Keutamaan Jadi Pemimpin Adil
Rasulul SAW mengatakan pemimpin yang adil sebagai 1 dari 7 kelompok yang dapat naungan Allah pada hari kiamat nanti. Agama tidak hanya menuntut pemimpin bersikap adil, tapi juga terhadap umat manusia secara umum sebagaimana tercantum di Surat An-Nahl ayat 90.
“Sungguh Allah memerintahkan (kamu) untuk berbuat adil dan berbuat baik.” (Q.S An Nahl : 90).
Dalam surat lain, Allah memerintahkan manusia bersikap adil. “Berbuat adillah, Allah menyukai orang-orang yang berbuat adil.” (Q.S Al-Hujurat : 9).
Imam / pemimpin adil disebut golongan pertama yang dapat naungan Allah pada hari kiamat. “Dari Abu Hurairah RA, dari Nabi SAW, bersabda, ‘Ada 7 kelompok/golongan orang yang dinaungi oleh Allah pada hari saat tiada naungan selain naungan-Nya, yaitu pemimpin adil, pemuda yang mengisi hari2nya dengan ibadah, seseorang yang hatinya terpaut masjid”,
“Dua orang yang saling mencintai karena Allah yang keduanya bertemu dan berpisah karena Allah, seorang yang dibujuk berzina oleh lawan jenis berpangkat dan rupawan lalu menjawab, ‘Aku takut pada Allah,’ seseorang yang bersedekah diam2 sehingga tangan kirinya tidak tahu yang dilakukan tangan kanannya, dan seorang yang berzikir di tengah kesunyian sampai menitikkan air mata.” (HR Bukhari dan Muslim).
Penyebutan pertama imam/pemimpin adil ini bukan tanpa makna. Penyebutan pertama imam atau pemimpin adil menunjukkan betapa pentingnya keadilan imam atau pemimpin.
Berbicara mengenai imam/pemimpin adil bukan lagi terkait jenis kelamin atau terbatas pada aparat pemerintah belaka. Imam/pemimpin memiliki pengertian luas. Kata imam/pemimpin juga mencakup siapa saja yang mengemban amanah berbentuk apa pun dan dituntut untuk bersikap adil.
Imam/pemimpin, kata Syekh Hasan Sulaiman Nuri dan Sayyid Alwi bin Abbas Al-Maliki, bisa diterjemahkan sebagai suami, seorang istri, seorang ayah, seorang ibu, anak, guru, murid, kepala bagian (Manajer), komandan, dll yang mengemban amanah dan kewajiban tertentu.
“Imam/pemimpin adil yang memerintah secara umum mengikuti perintah Allah. Ia tempatkan segala hal pada tempatnya tanpa kelebihan dan tanpa kekurangan. Kata ‘memerintah’ dalam arti pemegang amanah, di sini mencakup presiden dan aparat sampai tingkat terbawah, seorang di tengah istri dan anak-anaknya, istri di rumah, guru di dalam kelas.”
(Lihat Syekh Hasan Sulaiman Nuri dan Sayyid Alwi bin Abbas Al-Maliki, Ibanatul Ahkam Syarah Bulughul Maram, [Beirut, Darul Fikr: 1996 M/1416 H], cetakan pertama, juz II, halaman 256).
Dari keterangan itu, kita dapat menarik simpulan bahwa Allah mengapresiasi dan mencintai imam atau pemimpin yang adil. Imam atau pemimpin memiliki pengertian yang cukup luas, yaitu mencakup siapa saja yang mengemban amanah dan kewajiban tertentu. Walllahu a‘lam bissawab. (opch)-FR *