Bermenung menikmati kekalahan
Kalau isi hidup ini diibaratkan pertandingan / lomba, maka setiap hari, tiap saat kita akan menemui kemenangan dan kekalahan silih berganti. Asumsinya : Jika kejadiannya sesuai rencana atau keinginan kuat, kita sebut kemenangan dan sebaliknya jika tidak sesuai keinginan kuat, kita sebut kekalahan. Namun, percayalah jumlah kemenangan jauh lebih banyak dari kekalahan.
Contoh. Kalau kita ingin bangun malam, ternyata tidak bangun, itu artinya kekalahan, kalau bangun berarti kemenangan. Jika kita ingin tidak terlambat ke suatu tujuan dan tidak terlambat, itu kemenangan. Sebaliknya jika terlambat, tidak sesuai rencana, artinya kekalahan. Begitu seterusnya.
Kekalahan itu bermacam-macam levelnya. Pertama : Kekalahan yang hampir mutlak atau hampir pasti tidak mungkin bisa menang, kapanpun juga. Misalnya, seseorang mendaftar sekolah atau pekerjaan yang salah satu syaratnya tidak buta warna, orang yang buta warna ya jelas tidak akan lulus seleksi.
Orang ikut lomba menyanyi dan lagunya rentang nada 2 oktaf, sementara orang ini hanya mampu satu oktaf, ya tidak akan menang. Orang yang tiba-tiba sakit karena faktor genetik atau keturunan misalnya : jantung koroner, gula darah tinggi. Orang yang memasuki masa pensiun (kalau dia maunya masih ingin bekerja di tempat itu), jelas dikalahkan oleh umur. Begitu juga orang yang gagal karena tidak memenuhi : tinggi badan, ijazah yang dipersyaratkan, umur, terlambat, dst.
Kalau kita kalah model seperti itu, ya nikmati saja. Kita yang menyesuaikan diri dengan situasi itu. Tidak ada gunanya marah-marah, kecewa, “nggrundel” (marah-marah sendiri), apalagi sampai memfitnah dan semacamnya, karena memang tidak mampu menang.
Orang sudah pensiun dan menikmati enaknya sebagai pensiunan itu namnya menikmati kekalahan. Jika ada yang merasa masih sebagai pejabat (di instansi yang lama), ya namanya belum bisa menikmati. Jikalau masih sering berkata,
” Dia itu dulu anak buah saya” atau memperlakukan sesama pensiunan sebagai anak buah, itu kayaknya juga belum bisa menikmati sebagai pangsiunan. Kecuali di organisasi lain dan yang bersangkutan memang posisinya sebagai atasan.
Kalau kita sudah bisa menikmati kekalahan jenis ini, bisa jadi akan berubah menjadi kemenangan. Contoh misalnya dalam hal pensiun : Orang yang “menang” akan berkata :” Asyik, nggak kerja dibayar tiap bulan”.
Kedua : Sebenarnya bisa menang, namun saat itu kalah. Misalnya anak tidak naik kelas atau lulus ujian. Tim sepak bola yang kalah melulu. Ikut lomba atau pertandingan namun kalah. Mau membeli sesuatu tapi sudah habis. Kalau yang begini ya sabar saja. Sabar dalam arti latihan keras, belajar terus sehingga di kesempatan lain bisa : menang, lulus, naik kelas, diterima dan sebangsanya.
Ketiga : Sebenarnya bisa menang, namun ada kecurangan dalam penyelenggaraannya, sehingga anda kalah. Atau bisa juga anda mengalah (contohnya dalam mempertahankan pendapat yang sebenarnya memang benar), demi keutuhan organisasi atau demi teman yang memang ingin (selalu) menang.
Kecewa? Bisa jadi. Namun tidak ada gunanya kecewa. Santai saja, orang juga bisa menilai sebenarnya anda mampu menang. Bagaimana caranya membuang rasa kecewa? Begini : Anda pasti sudah pernah berlomba atau bertanding dengan anak umur di bawah lima tahun (bisa adik, anak, cucu, kemenakan) lalu anda mengalah.
Saat dia menang, dia dan anda berteriak :” Hore menaaaaang!!!”. Pada saat itu dia menang, namun anda juga menang. Semua gembira, semua menang. Bahasa Inggrisnya “win win solution”. Nah, enak bukan?
Keempat : Anda merasa kalah dengan orang lain dalam hal kebaikan, pengabdiannya kepada negara, kepada bangsa, kepada Tuhan YMK. Nah, kalau merasa kalah seperti ini malah bagus dan dalam hal ini tidak boleh menyerah. Kita harus berusaha menyalip, melambung, mendahului orang lain untuk berbuat kebaikan. Istilah agamanya : Berlomba dalam kebaikan.
Jadi seyogyanyalah kita nikmati saja kekalahan yang terjadi dengan tetap berusaha menang di lain kesempatan. Kecuali dalam hal berbuat kebaikan, kita harus merasa orang lain yang menang dan lebih baik, selanjutnya kita perlu ngotot, harus berusaha menjadi lebih baik dari orang lain. Widartoks 2016; dari grup FB-MKPB Telkom)-FR