Radio Isotop n Radiofarmaka Batan bisa mendiagnosis dan terapi kanker
Tangsel-BATAN mampu memproduksi radioisotop dan radiofarmaka di bidang kesehatan. Radioisotop dan radiofarmaka berguna mendiagnosis penyakit degeneratif dengan akurat seperti kanker, jantung dan ginjal. Radiofarmaka bisa juga untuk terapi kanker.
Ketersediaan produk radiofarmaka jadi alternatif atau jadi pilihan terbaik untuk kebutuhan diagnosa dan pengobatan jenis penyakit2 yang saat ini masih belum memuaskan dengan produk farmasi biasa.
Pusat Teknologi Radioisotop dan Radiofarmaka (PTRR) Batan satu2nya lembaga pemerintah yang diberi kewenangan mengembangkan produk2 radiofarmaka dengan menggandeng sejumlah perusahaan farmasi. PTRR Batan telah mengantongi sertifikasi cara pembuatan obat yang baik (CPOB) dari BPOM.
Kepala Batan Djarot Sulistio Wisnubroto mengatakan, pemanfaatan teknologi nuklir di bidang kesehatan tidak ada resistensi. Namun tidak banyak rumah sakit yang menggunakannya. Padahal dari 250 juta penduduk Indonesia yang sakit bisa ditolong dengan teknologi ini.
“Hanya 12 rumah sakit yang memiliki fasilitas kedokteran nuklir. Tapi yang aktif dan non aktif. Ini ironi. Padahal hal ini bisa segera bermanfaat,” kata Djarot di Puspiptek Serpong, Tangerang Selatan, Jumat (28/4). Djarot menambahkan, produk radiofarmaka impor lebih mahal 2x lipat dibanding buatan lokal.
Deputi Bidang Pendayagunaan Teknologi Nuklir Batan Hendig Winarno mengungkapkan, pemanfaatan radiofarmaka di rumah sakit juga terkendala fasilitas kedokteran nuklir yang belum memadai. Selain itu jumlah sumber daya manusia (dokter) di bidang kedokteran dan onkologi nuklir juga minim.
“Dari radiofarmaka yang diproduksi juga sudah ada yang diekspor. Pusat ini juga menjadi Pusat Unggulan Iptek di bidang radioisotop dan radiofarmaka,” ucapnya.
Kepala Bidang Teknologi Produksi Radiofarmaka Pusat Teknologi Radioisotop dan Radiofarmaka Batan Rohadi Awaludin mengungkapkan, saat ini sudah ada 5 kit produk yang dihasilkan. Radiofarmaka ini mampu mendiagnosa fungsi organ. Keakuratan hasilnya penting bagi dokter untuk tindakan selanjutnya.
Sejak tahun 2008, Batan mulai mengembangkan radiofarmaka dan setelah melalui fase persiapan izin edar, di tahun 2014 diberikan izin edar tersebut. “Kita mendorong agar fasilitas kedokteran nuklir diperkuat,” ucapnya.
Saat ini sejumlah rumah sakit yang memiliki fasilitas kedokteran nuklir antara lain Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Rumah Sakit MRCCC, Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta, Rumah Sakit Jantung Harapan Kita, Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung dan Rumah Sakit Karyadi, Semarang.
Ia menambahkan, di sejumlah negara Korsel misalnya memiliki fasilitas kedokteran nuklir yang kuat. Potensi pasar produk-produk radiofarmaka secara global bernilai US$ 5 miliar. Pasar produk ini diprediksi akan bertumbuh sekitar 9 persen dalam lima tahun ke depan.
Rohadi menjelaskan, 5 produk yang dihasilkan Batan : Kit MIBI yang berfungsi mendiagnosis fungsi jantung. Hasil pencitraan menggunakan MIBI memberi informasi akurat kondisi jantung pasien. Kit MDP untuk diagnosis tulang dan sebaran tumor pada tulang serta penentuan stadium penyakit kanker.
DTPA untuk diagnosis fungsi ginjal dan menentukan langkah penanganan penyakit selanjutnya. Selain itu Radiofarmaka senyawa bertanda 153 Sm-EDTMP digunakan untuk terapi paliatif penderita kanker yang sudah metastatis.
“Penggunaannya dapat mengurangi rasa nyeri akibat kanker di tulang hingga satu bulan,” kata Rohadi.
Selanjutnya Radiofarmaka senyawa bertanda 131 I-MBG untuk diagnosis dan terapi pada kanker neuroblastama (sistem saraf anak-anak). PTRR juga sedang mengembangkan radiofarmaka untuk mengatasi keloid.
Namun saat ini masih diujicobakan di RS Hasan Sadikin Bandung. (Ari Supriyanti Rikin/FMB; Suara Pembaruan dan http://www.beritasatu.com/kesehatan/427729-radioisotop-dan-radiofarmaka-batan-mampu-diagnosis-dan-terapi-kanker.html)-FatchurR