Keunikan khas Papua
Jayapura, Papua punya keunikan2 khas daerah, seperti noken, saly, honay, koteka, ukiran, dsb. Meski kemajuan pembangunan dan informasi telah menempatkan keunikan2 itu sebagai ketertinggalan, tetapi memberi makna sebagai kearifan budaya dan tradisi lokal.
Keunikan itu tidak diperhatikan Pemda setempat. Ada peralatan2 tradisional yang ditinggal nenek moyang dan bertahan sampai kini. Misal, noken (bahasa Biak, artinya tas), keranjang yang digunakan kaum pria-wanita di Papua. Noken salah satu bentuk aksesori paling diminati masyarakat.
Kini noken banyak ditemukan di Paniai. Daerah ini gudangmya. Penduduk menyebut agiya. Di Paniai dikenal 6 jenis agiya : Goyake agiya, tikene agiya, hakpen agiya, toya agiya, kagamapa agiya, dan pugi agiya. Kabag Tata Usaha Dispar Kab Paniai Thomas Adi menyebut, jenis2 agiya ini dibedakan sesuai bahan, bentuk, warna, dan pemakaian dalam suku.
Di Paniai dikenal 5 suku, yakni Mee menguasai goyage agiya, suku Dani menguasai tikene agiya dan hakpen agiya, suku Ekari menguasai jenis toya agiya, suku Nduga memiliki kagmapa agiya, dan suku Moni menguasai pugi agiya. Tapi, belakangan semua jenis agiya menyebar tanpa batas suku, agama, dan warna kulit sampai ke seluruh Papua.
Noken atau agiya ini bagi perempuan di pedalaman digunakan menyimpan anak bayi, babi, umbi2an, sayur, dan pakaian. Sering di dalam noken bertali digantung di bagian kepala mengarah ke bagian punggung dan belakang perempuan. Di noken/agiya ini kadang disimpan bayi dan di sampingnya diletakkan umbi2an dan sayur2.
Bahan dasar agiya, yakni kulit kayu dan anggrek. Daerah Pegunungan Tengah terkenal dengan berbagai jenis anggrek hutan. Anggrek2 ini belum dikenal dan diidentifikasi secara teratur. Tanaman anggrek belum dibudidayakan masyarakat Papua.
Padahal, anggrek dapat meningkatkan kesejahteraan. Beberapa pendatang mencoba mengumpulkan jenis2 anggrek Papua dan mengikuti sejumlah pameran di luar Papua, sehingga menjadikan anggrek sebagai sumber hidup utama.
Di Sentani Kab-Jayapura, noken disebut holoboi. Noken besar untuk bangsawan disebut wesanggen. Saly, pakaian bawahan perempuan suku Dani, di Pegunungan Tengah Papua, terbuat dari serat kayu atau serat pelepah pisang.
Batang serat (pelepah) pisang dihaluskan, diiris dalam bentuk tali2 panjang, dikeringkan, kemudian dirajut menyerupai pakaian bawahan perempuan. Belakangan bahan dasar saly dari benang dan kulit kayu berkualitas. Perempuan suku Dani mengenakan saly pada usia tahun. Bagian atas tak ada pakaian khusus. Bagi anak2 gadis saly yang sama sering digunakan menutup bagian dada.
Bagi kebanyakan ibu2, bagian atas (dada) tidak tertutup maksudmya memudahkan menyusui bayi. Papua memiliki rumah tradisional : Honay. Rumah tradisional suku2 di Pegunungan Tengah ini berbentuk lingkaran berdiameter 3-5 mt, bagian atap berbentuk kerucut. Ada honay khusus ternak babi, ada honay khusus pria, dan honay khusus wanita.
Ruangan dalam honay sengaja dibangun sempit, tidak berventilasi (jendela) ini bertujuan menahan hawa dingin. Daerah Pegunungan Tengah, seperti Puncak Jaya (5.030 m) dan Paniai memiliki suhu sampai 5®C. Guna mengatasi udara dingin itu, orang pedalaman membuat honay setinggi 2,5 meter, dan di dalam honay itu dipasang api unggun untuk menghangatkan badan.
Dalam perkembangan terakhir seiring kemajuan pembangunan, sejumlah alat2 tradisional Papua itu mulai dipadukan beberapa pakaian hasil produksi pabrik. Misalnya, saly dipadukan dengan celana pendek, bra, dan pakaian perempuan jenis lainnya.
Perempuan terpelajar di Pegunungan Tengah, pakaian perempuan tradisional ini tidak digunakan. Bahkan, perempuan suku Dani sudah jarang terlihat mengenakan saly kecuali pada upacara adat tertentu. (http://cindyputrisugiono.blogspot.co.id/2015/03/keunikan-papua.html)-FatchurR