Terjadi Shifting
Mungkin ini zaman pertemuan 2 generasi membingungkan dalam sejarah. Ini bukan generasi kertas vs generasi digital saja. Tapi soal dunia, sehingga ekonomi jadi berubah arah dan banyak yang bangkrut. Ini bukan kebijakan ekonomi, ini teknologi mengubah platform hidup, ekonomi dan kehidupan.
Saya sebut shifting, tetapi sebagian besar ekonom “tua” menyebutnya resesi, pelemahan daya beli dsb. Saya sebut yang dilakukan generasi Nadiem Makarim sebagai inovasi, bahkan disruption. Tapi manajer2 “tua”, bilang mereka “bakar uang.” Mereka bilang retail online kecil, tapi anak2 kita bilang “besar”..
Mereka punya “business model,” tapi regulator bilang itu industri predator. Regulasi berpihak ke masa lalu. Hari makin petang, satu persatu usaha konvensional gugur, tapi saya belum lihat yang tua ikhlas menerima shifting ini. Mengakui belum, blame jalan terus, tetapi usaha2 lama bakal berguguran terus.
Dari Armada laut ke retail dan bank
Tiga tahun lalu ada keributan di industri jasa angkutan penumpang taksi. Juga pertempuran ojek pangkalan vs. Gojek. Pengemudi angkot dengan Gojek. Disusul demo sopir taksi lawan taksi online. Tahun lalu, korbannya angkutan laut dan hotel. Produsen kapal asal Korea (Hanjin) minta perlindungan bangkrut. Lalu disusul oleh Maersk dan Hyundai.
Setelah itu Rickmers Group (Jerman), Sinopacific Dayang, Wenzhou Shipping dan Zhejiang (China). Jumlah kapal yang dibutuhkan perdagangan dunia berubah menyusul penggunaan telekomunikasi dan aplikasi baru yang serba tracking dan perubahan pola peletakan industri global.
Setelah itu tahun ini kita lihat 4 industri: Mainan anak2, retail, perbankan dan industri2. Level of competition meningkat, dan pendatang2 masuk dengan platform baru. Industri mainan anak2 Indonesia mengeluh penjualannya drop 30%, karena mengandalkan mainan bahan plastik. Jangankan mainan anak2 itu, boneka Barbie kena imbas. Bahkan Toy ‘R’ Us di AS mengajukan pailit.
Industri mainan anak2 konvensional kesulitan, industri pembuatan game online di Indonesia berkembang pesat. Diduga omsetnya USD 10 juta. Kita baca satu per satu retail di Indonesia menutup outletnya. Terakhir Debenhams dan Lotus. Tapi nanti dulu, itu bukan cuma terjadi di sini.
Di USA, tahun ini 1430 toko milik Radio Shack ditutup, lalu 808 outlet milik toko sepatu Payless, 238 outlet Kmart, 160 toko Crocs (sepatu), 138 outlet JC Penny, 98 Sears, 68 Macy’s, 70 outlet CVS, 154 toko untuk Walmart, 128 outlet Michael Kors dan seterusnya.
Dari Jepang pagi ini saya dengar Mizuho bank akan mengurangi 19.000 dari 50.000 karyawannya setelah labanya banyak dimakan fintech. Ini sejalan dengan bank2 nasional yang melakukan hal serupa, minimal tak lagi membuka cabang baru.
Jadi kalau kita lihat beberapa toko besar ditutup di sini, dan sepinya belanja di Glodok dan toko grosir Tanah Abang, itu belum seberapa. Ini tahap awal. Nanti, brand berubah bagi millennials: Branded (luxuries) akan menjadi public brand.
Bencana atau peluang
Shifting beda dengan krisis atau resesi yang lebih dipandang sebagai bencana memilukan. Shifting dapat diibaratkan Anda bermain balon eo’. Masih ingatkah balon yang terdiri dari dua buah dan berhubungan. Kalau yang satu ditekan, maka anginnya akan pindah ke balon yang besar dan berbunyi eo’, eo’ …
Seperti itulah, angin pindah, lalu ada yang terkejut karena terjepit dan ruangnya hampa. Manusia2 akan bertingkah polah mirip cerita Who Moved My Cheese. Manusia bolak-balik kembali ke tempat yang sama dan teriak2 marah: Kembalikan2 keju saya. Duh, siapa pencurinya? Siapa yang memindahkannya?
Padahal, menurut Ken Blanchard & Johnson yang menulis perumpamaan itu, keju itu symbol dari apa saja yang membawa kebahagiaan. Ia bisa berupa kue, pekerjaan, kekasih, kekayaan, perusahaan, atau keterampilan. Semua tak abadi, bisa pindah atau dipindahkan “ke tempat” lain.
Dalam cerita itu disebut 2 ekor tikus selalu bekerja dan cari “keju” itu ke tempat lain. Anda yang punya “Shio” tikus barangkali punya perilaku sama: Tak bisa diam di tempat. Keduanya menemukannya. Di tempat lain itu ada keju2 lain yang sama nikmatnya dan jauh lebih besar.
Mereka menuding resesi atau daya beli itu ibarat “manusia”. Tidak bisa melihat keju yang berpindah ke tempat lain. Ia hanya mengais rejeki di tempat sama. Resesi atau lemahnya daya beli, kalau balon, maka itu diibaratkan satu balon yang mengempis atau kalau krisis, balonnya pecah.
Kita berada di depan pintu Disruptions. Saya harap Anda sudah baca bukunya. Di proses disruption itu, teknologi tengah mematikan jarak dan membuat perantara2 (middlemen) kehilangan peran. Akibatnya margin 20-40% yang dinikmati penyalur (grosir-retailer) diserahkan ke digital marketplace (± 5%), seperti Tokopedia, Bukalapak, OLX, dan konsumen. Konsumen menikmati harga jauh lebih terjangkau.
Kini generasi millennials jadi pemain penting dalam konsumsi. Setidaknya satu dari anak2 Anda telah jadi wirausaha baru. Mereka beriklan di dunia maya seperti di FB dan IG, dan dapat pelanggan di sana, berjualan di sana, dan perbuatannya tidak terpantau regulator bahkan orang tua mereka sekalipun.
Kini pengusaha2 lama perlu mendisrupsi diri, membongkar struktur biaya, bukan bersekutu dengan regulator, mengundang kaum muda untuk membantu meremajakan diri, agar siap bertarung dengan cara2 baru. Biarkan kaum tua meratapi hari ini dengan mengatakan daya beli, krisis, atau resesi.
Dunia ini sedang shifting. Orang2 tua-muda memangku cyber babies, kaum remaja terlibat cyber romance. Mereka belajar di dunia cyber, jadi pekerja mandiri. Banyak hal yang akan pindah, bukan musnah. Ia ciptakan jutaan kesempatan baru yang sulit ditangkap orang2 lama, atau orang2 malas yang tinggal di bawah selimut nyaman masa lalu.
Ayo nikmati happy shifting ini. (diolaah dari Rumahperubahan; -oleh Prof. Rhenald Kasali)
Monggo lengkapnya klik aja : (http://www.rumahperubahan.co.id/blog/2017/10/29/hidup-lebih-baik-yang-belum-tentu-disambut-baik-begitulah-shifting-terjadi-cekricek/)-FatchurR