Bagaimana Menyikapi Kritik
Seorang murid di sekolah melukis, dan mengagumi lukisan yang dibuatnya, dan ia menilai itu karya terbaiknya. Dengan besar hati, ia pasang lukisannya di etalase umum di sekolahnya. Ia berharap penilaian dari teman2 satu sekolah. Lalu ia menulis di bawah lukisan tsb :
“Barangsiapa yang menemukan kesalahan pada lukisan ini, mohon diberi tanda dengan menggunakan tinta merah”.
Sore harinya ia temukan lukisan terbaik miliknya penuh dengan coretan2 merah. Begitu banyaknya coretan, sehingga lukisan aslinya tak dikenali . Merasa gagal sebagai pelukis, ia mengadukan hal itu pada gurunya.
Guru yang bijak menasihatinya : “Besok kau taruh lagi lukisan terbaikmu di etalase sekolah, dan tulislah di bawah lukisanmu kalimat seperti ini: “Barangsiapa yang menemukan kesalahan pada lukisan ini, mohon gunakan kuas yang telah tersedia untuk memperbaikinya.”
Dan ia pun melaksanakan nasihat gurunya. Dari jauh ia memperhatikan, ternyata tidak seorangpun berani mendekat ke lukisan itu … bahkan sampai sore hari, tidak ada seorangpun temannya satu sekolah yang mencoba memperbaiki lukisan tsb.
Guru : “Di negeri ini, orang yang mampu menemukan kesalahan atau aib orang lain itu jumlahnya banyak. Namun yang mampu memberbaiki dan berbuat untuk menutupinya sangat langka. Bisanya mengritik dan mencela. Begitulah kondisi kita dewasa ini. Banyak orang yang mahir mengkritisi keadaan, tapi tak satupun yang datang dengan membawa solusi.”
Pelukis itu senyum puas dengan keterangan itu. Ini berlaku utk seluruh aspek, termasuk dikegiatan menulis buku seperti yang saya lakukan. Sering dikritik dan hinaan. Alasannya, buku yang saya tulis tak sempurna. Padahal di setiap buku yang saya terbitkan, selalu ada tulisan, buku ini jauh dari lengkapdan sempurna. Lalu, apa sikap terbaik yang saya lakukan atas kritik itu? Marah atau tebar senyum?
Saya tetap pilih menebar senyum, dan itu selalu saya lakukan. Untuk apa? Saya selalu mengedepankan silaturahim dan ketenangan batin. Kemudian berterimakasih dengan tulus kepada orang yang telah memberi kritik. Rasa terimakasih inilah yang menjadikan batin saya bertambah tenteram, dan memudahkan saya dalam memperbaiki diri.
Sahabatku, kritik itu tidak berbahaya, sangat bermanfaat. Yang berbahaya sikap anti kritik dan murka pada yang mengkritisi, atau sibuk membela diri. Simak seksama, jangan ter-gesa2 membantah, apalagi balas mengritik. Hati2lah jika Anda termasuk orang yang suka mengritik. Komentar spontan yang Anda anggap biasa, bisa jadi menimbulkan luka, dapat menyulut permusuhan dan rasa dendam.
Jika Anda dikritik, sikapi dengan rasa hormat, niscaya kritik yang Anda terima menambah kemuliaan. Jadikan kritik sebagai pembakar semangat untuk memberi bukti sebagai jawabannya. Karena, sebaik-baiknya jawaban terhadap kritik adalah evaluasi dan segera memperbaiki diri. Perubahan diri inilah, merupakan strategi jawaban yang tak terbantahkan. (Muchtar AF; dari grup WA-VN)-FR