Beberapa hari lalu saya membuat status di facebook dengan menayangkan gambar sebuah peralatan yang dulu terkenal, namun sekarang sudah tidak dipakai lagi. Di status itu saya hanya menulis pendek, “Anda kenal, ini alat apa?”.
Yang membuat saya sangat kaget, terkejut, terperanjat, tercengang, terperangah, sangat tidak menyangka, tanggapan teman facebook di grup itu sangatlah besar. Dalam waktu beberapa hari, yang sekedar memberi tanda jempol saja lebih dari 270 orang.
Karena pertanyaannya tentang alat, maka jawabannya ya nama alat itu. Anehnya sudah tahu jawabannya ya itu-itu saja, yang menjawab ada lebih dari 110 orang. Padahal jawabannya ya sama atau mirip saja, 98% jawabannya mirip.
Yang 2% jawabannya “nyeleneh” alias melenceng dan bermaksud bergurau. Mungkin mereka (yang menjawab “nyeleneh’ ini) sudah “bosan” melihat jawaban yang sama atau mirip semua itu. Padahal mereka juga tahu jawaban yang benar.
Menurut saya, fenomena ini sangat menarik. Apa artinya? Banyak kemungkinan sih. Pertama, mungkin mereka pada bosan melihat informasi yang berlalu lalang di media masa dan media sosial “hari ini” yang sebagian besar berupa hiruk dan pikuknya politik, yang sudah jelas “tidak jelas ujung pangkalnya”.
Kedua mungkin mereka senang dibawa ke alam nostalgia jaman “baheula” (“doeloe”). Jaman yang “indah dikenang”. Makanya mereka “berebut” menjawab, sekalipun sadar jawabannya sama dengan jawaban orang sebelumnya. Mereka ingin “eksis”, ingin menegaskan mereka juga tahu persis hal itu.
Mungkinkah ini bentuk pelarian dari situasi hari ini seperti saya sebut di atas? Bisa jadi ya. Kalau demikian, bolehlah “lari”, “menghindar” dari “hari ini” sebentar. Namun tidak boleh ber-lama2, sebab sesungguhnyalah kita berjalan tidak menuju ke masa lalu ke hari kemarin. Kita berjalan ke masa yang akan datang, hari esok. Sementara masa yang akan datang itu dibangun di hari ini, bagaimanapun situasinya hari ini . (Widharto KS-2017; dari grup FB-ILP)-FR
