Bertemu jodoh di Internet berawal dari pesan ICQ
Jakarta, Kompas.com-Ini buah manis dari teknologi internet. Gusdiharto Pratomo (42) tak pernah berniat cari jodoh di dunia maya. Lebih kurang 15 tahun lalu, suatu siang di pertengahan 2002, jodoh itu datang menyapa Gusdiharto yang duduk di meja kerjanya.
“Tiba2 ada pesan yang muncul dari aplikasi ICQ di komputer kantor saya. Namanya Nurfadhillah, orang Singapura. Dia yang sekarang jadi istri saya,” kata pria yang akrab disapa Dodi pada KompasTekno, Senin (13/2/17). Dodi bercerita bahwa Nurfadhillah (35) kala itu baru pertama kali menjajal ICQ.
ICQ sejatinya layanan chat yang bisa disebut mirip Tinder. Bedanya, ICQ merupakan layanan di desktop yang booming belasan tahun lalu, Tinder adalah aplikasi mobile masa kini. Prinsipnya sama, yakni mempertemukan dua orang tak saling kenal di platform chatting.
Pengguna cukup memasukkan kriteria orang yang hendak ditemui. Kriteria itu berupa jenis kelamin, usia, lokasi, serta ketertarikan. ICQ mencarikan orang yang sesuai kriteria itu. “Nama saya muncul pada hasil pencarian kriteria yang dimasukan Nurfadhilla,” kata Dodi.
Mula2 Nurfadhillah ber-tanya2 cara bermain ICQ, lalu perbincangan mereka berkembang ke ranah film, musik, dan buku. The Lord of The Rings, salah satu topik andalan Dodi dan Nurfadhilla di masa2 awal kenalan. Dodi mulanya mengira film garapan Peter Jackson itu lebih banyak diminati kaum adam.
Nyatanya Nurfadhillah menyukai film bergenre fantasi itu. Fakta ini sedikit banyak memicu kekaguman Dodi. “Saya merasa dia beda dari perempuan pada umumnya,” ujarnya.
Pertemuan pertama di Negeri Singa
Lebih kurang setahun berkomunikasi secara virtual, Dodi merasa kenal Nurfadhillah mendalam. Tak sekadar soal selera dan hobi, mereka juga berdiskusi prinsip dan problematika kehidupan. “Dia suka cerita kalau ada masalah. Dari situ kami mengenal karakter,” kata Dodi.
Ia memantapkan tekad mengunjungi Nurfadhillah ke Singapura 2003. Kala itu, Dodi ingat tiket pesawat ke sana mahal. Ia harus menabung sembari cari waktu cuti yang pas agar tak mengganggu kerjaan. “Tiket masih Rp 3 jutaan, nggak kayak sekarang ratusan ribu dapat,” ia bertutur sambil terkekeh.
Dodi tak memberi tahu Nurfadhilla rencana kedatangannya karena ingin memberi kejutan. Setelah duit terkumpul dan izin cuti digenggam, ia ke Negeri Singa. Waktu itu Nurfadhillah bekerja jaga malam di bandara Changi, Singapura. Dodi tahu jadwalnya dan sabar nunggu hingga Nurfadhillah menyelesaikan pekerjaannya.
“Kami bertemu setelah Nurfadhilla selesai bekerja. Saya tak merasa canggung sama sekali karena tak ada perbedaan antara komunikasi kami di dunia maya dan nyata,” kata Dodi. Tanpa perlu banyak kata dan pengakuan, malam itu keduanya sama2 tahu mereka sudah pacaran.
Pernikahan lintas budaya
Pertemuan pertama berkesan mendalam bagi Dodi dan Nurfadhillah. Mereka makin serius berkomitmen dan makin sering mengunjungi satu sama lain. Mereka bertemu kira2 tiga bulan 1x. Kadang Dodi yang ke Singapura, tak jarang Nurfadhillah yang ke Jakarta.
Waktu2 kunjungan itu digunakan beradaptasi dan mengenal lebih jauh tentang budaya dan keluarga masing2. Nurfadhillah asli Melayu, Dodi orang Indonesia. Tentu ada perbedaan yang perlu dipelajari matang sebelum beranjak ke jenjang hubungan yang lebih serius.
“Satu tahun pacaran, tahun 2004 saya ke Singapura melamar Nurfadhillah. Kami tunangan November, lantas menikah Desember 2005”. Sebelum menikah, Dodi mengurus kepindahan ke Singapura. Kebetulan perusahaan tempat ia kerja saat itu punya cabang di negeri tetangga. Namun, setelah menikah, kantor cabang di Singapura harus tutup.
“Akhirnya sampai kini saya dan istri menjalani hubungan jarak jauh,” Dodi berucap lirih. Meski demikian, Dodi tak menutup kemungkinan menjajaki pekerjaan di Singapura. “Saya masih menjajaki peruntungan di Singapura, tapi saat ini rezeki saya masih di Indonesia,” kata dia.
Jauh di mata, dekat di hati dan layar smartphone
Terlepas dari jauhnya jarak antara Jakarta dan Singapura, Dodi bersyukur. Ia rasa tetap dekat dengan istri berkat perkembangan teknologi yang makin canggih. “Kini semua mudah. Saya bisa video call pakai Skype dari smartphone kalau mau melihat istri kapan pun dan di mana pun,” ucapnya.
Selain itu, frekuensi pertemuannya dibuat lebih sering. Jika dulu rata2 tiga bulan 1x, maka kini 2-3 minggu 1x. Kebahagiaan pernikahan mereka makin lengkap dengan kehadiran anak lelaki : Ammar Ilhan yang kini 6 tahun. Ammar tinggal bersama Nurfadhillah di Singapura.
“Anak saya bikin semangat untuk sering ke Singapura. Kalau saya terlalu sibuk, platform digital andalan agar tetap dekat,” kata Dodi. Siapa sangka hubungan bermula dari obrolan di ruang chatting berujung di pelaminan. Belasan tahun Dodi menjalin hubungan jarak jauh dengan istri dan belakangan sang anak. Belasan tahun pula Dodi terbantu teknologi komunikasi.
“Cita2 kami tetap mau tinggal bersama, semoga dalam waktu dekat”. (Fatimah Kartini Bohang; Reza Wahyudi; http://tekno.kompas.com/read/2017/02/14/13140037/kisah.dodi.bertemu.jodoh.di.internet.berawal.dari.pesan.icq.dari.singapura)-FatchurR