Opini dan sukses bisnis

Runtuhnya Perusahaan besar

Jakarta, Kompas.com-Perbincangan perkembangan teknologi tak ada habisnya, transisi gaya hidup masyarakat, suka tidak suka dipengaruhi perkembangan tekno dan internet. Juga berimbas pada perputaran roda-roda ekonomi yang kiblatnya makin menuju digitalisasi ekonomi.

 

Di tengah masifnya perkembangan teknologi, internet saat ini telah menjadi kebutuhan, pada beberapa tahun belakangan ini mungkin tak pernah terlintas dalam benak setiap orang bahwa, internet bisa menjangkau segala kebutuhan derajad hidup manusia.

 

Fenomena ojek – taksi online di kota2 besar Indonesia jadi dinamis. Dulu sudut2 strategis perempatan jalan, tak sulit menemukan pangkalan ojek, kini pangkalan ojek ada dalam genggaman ponsel pintar, bisa kapan saja, di mana saja, dan kemana saja ojek siap antar.

 

Juga kebutuhan gaya hidup lain, mudah dibeli, bayar, dan yang dipesan sampai dirumah. Cukup ponsel pintar dan koneksi internet, yang dulu mungkin tak pernah terpikir. Apakah fenomena itu  memberikan sisi daya tarik dan berbagai kemudahan yang ditawarkan internet sebagai kebutuhan saat ini?

 

Guru Besar FE dan Bisnis UI Renald Kasali dalam bukunya berjudul “Disruption” mengungkapkan, tiap perubahan atau transisi selalu menemukan kelompok orang tak siap. Mereka menolak perubahan. “Kini dunia menyaksikan perpindahan dari mobil bertenaga bensin ke self driving car yang dikendalikan IT melalui smartphone,” ungkap Rhenald dalam bukunya.

 

Petugas bengkel kelak bukan montir seperti abad 20, tapi ahli IT yang bekerja dengan perangkat lunak. “Suka tidak suka Internet of Things membentuk kita mulai hari ini” jelasnya. kini, dunia menyaksikan runtuhnya perusahaan2 besar, pemilik2 brand yang beberapa dekade memesona dan berkibar.

 

“Keadaan Iebih parah terjadi pada perusahaan atau institusi yang tak pernah menjembatani lintas-generasi. Bridging generations harusnya jadi salah satu program penting perubahan pada abad ini yang harus dilakukan berkali-kali,” ucapnya.

 

Lawan tek terlihat

Dalam buku terbarunya itu, Rhenald mengatakan, tak ada yang tak bisa diubah sebelum dihadapi. Motivasi saja tidak cukup. Semua industri tengah bertarung menghadapi lawan2 baru yang tak terlihat, tiba2 jadi besar. Bisa langsung masuk ke rumah2 konsumen, dari pintu ke pintu, secara online, melalui smartphone.

 

“Pemain lama (incumbent) tak bisa mendeteksi karena lawan2 di luar jangkauan radar mereka,” jelasnya dalam buku Disruption. Kata Renald, kini dunia berubah, industri lama terdisrupsi tanpa bisa terelakkan. Merasa tak berdaya, orang2 lama memilih tidak menghadapinya. Mereka pilih bertarung di dalam, bertengkar sesama mereka ketimbang berinovasi menghadapi Iawan baru di luar sana.

 

Kita saksikan hal itu tak terjadi didunia operator telekomunikasi. Mengapa nasibnya beda dengan operator taksi atau pembuat pesawat telepon atau lndustri non-digital lainnya? lni yang perlu dijawab. Saat Nokia tergantikan, PT Telkom yang BUMN ini berupaya keras mendisrupsi dirinya sendiri.

 

“Kita bisa saksikan Telkom berupaya keras keluar dari perangkap model bisnis lama yaitu fixed line voice“. BUMN itu berkolaborasi dengan PT Angkasa Pura II membangun platform smart airport, mengembangkan UseeTV yang mendisrupsi bisnis TV kabel, dan mendirikan perusahaan yang kelak dikenal sebagai third party administrator dalam layanan kesehatan.

 

“Revolusi kini mengadang jutaan pembangun merek dan pemilik reputasi yang dulu tak tergoyahkan. Seperti Blue Bird harus menghadapi gempuran mobil2 tak terlihat bermerek taksi, tak berpelat nomor kuning, dan tak tampak beroperasi sebagai taksi. Tahu2 revolusi ini besar dan mengoreksi kesejahteraan kita” ungkapnya.

 

Dalam buku itu diberi beberapa realita yang kini tengah terjadi dalam kehidupan manusia pada era digital. Buku itu ditujukan untuk membantu pengusaha atapun masyarakat luas dalam menentukan pilihan berbisnis maupun bekerja.

 

“Ini buku yang pantas dibaca, mencegah kegagalan dalam melangkah, membangun karir, dan menciptakan masa depan bagi anak2nya,” kata Rhenald saat diskusi buku di bilangan Periplus Pondok Indah. Rhenald mengungkapkan, realita yang membuat dirinya menulis buku “Disruption” adalah perkembangan zaman yang menimpa perusahaan raksasa Nokia.

 

Pada zamannya, Noki menguasai pasar dan selalu berinvonasi, namun, saat ini, mengalami kejatuhan yang signifikan. Menurut Rhenald, CEO Nokia pernah berkata, “Kita tidak pernah melakukan kesalahan apapun, tiba2 kami kalah dan punah.”

 

Contoh kasus lain di Indonesia, adalah Blue Bird selama ber-tahun2 menguasai pasar transportasi tetapi saat ini kalah oleh mobil2 tak terlihat bermerek taksi tapi beroperasi layaknya seperti taksi. Buku ini hadir membawa IPTEK baru dari kebiasaan2 di masa depan yang tidak relevan dan terus berubah-ubah.

 

“Harapannya ekonomi kita tidak ter-disrupt kekuatan besar dari luar, ini menyadarkan kita, ini lho masalahnya, ini yang jadi ancaman besar, ini strategi, mindset (pola pikir) harus begini, kalau nggak begini kita akan hilang, nanti kedepan revolusi mental harus, karena harus ada distruption mindset,” pungkasnya. (Pramdia Arhando Julianto; Bambang Priyo Jatmiko; http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2017/02/17/194118226/rhenald.dunia.tengah.saksikan.runtuhnya.perusahaan-perusahaan.besar)-FatchurR

—-Bsat

Tulisan Lainnya :

  • Tidak ditemukan tulisan
Tags

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *




Enter Captcha Here :

Lihat Juga
Close
Back to top button
Close
Close