Wayang Gatutkaca(21)-Pergiwa-Pergiwati
Alkisah, ada pertapa: Begawan Sidik Wacana dari pertapaan Andong Suwiwi. Begawan punya banyak murid atau dalam pewayangan disebut cantrik. Sang Begawan juga punya putri bernama Dewi Manohara.
Pada suatu waktu Permadi (sering disebut Pamadi atau Arjuna), sang panengah pandawa sedang melanglang buana dan singgah di pertapaan Andong Sumiwi beberapa lama. Arjuna dan Dewi Manohara saling kenal lalu jatuh cinta, singkat cerita mereka dinikahkan oleh Begawan Sidik Wacana.
Tidak berapa lama Arjuna pergi meninggalkan pertapaan Andong Suwiwi ke Kesatrian Madukara, untuk meneruskan darmanya sebagai kesatria. Pada saat ditinggal, Dewi Manohara hamil. Kelak lahir 2 putri kembar yaitu Dewi Pergiwa dan Dewi Pergiwati. Soal Dewi Pergiwa-Dewi Pergiwati ini, ada pula yang mengatakan mereka itu tidak kembar.
Aliksah, Dewi Banowati anak raja, Prabu Salyapati dari kerajaan Mandaraka. Dia cantik dan centil. Sejak remaja dia pacaran dengan Permadi atau Arjuna yang tampan, sopan, pintar, baik budi, dan segala kebaikan lain.
Hanya saat dewasa, ada yang melamar dengan jabatan sebagai raja Hastinapura atau Astinapura, yaitu Prabu Duryudana, orang tuanya nggak kuasa menolak. Prabu Salyapati menerima lamaran Duryudana. Akhirnya Permadi gigit jari.
Yang keterlaluan saat dilamar tadi, Dewi Banowati berkata hanya mau jadi pengantin kalau yang merias adalah Permadi. Tapi keinginan aneh ini dituruti ortunya dan oleh calon pengantin pria. Hitung2 biarlah dirias Permadi, toh nantinya selama hidup dia yang memiliki. Mungkin itu dalam hati sang calon suami.
Kerabat Hastinapura banyak yang jengkel melihat kelakuan Banowati yang sering main mata dengan Permadi, walau beberapa kali kerajaan Astina dan Banowati pernah diselamatkan Permadi dari ancaman, gangguan dan serangan pihak lain.
Isu perselingkuhan yang tidak patut itu puncaknya ketika Dewi Banowati hamil. Sebagian yakin, yang dikandungnya itu anak Permadi. Isu ini sampai ke telinga suaminya, yaitu Prabu Duryudana. Jelang Dewi Banowati melahirkan, Prabu Duryudana berkata jika anaknya kelak perempuan, maka itu hasil selingkuhan dengan Permadi. Kalau anaknya laki2, itu pasti anaknya, darah dagingnya sendiri.
Pada saat Dewi Banowati mau melahirkan, kebetulan Prabu Duryudana bepergian keluar kota. Nah, yang lahir betul wanita. Bingunglah Dewi Banowati dan Permadi yang ikut menunggui kelahirannya. Kebetulan, saat itu salah satu istri Permadi, (yang banyak istrinya), ada yang melahirkan juga, yaitu Dewi Manohara. Dewi Manohara melahirkan wanita : Pergiwa.
Maka Permadi minta tolong ke Kresna, kakak ipar sekaligus penasehat Pandawa (termasuk Permadi) mengatasi masalah kelahiran anak Dewi Banowati yang perempuan dan jelas akan mendatangkan amarah Prabu Duryudana. Atas saran Kresna, Permadi cari gelandangan, kalau2 ada yang punya bayi masih merah dan lelaki.
Setelah menemukan gelandangan yang baru melahirkan anak lelaki, Permadi minta anak gelandangan itu dan mengganti “biaya persalinan” di dukun bayi. Gelandangan itu tidak keberatan, sebab hidupnya susah, makanpun tidak selalu kenyang.
Bahkan selama mengandung, kurang makanan bergizi, yang seharusnya berguna bagi kesehatan dan kecerdasan si bayi. Kelak sang bayi jadi idiot alias bodoh alias IQ-nya rendah. Bayi itu diberi nama Lesmana Mandrakumara.
Permadi menukar bayi perempuan anak Dewi Banowati dengan bayi gelandangan itu, tentu setelah dimandikan bersih. Bayi perempuan anak Dewi Banowati lalu diambil, dibawa pergi, dan diserahkan ke Dewi Manohara. Bayi itu dipelihara Dewi manohara, dianggap bayi kembar dengan anak sebelumnya, yaitu Dewi Pergiwa. Bayi ini diberi nama Dewi Pergiwati.
Kelak setelah besar, Dewi Pergiwa pembawaanya kalem seperti Dewi Manohara, sedang Dewi Pergiwati agak centil seperti Dewi Banowati. Demikian kisah kelahiran Dewi Pergiwa-Dewi Pergiwati. Anda percaya yang mana, silahkan, tidak dilarang.
Tahun berganti tahun, Dewi Pergiwa dan Dewi Pergiwati menjelma jadi remaja nan cantik jelita. Ibarat bunga mulai mekar dan menebarkan bau mewangi. Suatu hari Dewi Pergiwa dan Dewi Pergiwati menghadap kakeknya. Begawan Sidik Wacana menanyakan, siapa yang mengukir jiwa raganya, ayahnya. Dijawab kakek, ayahnya Raden Harjuna (Arjuna) dari kerajaan Amarta di Kasatrian Madukara.
Dewi Pergiwa-Dewi Pergiwati minta izin kakeknya mencari ayahnya itu. Kakeknya mengizinkan. Karena sang kakek sedang sibuk, maka dia minta beberapa cantrik mengantarkan Pergiwa dan Pergiwati mencari ayahnya di Kesatrian Madukara. Para cantrik itu diketuai yang paling senior : Janaloka.
Sebelum berangkat Begawan Sidik Wacana memberi bekal nasehat dan petunjuk ke cantrik2 itu panjang lebar. Dia berkata. “Cantrik Janaloka, kamu kupercaya mengantar kedua cucuku ini ke Madukara. Apa benar, kamu sanggup?”
“ Baik Begawan, sanggup. Saya dan kawan2 menjaga kedua putri, cucu anda dengan se-baik2nya.”
“ Tapi jangan macam2 di jalan ya”, kata Begawan Sidik Wacana. Berkata demikian, sebab yang diantar oleh Cantrik Janaloka itu manusia, putri semua, cucu tercintanya, apalagi gadis remaja. Masih lugu dan kurang pengalaman.
“ Baik Sang Begawan”, jawab Cantrik Janaloka.
“ Apa kamu bisa bersumpah? Agar hatiku menjadi lebih tenang?”, kata Sang Begawan selanjutnya.
“ Iya Sang Begawan. Saya bersumpah, kalau saya berbuat macam2 ke kedua cucumu, saya akan mati dikeroyok para Kurawa”, sang cantrik bersumpah dengan sepontan.
Kalau di dalam pagelaran wayang, akan ada suara “jeger”, suara petir berbunyi. Pertanda sumpah itu terdengar sampai ke langit dan disaksikan para dewa. Dewi Pergiwa dan Dewi Pergiwati berangkat ke Madukara mencari ayahnya, Sang Arjuna. Ditemani para cantrik itu.
Perjalanan dari pedesaan di gunung, melewati jalan desa, mulai memasuki hutan menuju Madukara. Namanya hutan, jalannya yang dilalui tidak rata apalagi beraspal dan makin lama makin jelek. Kadang mereka harus menuruni jurang dan mendaki bukit.
Pergiwa-Pergiwati tabah menjalani, karena mereka biasa hidup di pertapaan jauh dari kota. Berjalan naik gurung turun jurang sudah biasa. Namun yang mengganggu mereka ini takut binatang seperti ular, ulat, kalajengking, lipan dan teman2nya. Padahal di hutan, tentu binatang2 itu banyak jumlahnya.
Belum lagi kadang mereka ketemu binatang buas seperti harimau yang di jaman wayang masih banyak terdapat di hutan, beruang, ular besar, biawak, gajah liar dsb. Perjalanan sulit bagi wanita seperti Dewi Pergiwa dan Dewi Pergiwati.
Di tengah hutan itu mereka diserang seekor harimau. Ini karena mereka tak sengaja lewat di dekat sarang harimau yang punya anak kecil dan galak2nya. Maka Cantrik Janaloka mati2an melawan harimau yang marah itu dibantu cantrik lain sambil menjaga kedua putri itu.
Setelah bertempur lama, harimau itu dikalahkan dan lari. Cantrik Janaloka terluka cukup parah. Dewi Pergiwa dan Dewi Pergiwati menolong Cantrik Janaloka dengan mengobati luka2nya.
“ Tuh ‘kan, mengantar kamu berdua tidak mudah. Aku hampir mati diterkam harimau. Untung ada teman yang menolong pada detik terakhir, sebelum harimau itu menerkamku”, kata Cantrik Janaloka.
“ Iya, aku mengerti. Tugasmu sangat berat”, kata Dewi Pergiwa. Dia kasihan ke Janaloka dan kawan2nya.
“ Pergiwa dan Pergiwati, aku nggak sanggup mengantarmu ke Madukara menemui ayahmu. Teruskanlah perjalananmu sendiri”, kata Cantrik Janaloka.
“ Ih, kok gitu?”, bukankah kamu sudah sanggup mengantar kami menemui ayahanda Arjuna?”.
“ Ya betul, tapi kan tahu sendiri, ini tugas berat dan nyawa taruhannya.”
“ Kalau kamu gak mau mengantar, terus aku dan adikku Pergiwati?”, kata Dewi Pergiwa. Matanya mulai be-kaca2. Sedih, bingung dan tidak tahu harus berbuat apa jika harus meneruskan perjalanan melewati hutan itu. Dewi Pergiwati yang lebih muda, menangis. Air matanya mulai membanjir.
“ Bagini saja. Aku mau mengantarmu, tapi ada syaratnya”.
“ Syaratnya apa Paman Cantrik Janaloka?”, tanya Pergiwa.
“ Kalau kamu mau jadi istriku. Bagaimana? Mau enggak?”, kata Cantrik Janaloka.
Dewi Pergiwa dan Dewi Pergiwati saling berpandangan.Mereka berfikir jika ditinggal cantrik, perjalanan ke Madukara sulit. Mereka tidak tahu arah. Kalau ketemu ular berbisa atau ular besar, harimau, gajah liar dan binatang lain? Selain itu mereka gadis yang dibesarkan di pertapaan, di desa, di gunung yang kurang gaul, kurang pengalaman. Masih lugu. Maka Dewi Pergiwa menjawab.
“ Baiklah kalau itu maumu. Aku mau menjadi istrimu”.
Seketika Cantrik Janaloka matanya berbinar, pertanda hatinya gembira. Benih cinta yang bersemi sejak dia merawat kedua putri itu sejak kecil, tiba2 tumbuh, berkembang membesar, kini ber-bunga2. Ibarat api, dari setitik bara, tiba2 menyala, menjalar dan ber-kobar2. Bersambung Jum’at depan……….; (Widharto KS-2017; dari grup FB-ILP)-FR