Penggunaan Serat Optik di kota Besar
Kita mengetahui bahwa selama ini Indonesia mempertahankan pita 3,4 – 3,6 GHz khusus untuk layanan Satelit dan tidak berbagi (share) dengan layanan terestrial. Saat ini Indonesia sudah menginjak kemajuan dan kebutuhan nasional untuk memanfaatkan jaringan terestrial yang efisien untuk akses kapasitas kecepatan tinggi dengan masuknya teknologi 3G, 4G, dan kemudian 5G yang menyediakan pitalebar bagi para penggunanya, khususnya di daerah2 padat dan kota2 besar.
Penggunaan SO (Serat Optik) dan jaringan terestrial dengan kapasitas besar sekali akan memberikan akses kepada pelanggan di daerah2 padat dan kota2 besar dengan harga murah dibandingkan apabila menggunakan prasarana satelit.
Jaringan satelit tetap diperlukan bagi daerah2 terpencil dan 92 pulau2 terluar RI yang masih akan mahal apabila disambung dengan jaringan terestrial. Pita satelit 3,4 – 3,6 GHz dapat berbagi dengan layanan terestrial selagi jaringan terestrial radio seperti GM (gelombang mikro) dll belum terlalu padat.
Memperjuangkan dengan gigih pita 3,4 – 3,6 GHz untuk satelit saja seperti kita lakukan hingga kini, akan menguras banyak tenaga tidak perlu, selagi sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan dan kepentingan nasional secara menyeluruh.
Kita memang didukung operator2 satelit multinasional yang usahanya hanya bidang satelit. Seraya banyak negara termasuk negara berkembang yang sudah lebih maju sudah meninggalkan kebijakan pita ini hanya digunakan satelit.
Posisi Tiongkok terkait pita 3,4 – 3,6 GHz
Mengenai teknologi 5G sebaiknya kita punya sasaran mengadakan proyek uji-coba (pilot project) dengan menggunakan perangkat buatan dalam negeri, dan bukan menunggu tawaran2 vendor asing. Indonesia sebagai negara besar dengan kemampuan tenaga ahli yang memadai harus tetap meneliti dan mengembangkan perangkat 5G sendiri. Awalnya butuh ahli atau kerjasama perusahaan LN.
Prioritas kepentingan nasional adalah memeratakan jaringan 3G dan 4G hingga pelosok negeri, dan tidak ber-lomba2 untuk menunjukkan kehebatan menggunakan teknologi canggih lebih dahulu, yang malah akan melebarkan kesenjangan sosial.
Bila teknolog 3G menjangkau merata secara nasional (dengan demikian banyak pemakainya) akan mempercepat pengembalian modal insestasi operator, dan lebih murahnya layanan bagi rakyat pelanggan. Kapasitas 3G yang menyediakan pitalebar 2 Mbps kini amat bagus, seraya jaringan nasional bahkan di Jakarta sering hanya bisa meneruskan kecepatan kurang dari 0,5 Mbps saat malam hari.
Teknologi 4G sudah menyediakan akses 100 Mbps yang belum kita perlukan saat ini. Sebaiknya pembuatan perangkat 4G dijadikan batu loncatan dan sasaran antara saja untuk meraih penelitian dan pengembangan perangkat 5G sebagai sasaran akhir, yang diperkenalkan 2020, bahkan sebelumnya. (Salam akhir pekan, APhD)-FR