-FR

————-

 

31756p-Kotapintar untuk Indonesi(2)-Tanggapan dari SPS

Pak Dji, terimakasih diingatkan saat kita di Gudalajara yang penuh kenangan di Sidang Plenipotentiary ITU 2010. Kalau mau jujur dibalik kemenangan Indonesia itu adalah jasa dan  peran penting Pak Dji dengan jejaring internasionalnya/ITU yang  masih kuat.

 

Dibalik terpilihnya Indonesia sebagai anggota ITU Council, sampai kini  saya tak merasakan ada manfaat untuk perkembangan TIK di Indonesia. Dulu janjinya delegasi ke Sidang2 ITU Council diperkuat tenaga2 muda dari operator dan industri  telekomunikasi, tetapi nyatanya hampir 4 tahun,  hanya diwakili kelompok kecil PNS yang orangnya itu lagi- itu lagi.

 

 

Setelah sidang pun hasilnya  tidak pernah dikomunikasikan ke pemangku kepentingan TIK Indonesia. Paling tidak Mastel tak pernah diajak atau diberitahu membicarakan agenda persidangan atau perjuangan Indonesia di forum.

 

Khusus konsep digital smart city, Kominfo tampaknya belum berminat ke arah ini. Karena itu banyak timbul kelompok2 yang berinisiatif mewujudkannya dengan caranya masing2 misal Prof Suhono/ITB, menjadi konsultan berbagai kota untuk smart city antara lain, Bandung dan Bogor.

 

Telkom memajukan Banyuwangi  dan Detiknas bekerjasama dengan Bank Dunia memajukan Pekalongan dan beberapa kota di luar Jawa. Mudah2an dalam acara NBS (National Broadband Symposium) yang akan diadakan awal November 2014 dapat dihasilkan konsep smart-city yang ideal   untuk Indonesia.

 

Saat ini Panitia penyelenggara sedang berusaha mengundang  Walikota Barcelona dan Walikota Paris untuk dapat hadir berbagi pengalamankepada para peserta, termasuk akan berbicara juga walikota2 pilihan dari Indonesia untuk memotivasi para kepala daerah lainnya, “seeing is believing” (Sps)-FR

————

 

31756p-Kotapintar untuk Indonesi(3)-Komentar dari APhD

Tks pak SPS untuk tanggapan kilatnya.
Pertama : terima kasih kata2 penyemangat untuk saya, walau tentu semua itu karena kerja tim, termasuk pembuatan makalah bersama, perencanaan dan penyelenggaraan malam Indonesia, pendekatan teman2, dan Kemlu bersama Kedutaan Besar RI di Mexico, dll.

Kedua : Kursi Council merupakan peluang emas untuk berkiprah di dunia TIK global, dan sebaiknya dapat diikuti instansi dan industri TIK, minimal meneruskan hasil2 dan penyusunan serta penyiapan kebijakan yang dapat disampaikan lewat Council sebagai Badan ITU tertinggi di antara dua Plenipotentiary Conference.

Bahkan 20/10/2014 ini dimulai PP-14 di Busan, Korea. Suatu kesempatan bagus berkiprah dalam mengusulkan dan memengaruhi berbagai kebijakan nasional, regional, dan global yang menentukan perjalanan perkembangan TIK, dan kepentingan nasional kita.

Struktur organisasi Kementrian tidak kondusif, sinergi jadi tersebar. Misal dibaginya Ditjen Postel jadi SDPPI (Sumber Daya Perangkat Pos dan Informatika) dan PPI (Penyelenggaraan Pos dan Informatika). Yang mengkoordinasikan dahulu KI (Kerjasama Internasional) di bawah Ditjen Postel, kini berada di bawah Sekjen Kominfo.

 

Butuh orang berani dan dedikasi tinggi untuk tetap berkonsentrasi dengan tersebarnya bidang cakupan dan kewenangan yang terbagi. Kita mengharap agar masih bisa mengejar persiapan waktu yang demikian singkat, dan mendekati persiapan 4 tahun lalu.

Ketiga : Mengenai kotapintar digital (digital smart city) atau apapun namanya, butuh sinergi nasional dan tidak masing2 kota mengembangkan sendiri2 dengan cara masing2. Bahwa semua kota suatu saat menjadi kotapintar tak masalah.
Di lain pihak perlu kesepakatan nasional yang khas Indonesia untuk mengembangkan pola, fasilitas, dan pendukungnya. Penyatuan daya dan dana bagi proyek percontohan sangat penting, yang menurut pengalaman lebih mudah dikembangkan di suatu kota yang kecil.

Pendekatan ke arah kotapintar mulai  dikembangkan di Solo dan pernah dikunjungi oleh pemimpin2 pemerintahan beberapa negara ASEAN. Dengan hijrahnya Jokowi ke DKI Jakarta, e-pemerintahan, pembayaran pajak daring (online), dll. sudah dibuktikan.

Selintas, walau masih harus dibicarakan dengan Pengurus Section, sebaiknya MASTEL bersama IEEE Indonesia Section (banyak tokoh Universitas, akademisi, dan praktisi, dan sebagian pemerintahan) mengadakan seminar dengan mengundang tokoh IEEE Pusat dan pemerintahan terkait, mengenai kerjasama yang potensial ini.
IEEE walaupun Kantor Pusatnya di AS, dan punya 10 Region, keanggotaan terbesar ada di Region 10, Asia Pasifik. Dan India paling berkembang dengan 50 ribuan anggota dan mengembangkan kawasan dengan gedung2 pintar di Bengalore. Standar2 IEEE diakui oleh ITU, sehingga selalu diikutsertakan dalam berbagai Standardisasi ITU dan dunia. (Salam, AphD)-FR

————-

 

31756p-Kotapintar untuk kehidupan manusia(4)

Teknologi, Informasi dan Komunikasi (TIK) tidak hanya teknologi semata, namun berkembang jauh jadi bagian penting dalam kehidupan manusia. TIK membuat dunia jadi makin terhubung antara satu dengan lainnya. Hukum itu berlaku bagi individu, perusahaan, dan pemda.

 

Konektivitas melalui Internet broadband, infrastruktur TIK terus berkembang untuk 3-5 tahun ke depan. Untuk itu, butuh upaya tinggi memanfaatkan infrastruktur yang tersedia dari stakeholders dunia TIK, terutama sektor publik dan swasta, agar penetrasi pengguna Internet mencapai 40% (berdasar target The World Summit on the Information Society-WSIS).

 

Keberadaan internet jadi makin penting dan pertumbuhannya menarik dicermati berbagai pihak yang memanfaatkan keunggulan daya saingnya terutama dalam proses digitalisasi kota termasuk kabupaten. Menurut ITU, terdapat 4 kriteria yang harus dipenuhi kota jika ingin dikenal sebagai kota digital.

 

Pertama adalah konektivitas broadband : Bagi kota digital, ketersediaan broadband jadi hal vital. Bahkan kebutuhannya diibaratkan seperti ketersediaan air bersih dan jalan raya yang mulus. Kota digital dituntut bervisi jelas terhadap broadband di masa depan, serta terkait komitmen regulator yang tercermin dalam kebijakan dan realisasi pengembangannya.

 

Kedua, digital inclusion=  Dijelaskan ITU, kota digital dituntut mengenalkan yang kurang melek teknologi dengan yang berbau teknologi digital dan broadband. Intinya pihak terkait diharap memberikan pelatihan untuk mengasah kemampuan kalangan di atas dan memberikan akses kepada pemerintah dan layanan komersial.

 

Ketiga adalah, Broadband diyakini menjadi media utama bagi perusahaan-perusahaan untuk melahirkan inovasi, menciptakan lapangan pekerjaan baru, serta menekan biaya. Di sisi lain, perusahaan juga diminta untuk memberikan layanan di mana pun dan kapan pun.

 

Dan yang terakhir adalah adalah pengetahuan bagi tenaga kerja. Pihak terkait dituntut untuk mengenali IPTEK karyawannya sehingga dapat dioptimalkan untuk menciptakan nilai ekonomi. Pasalnya, kota digital dikatakan bakal mengandalkan TIK untuk mendukung sektor pendidikan dan pelatihan guna menggenjot kemampuan sumber daya manusianya (SDM; *Penulis: Wiwiek Rahayu, MarkPlus Insight; http://www.the-marketeers.com/archives/menuju-kota-digital-di–indonesia.html)-FatchurR

Tulisan Lainnya :

  • Tidak ditemukan tulisan
Tags

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *




Enter Captcha Here :

Back to top button
Close
Close