Kanker bisa miskinkan penderitanya
SINGAPURA, KOMPAS-Mahalnya biaya terapi kanker menyebabkan setidaknya 5% dari pasien di Asia Tenggara dan keluarganya jatuh miskin. Untuk itu, perlu kebijakan prioritas pencegahan dan edukasi serta subsidi yang tepat sasaran.
Dr Nirmala Bhoopati, Social and Preventive Medicine, University of Malaya Faculty of Medicine, Kuala Lumpur, Malaysia, menyatakan, angka itu data yang dikumpulkan di 8 negara di Asteng, yakni Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Thailand, dan Vietnam.
Tim peneliti mengevaluasi pasien yang membayar biaya terapi lebih dari 30% penghasilannya. Pasien tak bisa memenuhi kebutuhan se-hari2, dan berpenghasilan di bawah 2 dollar AS per hari. Pengeluaran besar terapi kanker berdampak negatif. Berdasar studi, hampir 20% pasien tak berobat karena tak mampu bayar obat. Pasien kurang mampu berrisiko kematian 80% dalam 12 bulan setelah diagnosis dibanding pasien lain yang tak kesulitan ekonomi.
Menurut Prof Christoph Zielinski, dari Medical University of Vienna, Austria, dalam European Society for Medical Oncology (ESMO) Asia 2015, di Singapura, Jumat (18/12), seperti dilaporkan wartawan Kompas, Amanda Putri, kanker menimbulkan beban keuangan signifikan kepada pasien, termasuk di negara berpendapatan menengah ke atas.
Karena itu, pasien di negara menengah ke bawah menghadapi beban lebih besar. Hanya deteksi dini yang bisa meringankan beban itu. Mereka yang didiagnosis kanker stadium lanjut tak punya asuransi kesehatan, berpendapatan rendah, menganggur, dan berpendidikan rendah, sehingga rentan krisis finansial. “Stadium kanker, mayoritas risiko dari malapetaka finansial dan kematian lebih cepat,” kata Nirmala.
Namun, pasien berpendapatan minim tetap rentan secara finansial meski didiagnosis kanker stadium dini. Jadi, strategi mengatasi dampak finansial pada pasien kanker yang kurang mampu harus diprioritaskan.
Studi itu menawarkan data signifikan bagi pengambil kebijakan untuk menerapkan strategi pengendalian kanker yang efektif. Deteksi dini mengurangi dampak ekonomi dan kesehatan pada pasien berpendapatan menengah ke bawah. Akses layanan medis dan perlindungan risiko finansial pun perlu ditingkatkan.
Inovasi terapi
Terkait kemajuan terapi, Tanguy Seiwert, Associate Director Program Kanker Kepala dan Leher University of Chicago, Amerika Serikat, mengatakan, terapi imun punya efek samping jauh lebih kecil dibandingkan kemoterapi.
“Sistem kekebalan tubuh terlalu kuat bisa menyerang tubuh sehingga tetap ada efek samping terapi imun”. Richard Quek, Deputy Head Divisi Onkologi Medik Pusat Kanker Singapura, mengatakan, pengobatan kemoterapi tak efektif, khususnya melanoma. Terapi melanoma paling efektif ialah terapi target dan terapi imun karena titik kanker terdeteksi jelas di permukaan kulit.
Aung Myo, AP Regional Medical Affairs Director, Oncology MSD, menyebut, 2011-2015, riset pembrolizumab mencapai lebih dari 160 uji klinis pada 30 jenis tumor, melibatkan 22.000 pasien. Hasilnya positif pada 17 jenis tumor antara lain, kanker paru dan kanker hati. (Lusia Kus Anna; Harian Kompas; http://health.kompas.com/read/2015/12/19/150000923/Kanker.Bisa.Memiskinkan.Pasien)-FatchurR