Pengalaman Anggota

Kenangan lama di Lab Radio Tegallega

Selembar foto Radio Laboratorium Tegalega. Tanggal foto 5 Nopember 1937. Tujuh puluh delapan tahun yang lalu. Kami sajikan berikut ini. Sekarang (menurut saya) lokasi ini menjadi Kantor PT.INTI. Bangunan lama ini sudah dibongkar semuanya. Pertengahan tahun 1970-an, saya masih melihat sebagian bangunan lama dan dua antena pemancar radio itu (tentu tak berfungsi lagi).

Terdapat 3(tiga) anak yg sedang brol-ngobrol atau menunggu di pinggir jalan. Jalan ini ke arah selatan, sekarang bernama Jl. Moh. Toha, Bandung. Waktu itu masih sepi. Nampaknya, permukaan jalan sudah diperkeras, tetapi belum beraspal.

Tak-nampak sepeda atau tjikar laloe-lalang. Lihat bayangan pohon dan tiang, diperkirakan foto di-ambil siang hari, (mungkin) poekoel 11:00 – 12:00 siang (waktoe djaman Londo). Peninggalan lama soedah di koeboer, sedjarah djadi kaboer.

Silahkan komentar. Any comment? Apa ada yang mau mengimbuhi analisa foto ini? Salam “…. kenangan lama…” (ThW)-FR
———
Mas ThW;
Jadi teringat Lab. Tegalega di th. 1966-1969. Kala itu asramaku di Palasari. Setiap praktek berangkat – pulang jalan kaki…masih nikmat tdk merasa capek. Udara masih dingin. Siang bolongpun pakai sweeter masih nyaman.

Kalau hujan taplak meja plastik ruang makan dipakai payung…asyik juga…maklum mau beli payung..kocek tipis.Dikala itu Transmisi masih Radio HF. Praktek yg ada mesin bubud…Masih teringat disuruh buat palu..Mur, Sekrup, dll…..Pokoknya banyak kenangan yg tdk terlupakan. (+Tjt+)-FR

———-
Kenangan Lab. Tegallega
Hahaha, komentar.
Susunan bangunan sepintas masih seperti saya masuk kerja pertama kali Laboratoria PTT kemudian menjadi PN Postel, 2 Mei 1963, sampai dipindahkan ke Ditjen Postel, Jakarta th 1973. Namanya waktu itu Jl Moh. Toha 73.

Ada kenangan, yang tidak bisa lupa. Teman2 yang sama mudanya dengan saya pasti ingat mengenai SSPTT (Serikat Sekerja PTT). Maaf panjang, ya. Yang salah pak Thomas mengundang beri komentar

Beberapa bulan menjelang G30S, saya didemo dua truk penuh pendukung SB Postel/SOBSI dari luar Laboratoria. Ini gara2 saya sebagai Wakil Ketua SSPTT Cabang Laboratoria Postel, tidak mau menarik surat edaran yang saya tandatangani ditempel di pendirian2 Pos dan Telekomunikasi seluruh Indonesia.

Isi edarannya menyerang SB Postel, a.l. menyebut ada orang SB Postel ditahan Kodam Siliwangi. Pjs Kepala Lab, pucat saat saya diminta ke ruangan KaLab untuk berunding dengan pimpinan pendemo yang galak2. Mereka bilang, apabila saya tidak menarik surat edaran, maka dia tidak bertanggung jawab apabila terjadi apa-apa oleh massa di halaman luar yang teriak2 dan mengacungkan senjata2 tajam.

Oleh karena saya tidak mau mundur, maka pimpinannya menyuruh saya sendiri menghadapi para pendemo yang terdengar berteriak-teriak untuk menyerahkan Djiwatampu. Wah, pikiran dan badan terasa melayang saat saya harus berjalan ke pintu depan gedung menghadap halaman.

Sekilas timbul inspirasi bila tidak mati sekarang ya akan mati juga kemudian seperti terjadi di Hongaria th 1956 saat pasukan Rusia yang komunis menghabisi negeri Hongaria yang mayoritas penduduknya beragama Katolik yang tidak sudi tunduk dikuasai pengaruh komunis.

Saat menghadapi puluhan pendemo yang ber-teriak2 awas dll, dan mengacungkan senjata tajam, parang, pencongkel tanah, dll. Saya tetap tenang, dan bisa pidato menantang mengenai Panca Sila (yang mereka tidak senangi karena saat itu istilahnya NASAKOM), dsb.

Sebagai taktik mengulur waktu, saya bilang baiknya besok diteruskan perundingan di Kantor Besar Bandung dekat alun2. Padahal saya belum pernah janjian dengan Pimpinan Cabang SSPTT di Ktr Pos Besar. Tetapi saya tahu di sana banyak aktivis SSPTT. Sebaliknya di Lab. Tegallega, orang Telekom pasif dan tidak berani tampil.

Keesokan paginya, di Ktr Pos Besar sesuai yang saya usulkan, kita berunding, seraya SSPTT Cabang Ktr Pos Besar bersama DPP SSPTT di Taman Sari turun tangan dan meminta bantuan penjagaan 2 Kompi tentara Siliwangi.

Perundingan sengaja dibuat ngalor ngidul sehingga gagal dan bubar. Saya tidak boleh menginap di pondokan saya, melainkan di Ktr. Pusat SSPTT di Jl. Tamansari 26, dan selama sebulan lebih saya diteror telepon di Lab. Tegallega.

Dalam Kongres SSPTT setelah G30S (Orba) di Semarang, saya menjadi pahlawan karena berani membela SSPTT. Sebaliknya DPP SSPTT dicela habis2an oleh DPD2 dan Cabang2 SSPTT.

Ya, banyak anggota SSPTT keluar karena ditakut-takuti oleh aktivis SB Postel dan KB Postel, bahwa SSPTT banci karena tidak berafiliasi pada salah satu Partai Politik. KB Postel di Jawa Barat berlindung di bawah PNI ASU (Ali dan Surachman) yang pro PKI. Berbeda dengan PNI di Jawa Tengah di bawah Osa dan Usep.

Sebenarnya saat saya masuk PN Postel di Tegallega, sudah berjanji tidak akan aktif organisasi kemasyarakatan lagi, karena sudah kenyang berorganisasi di ITB (HME dsb) sehingga lulusnya terlambat setengah tahun. Eh, kok SSPTT, organisasi yang buruh yang netral dan baik, diganyang dan anggotanya pada keluar. Ya, terpaksa saya justru masuk agar tidak pada keluar. Risikonya sudah saya perhitungkan, agar serikat buruh tidak menjadi “merah”.

Pekerjaan saya terpengaruh dan atasan kurang senang. Di sisi lain zaman itu pimpinan PN Postel juga tidak bisa berbuat banyak atas tuntutan2 Serikat Buruh. Secara tidak langsung saya didukung oleh pimpinan pucuk pimpinan Postel yang banyak bersimpati pada SSPTT yang netral dan beretika baik.

Pada tahun 1998, saya masih sempat terpilih menjadi Ketua Umum DPD Jawa Barat, dan dibantu Wakil Ketua DPD, Pak Suroso BcTT alm, KaKIN (Internasional) di KTLP Bandung, dan pak Omdali BcAP, Wakil Ketua DPD dari Pos. (Salam, AphD)-FR
————
Pak Dji Yth,
Terima kasih atas sebuah kisah lama, SS-PTT vs SB Postel. Pak Dji sudah banyak makan asam & garam. Kisah (pribadi) yang menarik. Nasib Bapak sudah pernah diperteraruhkan dalam dinamika jaman.

Memang pengalaman hidup (sejarah) dapat membuat bening dalam melihat perubahan-perubahan jaman. Saya merasa beruntung hanya karena selembar foto tempo doeloe (1937), pak Dji berkisah hal yang krusial dalam perjalanan entitas PTT dan – tentu – nasib pak Dji. Sekali lagi terima kasih.

Saya masih menunggu kisah-kisah lama lain atau kisah lain yang “bangkit” atau “mengemuka” dari selembar foto hitam-putih itu. Saya akan luncurkan foto koeno lagi (circa 1921). Pasti menarik dah. (Hanya belum tahu kapan diterbitkan. Tunggu saja. Sabar)
Salam “…. Tega-lega….” (ThW)-FR

Tulisan Lainnya :

  • Tidak ditemukan tulisan
Tags

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *




Enter Captcha Here :

Lihat Juga
Close
Back to top button
Close
Close