Ceritera Warung Nasi Bu Eha Di Bandung Langganan Keluarga Presiden Pertama
Warung ini menjadi kenangan banyak mahasiswa, dan karyawan dan pensiunan PMP Telkom secara berkala masih menikmati sajiannya. Agar yang lain tidak penasaran, berikut saya cuplik sediit tentang Warung Bu Eha dari sumber berikut ini :
(m.ayosurabaya.com)- Di pojok gang Pasar Cihapit, Kota Bandung, ada kios yang menjajakan aneka olahan masakan Sunda. Di depan kios itu berjajar deretan meja dan bangku untuk melayani pelanggan, sebagaimana warung makan umumnya.
Bentuknya sederhana, dan menu makanan dan disajikan bergaya prasmanan. Ada bermacam olahan pepes, telur bumbu rendang, gepuk, tahu-tempe, ayam goreng, dll. Di balik dapur, 3 pekerja sibuk memasak, melayani perut pelanggan.
Ada yang mengundang tanya di salah satu dindingnya. Di sana ada foto Presiden Soekarno, Ridwan Kamil, dan guntingan artikel koran yang memuat kisah sang warung. Di rak kaca yang dekat area kasir adat foto isteri Soekarno, Hartini, dibingkai kayu. Di sebelahnya ada foto anak bungsu Soekarno, Guruh Soekarnoputra bersama wanita pemilik warung.
“Warung nasi ini sejak 1947, dari jaman Agresi Militer Belanda pertama. Tapi tempat sebelahnya belum jadi pasar, berupa lapangan,” ungkap wanita itu, Eha, yang kesehariannya rutin mengawasi dan menjaga kasir warung.
Ayobandung.com ke Warung Nasi Bu Eha pada (16/10/20) siang. Suasana sepi mengingat berdekatan dengan ibadah Salat Jumat. Meski berusia 89 tahun, Eha senang berbagi cerita dengan pengunjungnya. Suaranya lantang, dan sempat berteriak menegur anak-anak kecil yang ribut berlarian di lorong pasar.
Eha mengatakan, warung ini didirikan ibunya pada 1947. Kala itu, dia berada di Jogjakarta. Menu masakan yang dijual di warung kala itu tak jauh beda dengan yang dijual sekarang. Bedanya, ada menu western yang digemari para warga Belanda.
“Dari dulu masakannya mirip seperti ini, tapi belum ada pais-pais (pepes). Adanya bistik, setup, dan sop. Masih ada orang Belanda yang makan,” ungkapnya. Wanita kelahiran 1931 ini baru tinggal di Kota Bandung setelah Belanda melancarkan Agresi Militer-2 akhir 1948 di Jogja, tempatnya bermukim. Pada 1949, Eha mulai ikut mengurus warung.
Tahun demi tahun Eha lalui berdagang masakan khas Sunda di warung itu. Perlahan sekitarnya berubah jadi pasar tradisional. Warung nasinya kala itu salah satu tempat makan andalan warga Kota Bandung; mulai dari mahasiswa hingga keluarga sejumlah tokoh negara.
“Dulu banyak mahasiswa yang makan di sini, tahun 1960-an sampai 1987. Kebanyakan mahasiswa-ITB, Unpad, ITT (sekarang STT Tekstil), Unpar. Kalau makan siang sering di sini. Bawa map, bawa ransel, pakai sendal jepit,” tuturnya.
Anak sulung Soekarno dari Fatmawati, Guntur Soekarnoputra, pelanggan mahasiswa yang kerap mengisi perut di warungnya. Guntur mengenyam bangku kuliah di ITB dan lulus pada 1966. “Guruh dulu sering makan di sini dengan temannya waktu kuliah,” ungkapnya.
Adik, Guruh Soekarnoputra sempat beberapa kali ke warungnya. Eha sebut Guruh menggemari sajian jengkol olahannya. Selain kedua anak Soekarno itu, memori yang paling dikenang tentang pelanggannya adalah sosok Hartini. Eha mengatakan selepas Soekarno wafat, istri Soekarno setelah Fatawati tersebut sempat tinggal di Jalan Anggrek dan kerap memesan makanan di warungnya.
“Kesukannya Bu Hartini itu otak sama udang, dia pasti pesan itu kalau ke sini,” terang Eha. Ia juga menyebut anak-anak dari Ibrahim Adjie, Letjen TNI pempimpin pasukan Siliwangi, sering memesan makanan Sunda yang dijajakan di warungnya.
Di sela perbincangan, Eha beberapa kali menayakan soal pelanggan-pelanggannya itu ke karyawannya. Para pekerja di warungnya kebayakan bekerja sejak lama dan sempat melayani keluarga petinggi negara itu. Salah satu yang paling diingat karyawannya adalah masakan kesukaan Gubernur Jabar, Ridwan Kami.
Kang Emil, sapaan Ridwan Kami, disebut jadi pelanggan Warung Nasi Bu Eha sejak lama, termasuk ketika ia menjabat Wali Kota Bandung. “Waktu jadi wali kota, Kang Emil suka ke sehabis salat Jumat. Kesukaannya itu macam-macam pepes, peda dan nasi merah,” ungkap Eha.
“Malah dia ngambil minum sendiri ke dapur. Biasa makan di sini,” jelasnya. Kini, Eha mengakui warung nya tak seramai dulu. Tidak banyak mahasiswa datang santap siang di sini. Selama Ayobandung.com berada di warung ini, kebanyakan pelanggan yang datang adalah mereka yang berusia 40 tahun ke atas.
“Sudah jarang mahasiswa ke sini, sekarang sepi. Paling hanya 1/4 dari jumlah pengunjung waktu dulu. Walau langganan ibu dulu yang sekarang sudah kerja masih sering ke sini,” ungkapnya.
(Adi Ginanjar Maulana; Nur Khansa Ranawati; Bahan dari : https://m.ayosurabaya.com/read/2020/10/16/3742/cerita-warung-nasi-bu-eha-di-bandung-langganan-keluarga-soekarno)-FatchurR *