Sumba Target 100 energy terbarukan
Energy masa depan adalah harapan. Berikut dari www.bbc.com, saya sajikan hal itu yang jadi tekad dari suatu pulau untuk merealisasikannya. Pulau Sumba bertekad dalam 5 tahun ke depan akan memakai 100% energi terbarukan.
Sebagian besar dari 700.000 penduduknya tidak memiliki akses ke sumber listrik, dan kini proyek energi bersih mengubah kehidupan mereka. Umbu Hinggu, tokoh adat Sumba, mengatakan dia tak pernah mimpi air terjun di hutan yang terletak di dekat desanya dapat menghasilkan sumber listrik.
Sampai 4 tahun lalu, kelompok lokal membantunya membangun sebuah pembangkit listrik tenaga air skala kecil atau mikro hidro yang menyediakan sumber listrik bagi 350 rumah. “Cukup untuk penerangan di seluruh rumah, TV dan lemari es. Listriknya stabil 24 jam. Ini membuat saya bangga,” jelasnya. Sisa energi yang tidak digunakan dijual ke PLN, menghasilkan uang lebih dari 7 juta/bulan.
Generasi baru
Tahun 2010 studi oleh peneliti 2 lembaga internasional Hivos dan Winrock, menemukan warga Sumba yang memiliki jaringan listrik di rumah mereka, kurang dari 25%. Pajaru Ngara, 67 tahun, mengatakan dia dulu harus berjalan ke ibukota Waingapu beli minyak tanah bagi lampu penerangan. “Saya habiskan 1,5 hari untuk pergi dan kembali ke sini,” katanya.
Kini, cucu laki2nya jadi operator kincir angin kecil yang dipasang di atas atap jerami rumah kayu mereka. “Kini kita punya listrik, artinya anak2 dan cucu kami dapat belajar malam hari, dan saya bangga mereka tahu tentang energi baru ini.” Ada pula warga di desa itu yang memanfaatkan energi matahari.
Target ambisius
Titik2 kecil yang tampak nun di perbukitan itu kincir2 angin kecil pembangkit listrik dan panel surya yang berkilau karena pantulan matahari. Gagasan membuat Sumba jadi ikon pulau energi terbarukan dikembangkan atas kerjasama Hivos – pemerintah dan PLN tahun 2011.
Mei 2013, Bank Pembangunan Asia ADB berkomitmen memberi dana US$1 juta (Rp13 M) mendukung proyek ini dari sisi teknis. Pemerintah berjanji investasi puluhan milliar. Sejauh ini, 50% penduduk di Sumba terhubung sumber listrik, 40% di antaranya menggunakan energi terbarukan.
Ambisinya, dalam kurang dari 5 tahun pemerintah ingin mempensiunkan mesin2 genset berbahan bakar solar dan mengganti dengan 100% energi bersih. Saya mampir di sebuah sekolah. Seorang guru tanya ke murid2nya darimana mereka mendapatkan listrik. “Air, angin, dan matahari!” kata mereka serempak.
Bagaimana pulau lain, tanya guru. “Batu bara!” teriak anak2. Dan itu menyebabkan apa? “Polusi!” jawab bocah2. Wilayah Indonesia yang lain bergantung batu bara. Sebagian pembangkit2 baru dibangun, berbahan bakar batu bara. Tapi dorongan mmakai energi terbarukan bukan perkara kepedulian lingkungan, namun juga pertimbangan ekonomi.
Kebijakan pemerintah mengurangi subsidi solar membuat penggunaan genset di pulau jadi mahal. Tagihan listrik dari pembangkit listrik mikro hidro (PLTMH) 20 ribu / bulan tiap rumah. Warga Sumba hidup tak jauh dari hewan2 peliharaan. Banyak dari mereka memiliki babi. Ini sumber energi bersih –kendati di sisi lain tak tampak begitu bersih.
Biogas dari Kotoran Hewan
Dengan tekno sederhana kotoran babi2 ini dijadikan biogas yang disalurkan ke dapur. “Sebelumnya kami buang kotoran ini tapi kini kami dapat akses ke gas gratis,” jelas Heinrick Dengi. Heinrick Degi mengelola sebuah radio lokal yang populer di pulau ini dan merupakan fasilitator proyek energi terbarukan.
“Ini tidak hanya kebanggaan menggunakan energi bersih. Ini kesempatan bagi warga Sumba bebas dari rantai kemiskinan yang membelenggu mereka.” Sumba salah satu daerah tertinggal dan termiskin dibanding 9.000 pulau lain yang berpenduduk.
Heindrick Dengi mengatakan Sumba model bagi pulau terpencil yang tidak memiliki jaringan listrik. “Banyak hal dapat mudah dilakukan di daerah lain. Biogas dan pompa air tenaga matahari mudah dibangun di wilayah lain. Dan ini mudah dapat dilakukan di mana2 dan dibangun berskala lebih besar”.
Akses ke dunia baru
Masyarakat senang dapat sumber listrik yang sebelunnya hanya impian. Tetapi muncul kekhawatiran dampaknya. Pemimpin adat, Umbu Hinggu mengatakan mereka berupaya cari keseimbangan.
“Aspek negatif dari sumber energi ini adalah anak2 jadi terlalu banyak nonton sinetron dan film barat di TV, dan mereka begadang sampai malam bermain games di computer. Sehingga mereka ngantuk ketika di sekola, kata Umbu Hinggu.
“Orang dewasa kini punya HP begadang sampai malam mengobrol di telepon dan keesokan harinya mengantuk dan tidak bisa turun ke ladang atau kerja di sawah secara maksimal.”
“Kami tidak dapat menghentikannya untuk belajar mengenai dunia luar, tapi kami harus membatasi” tegas Umbu Hinggu.
Masyarakat harus beradaptasi terhadap perubahan sekitarnya, dan PLTMH membantu mereka untuk itu. Jika proyek energi terbarukan ini jalan lancar dan berhasil, dunia luar pasti ingin belajar dari mereka.
Monggo lengkapnya klik aja : (http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2015/12/151126_sumba_energi_baru)-FatchurR