Selingan

Terdakwa dicium tangannya

(Sebuah Pelajaran Berharga untuk orang tua / wali murid); Hakim itu mengejutkan semua orang di ruang sidang. Beliau membebaskan terdakwa. Lanjut meninggalkan tempat duduknya, turun untuk mencium tangan terdakwa. Terdakwa yang guru SD ituterkejut dengan tindakan hakim.

 

Namun sebelum ber-larut2 keterkejutan itu, hakim : “Inilah balasan yang harus kulakukan sebagai rasa terima kasihku kepadamu, Guru.”. Rupanya, terdakwa itu gurunya sewaktu SD dan hingga kini ia masih mengajar SD. Ia jadi terdakwa setelah dilaporkan salah seorang wali murid, gara2 ia memukul siswanya.

 

Ia tak lagi mengenali muridnya, namun hakim tahu pria tua di kursi pesakitan itu  gurunya. Hakim dulu jadi muridmya. Ia mengerti benar, pukulan guru itu bukan kekerasan. Pukulan itu tak berakibat sakit dan tidak melukai. Hanya pukulan ringan, membuat murid2 mengerti akhlak dan disiplin. Pukulan seperti itu yang mengantarnya jadi hakim seperti sekarang.

Dulu, saat kita “nakal” atau tidak disiplin, guru biasa menghukum. Mungkin pernah “memukul” kita. Saat kita mengadu ke ortu, mereka  menasehati agar kita berubah. Hampir tidak ada ortu yang menyalahkan guru karena mereka percaya”.

 

“Itu adalah bagian dari proses pendidikan yang harus kita jalani. Buahnya, kita menjadi mengerti sopan santun, memahami adab, menjadi lebih disiplin. Kita tumbuh menjadi pribadi-pribadi yang hormat kepada guru dan orangtua.

Lalu saat kita jadi ortu kini, tak sedikit berita ortu melaporkan guru karena mencubit atau menghukum anaknya di sekolah. Hingga jadi fenomena, seperti dirilis di suatu Koran, guru2 terkesan membiarkan siswanya. Fungsi mereka tinggal mengajar saja; menyampaikan pelajaran, selesai. Bukan mendidik. Fungsi pendidikan hilang krn tdk adanya kerjasama antara guru-ortu-masyarakat.

Jangan salahkan guru jika murid sekarang kurang mengerti ahlak dan hasil pendidikannya tidak seperti yg diharapkan orang tua. Bukannya tidak mau mendidik muridnya lebih baik, mereka takut dilaporkan oleh walimurid seperti yang dialami teman-temannya.
Sudah beberapa guru di Sumsel dilaporkan wali murid hingga harus berurusan dengan polisi. Di bantaeng guru disel, di Jateng guru sd mencubit siswanya dipidanakan. Semuanya atas nama HAM, UU Perlindungan Anak. Mudah2an moralitas mereka tidak makin hancur. (Djohan Noor; dari grup WA-78;  Sumber dari : Muchlisim; http://kisahikmah.com/hakim-cium-tangan-terdakwa/)-FR

(Sebuah Pelajaran Berharga untuk orang tua / wali murid); Hakim itu mengejutkan semua orang di ruang sidang. Beliau membebaskan terdakwa. Lanjut meninggalkan tempat duduknya, turun untuk mencium tangan terdakwa. Terdakwa yang guru SD ituterkejut dengan tindakan hakim.

 

Namun sebelum ber-larut2 keterkejutan itu, hakim : “Inilah balasan yang harus kulakukan sebagai rasa terima kasihku kepadamu, Guru.”. Rupanya, terdakwa itu gurunya sewaktu SD dan hingga kini ia masih mengajar SD. Ia jadi terdakwa setelah dilaporkan salah seorang wali murid, gara2 ia memukul siswanya.

 

Ia tak lagi mengenali muridnya, namun hakim tahu pria tua di kursi pesakitan itu  gurunya. Hakim dulu jadi muridmya. Ia mengerti benar, pukulan guru itu bukan kekerasan. Pukulan itu tak berakibat sakit dan tidak melukai. Hanya pukulan ringan, membuat murid2 mengerti akhlak dan disiplin. Pukulan seperti itu yang mengantarnya jadi hakim seperti sekarang.

Dulu, saat kita “nakal” atau tidak disiplin, guru biasa menghukum. Mungkin pernah “memukul” kita. Saat kita mengadu ke ortu, mereka  menasehati agar kita berubah. Hampir tidak ada ortu yang menyalahkan guru karena mereka percaya”.

 

“Itu adalah bagian dari proses pendidikan yang harus kita jalani. Buahnya, kita menjadi mengerti sopan santun, memahami adab, menjadi lebih disiplin. Kita tumbuh menjadi pribadi-pribadi yang hormat kepada guru dan orangtua.

Lalu saat kita jadi ortu kini, tak sedikit berita ortu melaporkan guru karena mencubit atau menghukum anaknya di sekolah. Hingga jadi fenomena, seperti dirilis di suatu Koran, guru2 terkesan membiarkan siswanya. Fungsi mereka tinggal mengajar saja; menyampaikan pelajaran, selesai. Bukan mendidik. Fungsi pendidikan hilang krn tdk adanya kerjasama antara guru-ortu-masyarakat.

Jangan salahkan guru jika murid sekarang kurang mengerti ahlak dan hasil pendidikannya tidak seperti yg diharapkan orang tua. Bukannya tidak mau mendidik muridnya lebih baik, mereka takut dilaporkan oleh walimurid seperti yang dialami teman-temannya.
Sudah beberapa guru di Sumsel dilaporkan wali murid hingga harus berurusan dengan polisi. Di bantaeng guru disel, di Jateng guru sd mencubit siswanya dipidanakan. Semuanya atas nama HAM, UU Perlindungan Anak. Mudah2an moralitas mereka tidak makin hancur. (Djohan Noor; dari grup WA-78;  Sumber dari : Muchlisim; http://kisahikmah.com/hakim-cium-tangan-terdakwa/)-FR

Tulisan Lainnya :

  • Tidak ditemukan tulisan
Tags

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *




Enter Captcha Here :

Back to top button
Close
Close