Kesehatan

Kembangkan Obat berbahan Baku Alam Indonesia

(beritasatu.com)-JAKARTA; Terlibat dalam institusi ternama, seperti Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) itu mimpi kebanyakan orang. Namun, ahli farmakologi molekuler, Dr Raymond Tjandrawinata kembali ke Tanah Air mengembangkan potensi biodiversitas Nusantara jadi obat-obatan.

“Pengalaman kerja dengan saintis di NASA memperkaya perspektif saya sebagai saintis biomedis,” ungkap peraih WIPO Medal for Inventor Award, SINTA Award dan Habibie Award tertulis, Selasa (1/6/2021).

Dia meneliti obat dari bahan alam sejak menimba ilmu di AS. Ia bisa disebut putra Indonesia pertama  yang mempelajari ilmu rekayasa genetika pada era 80-an, karena pada waktu itu ilmu rekayasa di Indonesia belum didalami. “Pada waktu kuliah S-1 di pertengahan 1980-an, penelitian rekayasa genetika baru  dimulai,” katanya.

Pada 1991, astronaut wanita Dr Millie Hughes-Fulford mengajak Raymond di proyek penelitian spacelab life sciences dengan menerbangkan pesawat ulang alik ke luar angkasa. Proyek ini misi spacelab pertama yang didedikasikan untuk penelitian biomedis. Tujuannya mengkaji secara ilmiah ekspresi gen tulang manusia kaitan pengeroposan tulang pada kondisi tanpa gravitasi.

Lalu diia kembangkan obat dari bahan alam saat kerja di perusahaan farmasi terkemuka di AS, Smithkline Beecham (90-an hingga 2000). Di perusahaanini, ia belajar teknik riset laboratoris yang sering digunakan oleh perusahaan farmasi di AS.

“Di sana saya banyak belajar cara mengembangkan obat baru dengan teknik riset translasional dari lab ke pasien,” ujar peraih penghargaan SmithKline Beecham IMPACT Award Philadelphia (1997) dan Marquee’s Who’s Who in Science dan Engineering (2008 dan 2011).

Awal 2000-an, dia kembali dan berkarier di perusahaan farmasi terkemuka, PT Dexa Medica. Pendiri PT Dexa Medica, Rudy Soetikno (alm) memiliki visi mengembangkan obat-obatan dari kekayaan alam. Pada 2005, Raymond dipercaya memimpin Dexa Laboratories of Biomolecular Sciences (DLBS).

Pusat riset ini pelopor pengembangan obat modern asli Indonesia (OMAI) yaitu bahan alam berteknologi modern. Hingga kini, dia terus dikembangkan bahan alam yang teruji klinis. Dia pegang 64 paten berkaitan OMAI. “Saya selalu mendapat tantangan untuk lebih banyak mengembangkan obat baru,” kata Raymond.

OMAI, obat berbahan alam teruji secara praklinis (obat herbak terstadar) dan klinis (fitofarmaka). Obat-obatan fitofarmaka yang diproduksi : Berbahan kayu manis dan daun bungur untuk DM, ada yang terbuat dari cacing tanah untuk pasien jantung dan stroke, dan ada yang terbuat dari kayu manis untuk membantu mengatasi gangguan asam lambung.

Pengembangan obat fitofarmaka tak mudah. Namun, dia lihat potensi besar pengembangan fitofarmaka, yakni selain mencapai kemandirian farmasi nasional, juga mendorong perekonomian petani.

“Impor bahan baku obat bisa dikurangi, sehingga petani sejahtera. Petani bisa sejahtera jika produsen beli bahan baku yang berton-ton,” tutur peraih gelar doktor dari University of California tersebut.

Pria penyandang gelar Masters of Business Administration in Management dari Golden Gate University ini menilai, kesejahteraan ekonomi petani mendorong pertumbuhan UMKM. “Kita bisa menyejahterakan dengan biodiversity alam Indonesia” pungkasnya. 

(Indah Handayani; AB; Bahan dari  : Beritasatu.com dan https://www.beritasatu.com/figur/781485/kembangkan-obat-berbahan-baku-alam-indonesia)-FatchurR *

Tulisan Lainnya :

  • Tidak ditemukan tulisan
Tags

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *




Enter Captcha Here :

Lihat Juga
Close
Back to top button
Close
Close