Selingan

Wayang Gatutkaca(2)-Menikmati kemenangan

Kedatangan Arimbi ke Padepokan Giripurwa menemui ruang kosong. Bima dan saudara2nya, kata rakyat di sana, telah pergi meninggalkan Padepokan Giripurwa. Arimbi bertanya ke mana arah Bima dan saudara2nya.  Rakyat di padeponkan itu memberi tahu ciri2 Bima, saudara2nya dan ibunya.

 

Arimbi lalu kearah yang ditunjukkan penduduk. Dia tanya lagi lalu jalan lagi dan seterusnya, sampailah di Hutan Wanamarta ini. Di rimba, Arimbi cari keberadaan Bima dan saudara2nya. Namun begitu matanya bertemu Bima, walau sembunyi2, dadanya berdesir. Tiba2 dia jatuh cinta pada pandangan pertama.

 

Dia tidak kuasa membendung rasa itu. Dia tahu tujuan ke situ mau membunuh Bima, namun dia tidak mengerti kok jatuh cinta. Arimbi diam di tempatnya. Perlahan dia kembali mengikuti Bima, saudara2, dan ibunya pergi. Bima, saudara2 dan ibunya kembali ke markas, ke rumah sederhana di tengah hutan, beristirahat dan menenangkan pikiran.

” Hmmmm, mengapa masalah datang ber-tubi2″, kata Bima geram.
” Satu masalah belum selesai, ini ada raseksi jelek menganggu”, sambungnya.
” Hmmmm, edan !”.
” Sabar anakku Bima, ini bagian dari kehendak Dewa”, kata Dewi Kunti menenangkan.

” Iya Bima, kita harus sabar menghadapinya”, kata Puntadewa kakak tertuanya. Mereka terdiam. Pikiran dan perasaan mereka terlempar ke masa lalu, bulan, pekan dan hari-hari yang telah berlalu.
***

Ganti yang dikisahkan, sebagai kelanjutan dari yang akan diceritakan.
Manakah negri “kaeka dasa purwa”, awal lanjutan cerita? Eka artinya satu, dasa itu 10, purwa maknanya awalan. Manakah satu dari 10 negara terindah yang pantas sebagai awal babak lanjutan cerita? Tidak lain negara Hastina (Astina / Hastinapura), ya negeri Gajah. Ya benar.

 

Negara besar yang terkenal sebagai ” Negara yang apanjang apunjung, gemah ripah loh jinawi, pasir wukir karta lan raharja”. Panjang artinya nggak habis2 diceritakan, punjung besar wibawanya, gemah ripah artinya murah apa yang serba dibeli, loh jinawi tanahnya sangat subur, tumbuh apa yang sarwa ditanam.

 

Pasir-wukir maksudnya : Negara (ibukotanya) dibatasi gunung di satu sisi dan pesisir di sisi lain, sehingga nyaman dan cocok untuk wisata: Pegunungan, kota, dan wisata laut. Karta raharja, negaranya ramai, banyak dikunjungi turis lokal dan mancanegara. Siapa yang pegang tampuk pimpinan di negara Hastina Pura? Tiada lain Prabu Anom (Raja Muda) Kurupati, atau Suyudana, yang Duryudana, ya Jakapitana.

Mengapa Prabu Anom? Karena raja muda taruna, belum lama, beberapa bulan diwisuda jadi raja Hastinapura. Dia belum punya permaisuri. Saat itu di pendapa nan besar berlangsung pertemuan Sang Raja Muda dengan saudara2nya yaitu para kurawa berjumlah 100, guru mereka, Pendeta Durna, patih yang juga paman dari raja, yaitu Patih Sengkuni.

Mereka membicarakan pesta pengangkatan Prabu Anom Duryudana sebagai raja. Pertemuan itu diwarnai makan-minum mewah. Minuman keras juga tersaji. Tidak habis2nya mereka mensyukuri kebahagiaan diangkatnya Duryudana jadi raja, yang akan membawa kebahagiaan bagi kurawa dan keluarga besarnya.

Memang beberapa bulan Duryudana yang baru dewasa itu dilantik. Ini karena pewaris tahta Hastinapura sesungguhnya, yaitu Puntadewa atau Samiaji telah wafat beberapa waktu sebelumnya dengan tragis. Puntadewa bersama saudara2nya 5 orang, disebut pandawa : Puntadewa-Bima-Arjuna-Nakula-Sadewa telah wafat saat kebakaran besar di Bale (Vila) Sigala Gala. Ibunya, Dewi Kunti ikut wafat di peristiwa itu.

Mereka, kurawa itu ingat peristiwa itu. Ketika itu kurawa membuat acara menyambut kedewasaan bagi keluarga besar Hastinapura, karena saat itu para kurawa yang putra Destarastra dan Dewi Gendari, serta saudara2nya para pandawa : Puntadewa, Bima dan Arjuna putra Pandu Dewanata dengan Dewi Kunti, menginjak dewasa.

 

Nakula dan Sadewa yang putra Pandu Dewanata dengan Dewi Madrim belum dewasa, namun diajak di acara itu. Ibu Puntadewa, Bima dan Arjuna, yaitu Dewi Kunti juga diajak. Jauh sebelum acara mulai, para kurawa membangun vila2 (disebut bale) jauh dari istana Hasrtinapura. Mereka para kurawa menempati vila2 itu. Para pandawa dan ibu Kunti ditempatkan di Vila Sigala Gala.

Siang hari acara berlangsung meriah. Kerabat kerajaan dan rakyat senang dan ikut semua kegiatan. Berbagai hiburan disediakan di acara itu. Pada malam harinya kerabat kerjaan menempati vila2 baru dan sengaja dibangun dan dipakai perdananya mulai di acara saat itu.

Pandawa dan Dewi Kunti menempati vila Sigala Gala. Malam harinya mereka makan-minum sepuasnya, bahkan mabuk minuman keras. Maklum minuman keras jadi salah satu minuman kegemaran. Kejadian tidak diduga terjadi, vila itu terbakar hebat. Api cepat yang datang dari berbagai arah tiba2, cepat menjalar dan membesar. Para pandawa dan Dewi Kunti tidak bisa lari keluar dari kepungan api.

Pada pagi harinya tulang belulang mereka ditemukan di reruntuhan vila. Mereka semua meninggal di malam bahagia itu. Atas kejadian itu diadakan hari berkabung nasional sebulan. Karena Puntadewa sebagai anak tertua pandawa ikut wafatl, maka pewaris tahta jatuh ke Duryudana sebagai anak tertua di pihak kurawa. Tiga bulan kemudian Duryudana diwisuda sebagai raja Hastinapura.

Mereka, kurawa yang kini di pendapa itu ingat benar kejadian memilukan itu. Bagi mereka kejadian itu bukan memilukan, namun sebaliknya malah membahagiakan. Mereka berpesta pora setelah acara wisuda Duryudana menjadi raja. Sebab mulai saat itu, kekuasaan di Hastinapuira dipegang oleh mereka.

 

Mereka bisa menikmati kekayaan, kesukaan dan berbagai hal yang membuat mereka senang, termasuk berpesta pora. Dunia serasa menjadi milik mereka. Maklumlah di jaman itu Hastinapura merupakan negara besar, wilayahnya luas dan punya banyak sekutu dan negara jajahan.

” Paman Sengkuni itu hebat. Ha ha ha ha . . . “, kata Dursasana sambil tertawa, dari mulutnya tercium bau minuman keras. Kepalanya agak meng-angguk2 dan sorot matanya sayu, mabuk. Dia putra kedua dari kurawa, adik Duryudana. Semua mata memandang ke Dursasana.

” Apanya yang hebat Ngger Dursasana”, kata Sengkuni menanggapinya dengan tersenyum bangga.
” Paman berhasil membuat rencana yang hebat. Membuat pesta pandawa dan kurawa. Membuat Vila Sigala Gala yang tiba2 terbakar. Ha ha ha . . . “, kata Dursasana sambil tertawa lebar.
” Ha ha ha . . .”, tanpa dikomando semua kurawa tertawa ter-bahak2.

” Jangan keras-keras Dursasana, nanti ada yang dengar dan melapor ke sinuwun Resi Bisma”, kata Sengkuni yang diangkat jadi patih atau PM Hastinapura mendampingi kemenakannya, Duryudana.
” Tidak apa2 paman. Di ruangan ini hanya kita saja”, timpal Duryudana.
” Apalagi saksi kunci kejadian itu, arsitek Vila Sigala Gala dan yang membakar sudah dilenyapkan”.

” Ya Paman tidak perlu khawatir”, kata Dursasana.
” Para pandawa sudah mati semua, tidak ada lagi penghalang kurawa berkuasa di Hastinapura”.
Pembicaraan mereka terhenti, karena Resi Bisma pewaris asli tahta Hastinapura masuk ke pendapa. Resi Bisma yang hidup wadat, artinya tidak akan menikah, selain disegani karena pewaris tahta sejati,

 

Dia juga merupakan sesepuh bagi kurawa dan pandawa. Dia juga bijaksana. Pandangannya, perkataannya diikuti semua orang. Dia juga sakti. Itulah mengapa para kurawa segan, bahkan takut kepada Resi Bisma.

Setelah saling memberi salam dan mendoakan sebagaimana di dunia wayang, Resi Bisma duduk di singgasana Hastina, berdampingan dengan Duryudana.
” Duryudana dan para kurawa, mengapa kalian berpesta pora dan banyak minum2an keras?”, tanyanya.
” Bukankah kalian harusnya sedih ditinggalkan oleh saudara2mu para pandawa”, sambungnya.

Para kurawa tidak berani menjawab pertanyaan Resi Bisma. Semua terdiam. Canda tawa yang sebelumnya memenuhi ruangan itu, seketika sirna. Kini suasana hening. Patih Sengkuni paman dari para kurawa, sebab dia adik kandung Dewi Gendari, ibu kurawa yang berjumlah 100 berusaha mengengahi.

” Mohon ampun Sang Resi, anak2 kurawa ini masih sedih ditinggal para pandawa, makanya mereka meminum sedikit, untuk menghilangkan rasa sedih itu”, katanya.
” Hm, tidak selayaknya kalian berbuat begitu”, kata Resi Bisma.
” Angger Duryudana, sebagai raja baru, apa rencana ke depan memajukan negara?”, tanya Resi Bisma.

Prabu Anom Duryudana kaget dengan pertanyaan itu. Dia tidak menyangka ditanya itu dan tidak siap menjawabnya.
” Hm, Sinuwun Resi Bisma”, jawab Patih Sengkuni dengan ter-bata2, menjawab mewakili Duryudana.
” Kami menyusun rencana program kegiatan jangka pendek dan jangka panjang. Namun kini belum selesai. Kalau jadi draft, kami akan menghadap Sang Resi minta petunjuk”, jawab Sengkuni diplomastis.

” Hm, saya tunggu. Yang penting dari sekarang, jangan kalian hidup ber-foya2, rakyat banyak yang miskin. Tegakkan keadilan, jangan sampai keadilan hanya untuk pejabat saja, untuk kerabat raja saja, untuk yang punya uang saja. Orang mencuri singkong satu kilo dihukum tiga bulan, yang curi uang negara ber-ember2 tidak di-apa2kan”, kata Resi Bisma.

” Jangan sampai pejabat negara bisa dibeli pengusaha, bisa mengubah kebijakan yang berpihak ke pengusaha dan merugikan rakyat banyak, merusak alam, mengusik rasa keadilan”, kata Resi Bisma.
Semua mendengar kata2 Resi Bisma yaitu arahan ke raja muda dan jajarannya itu. Semua tidak ada yang berani membantah. Resi Bisma memberi arahan2 pada pertemuan itu.

Tiba2 di pintu pendapa terjadi suara ribut2. Semua yang di pendapa itu menoleh ke arah pintu pendapa yang saat itu terbuka lebar. ” Eyang Resi Bisma, kami yang datang”, suara itu terdengar dari arah pintu pendapa itu. Kini semua orang memperhatikan arah pintu pendapa. Bersambung……..; (Widartoks 2016; dari grup FB-ILP)- FR

Tulisan Lainnya :

  • Tidak ditemukan tulisan
Tags

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *




Enter Captcha Here :

Lihat Juga
Close
Back to top button
Close
Close