Mall dan Musholla
Ketika seorang dosen melontarkan pertanyaan aneh kepada para mahasiswanya: “Apakah analisa anda tentang musholla di mall?”. Banyak pikiran skeptic yang hinggap pada kepala mahasiswanya. Pertanyaan model apa ini? Ya logis saja, setiap mall ya ada musholla, untuk ibadah pengunjung dan karyawannya.
Setasiun ada mushola. Terminal bus ada mushola. Bahkan Rumah Sakit non Islam-pun menyediakan tempat sholat bukan saja untuk pengunjung tetapi juga untuk pegawainya. Apanya yang aneh? Tapi memang pak Dosen, mengajak mahasiswanya berpikir sebagai seorang ilmuwan.
Ilmuwan selalu melihat fakta (musholla di mall) dari berbagai prespektif. Kadang ia melihat adanya alur konsep, walau selalu mencoba tetap objektif dan netral. Ia memandang suatu symptom, ia tarik dan di-induksikan kearah general. Bila ia menarik sebuah kesimpulan, maka analisanya selalu reasonable dan verifialable (siap diuji).
Muncul berbagai jawaban atas pertanyaan sederhana yang mungkin tidak terlintas orang awam. Faktanya, beberapa mall atau super market di Jogja, Indo Grossir, Progo (belakang Beringharjo), Galeria, Ambarukma Plaza dan terbaru City Mall, yang sengaja diurut mulai dari yang tertua. Bila orang mencoba sholat ditempat2 itu berurutan, baru kita paham pengamatan dosen yang cerdas itu.
Dari kondisi mall dari yang paling kumuh dan “nylempit”, sampai yang paling mewah megah di setiap lantai. Ternyata hanya dengan mengamati sejarah musholla di mall, mungkin bisa merefleksikannya pada kenyataansejarah Islam yang melekat pada kaum Urban di Indonesia.
Gejala ini serupa dengan kondisi mesjid2 di Toll Cipularang, jalur Toll yang paling padat. Jalan Toll ini dibuka 2005 dan tengoklah kemegahan mesjid di km 34, 57, 99. Masya Allah. Artikel ini bukan bermaksud menampung komentar mahasiswanya pak dosen, tapi sedikit menyingkap kejelian ilmuwan dalam mengamati dunia sekitarnya. Wallahu A’lam bishawab. (Sadhono Hadi; dari grup WA-BPTg)-FR
Keterangan gambar : Masjid di Tol Jakarta Cikampek Km 57 (FR)