Bekerja untuk menghidupi 126 Santri
(kumparan.com)-Penampilannya sederhana membuat orang tak menyangka, Endang Irawan itu pemilik Pondok Pesantren Nurul Iman khusus hafalan Alquran di Ciomas, Bogor. Tidak ada yang spesial, Endang tampak lebih bangga mengenakan jaket GO-JEK daripada tampil dengan pakaian ala pemuka agama.
“Saya belajar ilmu agar tak dikenal orang. Selain itu, GO-JEK ini berjasa membesarkan pondok saya,” jelas Endang di Kantor GO-JEK, Pasaraya Blok M, Jakarta Selatan, (3/1). Sebelum bergabung di GO-JEK, awalnya Endang sebagai mekanik elektrik khusus wilayah luar Pulau Jawa. Hampir semua pulau besar di Indonesia pernah ia datangi untuk mengais nafkah, untuk keluarga dan 126 orang santrinya.
Sebagai mekanik, Endang butuh 8 bulan baru bisa pulang. Hal itu, menyulitkan baginya. Karena ia punya tanggung jawab mengawasi anak didiknya secara rutin. “Kalau di GO-JEK, saya nyaman. Karena anak didik asuh yang perlu pengontrolan penuh. Kalau dulu saya bisa 8-6 bulan bekerja (di luar Jawa). Kalau sekarang bisa bolak-balik kapan saja” ungkapnya.
Pondok pesantren itu berdiri sejak 12 tahun lalu. Namun, Endang mengakui, sejak bergabung dengan GO-JEK, ia baru bisa lebih fokus mengurusnya. Ini tidak sia-sia. Kini, pondok yang menampung santri usia (12-24) ini bahkan berhasil mencetak penghafal Alquran tingkat provinsi. “Menghafal 30 juz kan tidak mudah” ujarnya bangga.
Dengan tanggung jawab yang besar, Endang selalu meminta didoakan agar selalu sehat. Sebab, jika ia sakit, ia khawatir nasib anak2 asuhnya. “Nanti yang biasanya makan telur, jadi makan genjer. Karena saya ini non-yayasan. Jadi independen pendanaannya,” ucap Endang.
Tdak semua santri di tempatnya dipungut biaya jika belajar di pondoknya. Khusus anak driver GO-JEK yang yatim atau tidak mampu dan ingin belajar, ia akan menanggung biaya2 pondoknya termasuk makan dan kebutuhan se-hari2.
“Yang kedua fakir, fakir itu dia ada penghasilan tapi gak cukup. Itu saya lihat kondisi, kadang saya tidak ambil biaya. Begitu pula yang miskin, atau penghasilannya tidak menentu” jelasnya.
Ia juga memberi uang saku ke santri2 Rp 5 ribu. Sebab, santri ini dilarang keluar dari pondok tanpa izin. “Makanya kalau saya datang, tukang jajanan pasti habis. Tukang bakso, di sana satu mangkok Rp 2 ribu, masuk segerobak pulangnya kosong. Bakwan juga, pokoknya kalau saya datang tukang2 dagang pasti udah bolak-balik” ucapnya sambil tertawa kecil.
Selain waktu lebih fleksibel, dia setelah gabung GO-JEK ia bertemu dengan rekan sesama driver GO-JEK dan customer yang peduli. Meski, awalnya banyak yang tak percaya karena penampilan Endang jauh dari kesan ustad. “Tak ada yang menyangka saya ketua pembina pondok pesantren. Tapi kalau mereka lihat santri cium tangan sama saya, baru percaya”.
Penghasilan dari driver GO-JEK selalu ia bagi 4. Untuk menghidupi santri2nya, keluarga, membayar kontrakan dan untuk diri sendiri. “Selalu saya bagi. Saya punya keluarga, anak yang saya sekolahkan di pondok pesantren di luar kota, dan rumah saya masih ngontrak. Belum untuk saya, untuk beli bensin, service motor dsb”. (https://kumparan.com/@kumparannews/endang-irawan-driver-go-jek-yang-bekerja-untuk-hidupi-126-santri?utm_medium=whatsapp&utm_source=Mobilesite&utm_campaign=Share)-FatchurR