Maulid Nabi Momentum Tingkatkan Toleransi
(republika.co.id)-JAKARTA; Peringatan maulid Nabi Muhammad SAW jangan hanya dijadikan seremonial saja. Umat Islam diingatkan menjadikan peringatan maulid Nabi tiap 12 Rabiul Awal sebagai momen meneladani Rasulullah.
Wasekjen PBNU KH Masduki mengatakan, inspirasi besar dari Rasul, konteksnya pas untuk Indonesia adalah tasamuh atau toleransi. Karena kita majemuk, maka tepat mengembangkan tasamuh yang dicontohkan dan diajarkan oleh Rasulullah.
“Islam itu agama tasamuh, Rasul menyampaikan Islam adalah agama toleransi,” katanya ke Republika, Kamis (7/10). Ia mengatakan, tasamuh artinya toleran terhadap hal-hal yang tidak mengganggu prinsip dasar ajaran agama Islam. Karena itu, umat Islam diajarkan bisa bertasamuh dengan siapa pun. Nabi Muhammad SAW bisa bertasamuh dengan orang lain yang tidak sama keyakinannya.
“Ketika beliau mendirikan Negara Madinah, salah satu prinsip dasar Negara Madinah itu tasamuh, jadi ada persamaan hak antara orang Islam dan orang beragama lain di Madinah,” ujarnya. Semua warga Madinah mendapat hak yang sama. Umat Islam tidak mempersoalkan mayoritas dan minoritas.
Karena itu, sejarawan menyebut konsep Negara Madinah itu negara paling modern hingga kini. Dulu, orang-orang belum memikirkan persamaan hak, tapi Rasulullah sudah mempraktikkannya.
PBNU mengimbau pada mubaligh dan mubalighah yang diundang ke acara maulid Nabi supaya memotivasi umat Islam agar menyukai sains. Hal ini penting agar umat Islam peduli lebih besar terhadap sains. “Karena kita umat Islam (Indonesia) tertinggal di bidang ilmu sains dari bangsa lain” ujarnya.
Ketua PP Muhammadiyah Anwar Abbas mengatakan, ada perbedaan pendapat tentang maulid Nabi di kalangan umat Islam. Namun, perbedaan pendapat itu tetap harus saling dihormati. Ada hikmah di balik peringatan maulid Nabi, yaitu menjadikan Nabi Muhammad SAW sebagai uswatun hasanah.
“(Nabi SAW) itu sosok yang akan kita tiru dan kita teladani, baik dalam hal yang berhubungan dengan akidahnya, ibadahnya, akhlaknya dan muamalahnya,” kata Anwar kepada Republika, Kamis (7/11).
Hikmah Maulid Nabi adalah umat Islam bisa meneladan cara berpikir, berbicara dan perilaku Nabi. Anwar menjelaskan, hidup pada zaman Nabi beda dengan saat ini. Namun, hal-hal yang ada ketetapan yang jelas dalam Alquran dan sunah tidak boleh diubah.
Ia contohkan, zaman Nabi belum ada bank, pasar modal, dan asuransi. Namun, Rasulullah mengajarkan nilai-nilainya sejak dulu, seperti melarang manusia terlibat praktik riba. Umat Islam dilarang terlibat praktik tipu-tipu, perjudian, serta berbohong. “Nilai yang diajarkan Rasul harus dibawa ke dalam kehidupan dan transaksi bisnis,” kata Anwar.
Karena bisnis bank belum ada di zaman Nabi, maka ulama ber-ijtihad. Di Indonesia, ada MUI yang telah melakukan ijtihad dan mengeluarkan fatwa. “Sehingga ada fatwa yang berhubungan produk-produk bank syariah, ada fatwa berhubungan dengan produk asuransi syariah, ada fatwa tentang pasar modal dan rumah sakit syariah,” ujarnya.
Ketua Umum Rabithah Alawiyah Habib Zen Umar bin Sumaith juga mengajak umat Islam meneladan akhlak mulia Rasulullah. Ia berpesan agar peringatan maulid Nabi tak sebatas seremonial.
“Bentuk kecintaan kita ke Rasul perlu diteguhkan, diekspresikan dalam bentuk kecintaan yang tidak hanya seremonial, tapi meneladan akhlaknya,” kata Habi Zen saat berbincang dengan Republika, (7/11).
Dia katakan, seseorang yang mencintai Rasulullah, harus mencontoh akhlak mulia Rasul. Perayaan maulid harus dapat mengubah perilaku umat yang memperingatinya. Misalnya, dari yang tadinya berperilaku tidak baik menjadi baik dan dari yang baik menjadi makin baik.
Sah-sah saja peringatan maulid Nabi sebagai ekspresi kecintaan dan kegembiraan. Hal itu dianggap tidak cukup. Umat Islam harus bisa berdakwah sesuai ajaran Rasul. “Kalau dakwah Rasulullah bisa melunakkan semua hati yang keras, kita harus bisa seperti itu. Itu pesan yang harus dijalankan tiap Muslim,” katanya.
Umat Islam juga harus meneladan cara Rasulu menjalin hubungan dengan sesama Muslim dan non-Muslim. Karena, pada zaman Rasulul, agama yang dianut ada Yahudi, Nasrani, dan agama selain Islam.
Nabi Muhammad saat itu memperlakukan non-Muslim dengan baik. “Oleh karena itu, semua orang di Madinah nyaman dan terlindungi baik, di kalangan Muslim dan non-Muslim,” katanya. (
(fuji eka permana/ali yusuf, Red: satria kartika yudha; Budi Raharjo; Bahan dari : https://www.republika.co.id/berita/q0mk32415/maulid-nabi-momentum-tingkatkan-toleransi)-FatchurR *