Limbah Tekstil Jadi Produk Ekonomi Dan Ramah Lingkungan
(ekonomi.bisnis.com)-JAKARTA; Industri tekstil mendukung pemerintah mewujudkan industri hijau. Kendati belum semua pabrikan memakai energi alternatif, pebisnis terus berbenah diri guna mendapat Proper hijau dan biru dari Kemen-LHK.
Sekjen Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wiraswasta mengatakan secara regulasi global, industri dituntut lebih ramah lingkungan. “Ini kami tanggapi dengan baik demi bisnis berkelanjutan. Dari segi buyer-nya pun menuntut kami lebih ramah lingkungan” ujarnya
Industri ramah lingkungan terbagi beberapa kategori. Pertama, industri tidak mencemari lingkungan air, udara, dan tanah. Kedua, bahan baku bisa di-recycle, re-use, re-degradable. Ketiga, produk yang digunakan dalam produksi hingga produk jadi harus ramah lingkungan. Selain itu faktor efisiensi dan efektivitas penggunaan energi juga jadi faktor penting.
Salah satu standar bagi produk ramah lingkungan dilihat dari penerimaan barang saat ekspor ke luar negeri. Di AS dan Eropa produk diteliti dulu. Jika terdeteksi mengandung bahan kimia berbahaya, pembeli akan menolaknya. “Permasalahannya kadang ada industri rumahan contohnya bengkel dan pengrajin batik yang membuang limbah sembarangan,” kata Redma.
Pemerintah optimistis sektor tekstil tumbuh 7%. Asosiasi Pertekstilan Indonesia menyebutkan performa industri tekstil tahun ini relatif stagnan karena belum ada perubahan signifikan dari sisi kebijakan dan investasi sejak 2019.
Direktur Industri Tekstil, Kulit, Alas Kaki, dan Aneka Kemenperin Muhdori mengatakan pemerintah berupaya terus menggerakkan industri, salah satunya mendorong ekspor. Pemerintah misalnya menegosiasi menurunkan bea masuk untuk produk ekspor ke sejumlah negara, termasuk AS.
“Saat ini pemerintah bernegosiasi dengan AS mengenai pajak 10% yang dibebankan kepada barang ekspor dari Indonensia. Harapannya pada Juli tahun ini sudah bisa terlihat hasilnya,” ujar Muhdori.
Pemerintah juga menekan impor tekstil dan produk tekstil, termasuk memperketat aturan masuknya barang dari luar negeri sejak awal 2020. Hasilnya dari penurunan impor kain sebagai bahan baku garmen yang turun 33% pada periode kuartal I/2017. Penurunan impor kain diharapkan meningkatkan utilisasi pabrik kain nasional.
(Regi Yanuar Widya Dinata; Editor : Ratna Ariyanti; Bahan dari : https://ekonomi.bisnis.com/read/20170507/257/651528/pabrikan-tekstil-dukung-industri-ramah-lingkungan)-FatchurR *