Embun Pagi-Shalat Ibrahim
Sarah perempuan Ur yang cantik jelita. Ia yang tercantik diantara wanita kaumnya. Ia kini berjalan mengikuti suaminya yang terusir. Tujuan mereka negeri Mesir, negeri makmur dengan peradaban tua yang tinggi.
Mereka hendak memasuki wilayah raja yang fajir, sombong, buaya darat, merendahkan wanita, menganggap hanya dia yang berhak memperistri wanita cantik. Itu sebabnya, ia gemar merebut istri orang. Ibrahim suaminya, tahu bahaya yang menghadang di depannya. Hatinya berdebar, khawatir, namun tidak ada pilihan lain.
Jalan selatan ia akan melalui padang pasir yang ganas baik iklim maupun begal yang akan merampas bawaannya atau bahkan mengambil nyawanya. Sedang lewat Utara ia akan melewati daerah keras yang belum berpenghuni.
Ibrahim seorang teramat jujur dan hampir tidak pernah berbohong, seingatnya ia 2x berbohong, itupun untuk meyenangkan istrinya. Ia berkata ‘aku sakit’, tapi ia berkata sebaliknya. Kali ini ia terpaksa berbohong lagi, “Dinda, bila ada yang bertanya, katakanlah engkau adalah saudaraku. Menurut agama kita, kita adalah bersaudara”, katanya ketika ia melihat pengawal dikejauhan.
Mata pengawal kerajaan itu terbelalak melihat kecantikan ‘saudara perempuan’, pengelana yang melewatinya. Ia seolah bukan manusia biasa, namun seorang Dewi yang turun dari langit. Ia bergegas menuju ke istana untuk mengabarkan temuannya itu dan berharap mendapatkan hadiah besar dari rajanya.
Ia melaporkan, “Tuanku, sungguh seorang wanita teramat cantik melewati wilayahmu dari jurusan timur. Ia hanya patut menjadi istrimu”, katanya meyakinkan.
Raja penasaran memerintahkan menghadapkan wanita itu. Ketika Sarah ditarik dari sisinya, Ibrahim tidak kuasa mempertahankannya. Ia pada situasi yang terjepit dan tidak berdaya, hanya kepada Allah, Tuhan Yang Esa yang diyakininya ia berharap pertolongan. Ibrahim bangkit dan melakukan shalat. Diserahkan sepenuhnya nasib istrinya kepada Allah.
Raja begitu terpesona melihat kecantikan Sarah. Dipandanginya wanita itu dari ujung rambut sampai bawah kaki, kemudian ia menjulurkan tangannya kearah perempuan itu. Namun, belum sampai tangan itu menyentuh Sarah, mendadak tangan itu lumpuh tak berdaya. Raja terkejut dan berkata,
“Berdo’alah kepada Allah agar membebaskan tanganku. Aku tidak akan mengganggumu lagi.” Sarah berdoa dan tangan Raja bebas kembali. Namun, kecantikan Sarah, membuatnya ia lupa lumpuhnya tadi, kembali tangannya terjulur hendak meraih wanita cantik itu.
Kembali tangannya lumpuh dan kini disertai sakit menjalar keseluruh lengannya. Ia mohon agar Sarah berdoa lagi dan tangannya kembali sembuh. Namun kesakitannya tidak membuat ia jera, perbuatannya diulangi lagi dan kini tangannya lumpuh total dengan kesakitan luar biasa. Raja itu menjerit dan memohon untuk disembuhkannya lagi. Sarahpun berdoa dan kembali lengan raja itu sembuh kembali.
Kali ini Raja betul2 kapok dan berkata kepada pengawal yang tadi membawa Sarah, “Yang kau hadapkan kepadaku itu syaitan, bukan manusia. Keluarkan dari negeriku”, Ibrahim dan istrinya diminta meninggalkan wilayahnya dan ia dihadiahi Hajar, salah seorang permaisyurinya untuk melayaninya Sarah. (disadur dari hadits shahih Muslim, no.2371, dari riwayat Abu Huraira).
Begitulah tauladan dari Nabi Ibrahim AS bahwa, dalam keadaan kesempitan, shalatlah. Shalat bukan hanya untuk ketenangan batin, namun juga memohon melepaskan himpitan. Nabi Muhammad pun pernah memerintahkan,
”Bilal, bangkitlah dan istirahatkanlah kami dengan shalat”. Dalam riwayat yang lain, saat tentara Quraisy datang dengan kekuatan yang jauh lebih besar, menjelang perang Badar, Rasululah berada di bawah pohon, shalat dan menangis sampai pagi. (hadits Imam Ahmad, dari riwayat Ali). (Sadhono Hadi; dari grup WA-VN)-FR