Pengalaman Anggota

Pak Mukti Telah Pergi

Setelah sekitar beberapa minggu tergolek sakit, dini hari itu jam 01:30, ditengah dinginnya malam dan guyuran hujan yang tidak terlalu deras, pak Haji Mukti sudah dijemput. Rencananya siangnya setelah lohor akan dimakamkan di makam desa di seberang jalan raya.

Orang tua yang sudah berusia 80an tahun itu sudah lama uzur. Ke masjid ia harus berjalan tertatih-tatih menggunakan kerangka penjangga meniti jalan yang sedikit menanjak. Ia seperti biasa shalat sunat disudut depan kiri, di mesjid yang masih lengang.

 

Sekalipun untuk bangkit berdiri dia harus berpegangan pada dinding, ia tetap shalat sambil berdiri. Berdirinyapun sudah goyah. Usai shalat ia kemudian duduk sambil berdoa, atau membaca Al Qur’an yang besar, menunggu waktu shalat masuk.

Ketika jam digital di dinding di atas tempat Imam berbunyi, ia bangkit dan meneriakkan adzan dengan keras dan sedikit serak karena sepuhnya itu. Suaranya terdengar jauh sampai ke batas desa, baik subuh, dhuhur, ashar, magrib dan Isa. Pak Mukti memanggil penduduk agar shalat berjama’ah di masjid. Karena kondisi fisiknya yang sudah rapuh, ia tetap tinggal di masjid saat selesai dhuhur sampai ashar.

 

Kadang ia tinggal terus sampai Isya, sendirian. Jadi mudah menemui beliau. Cucunya datang membawakan makanan kecil dan minuman untuk kakek yang disayanginya. Salah satu putranya jadi Ketua LKMD yang dipercaya penduduk karena jujur, sehingga tiap ada proyek desa selalu diangkat jadi Ketua. Putranya yang lain jadi ustadz muda yang khotbahnya disukai karena lembut dan santun.

Setelah beberapa lama tidak mendengar suara dan kehadirannya di Masjid, saya mendapat khabar beliau sakit. Seorang penduduk dengan senang hati, mengantarkan saya ke rumahnya, setelah usai shalat Jum’at. Rumahnya sederhana dan sementara bagian depannya dipakai sebagai kelas PAUD, sebelum gedung yang definitif selesai dibangun.

 

Ia tergolek diatas kasur yang diletakan di lantai. Ia hanya memandang sayu ke saya. Dengan haru saya ucapkan salam. Saya sempat sampaikan kepada beliau bahwa saya sudah memiliki Tafsir Qur’an bahasa Jawa namun juz pertama belum sempat saya copy.

 

Ia pernah menyampaikan ke saya, satu-satunya kitab langka Tafsir Qur’an bahasa Jawa di Masjid sudah banyak hilang lembar2 awalnya. Saya menjanjikan, kalau saya sudah punya akan saya copy satu juz awal. Belum sempat janji saya tunaikan, pak Mukti, tempat saya sering bertanya itu sudah berpulang ….. selamat jalan guru, semoga husnul khatimah. (Gundengan Kidul, 7 Desember 2015; Sadhono Hadi)-FR

Tulisan Lainnya :

  • Tidak ditemukan tulisan
Tags

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *




Enter Captcha Here :

Back to top button
Close
Close