Islam

Bagaimana Kebaikan Menurut Islam?

Rasulullah SAW dalam haditsnya menegaskan, “Kebaikan adalah akhlak yang baik, sedang dosa itu apa saja yang meragukan jiwamu dan kamu tak suka memperlihatkannya pada orang lain.”

(HR. Muslim)

 

“Mintalah fatwa kepada hatimu. Kebaikan adalah apa saja yang menenangkan hati dan jiwamu. Sedang dosa adalah apa yang menyebabkan hati bimbang dan cemas meski banyak orang mengatakan bahwa hal itu merupakan kebaikan.” (HR. Ahmad, Thabrani, dan Al Baihaqi).

 

Hidup itu pilihan, pilihan jadi baik untuk diri sendiri dan memberi imbas kebaikan untuk orang lain atau jadi pecundang yang membawa kebencian dan mengundang caci maki. Jadi orang baik itu pilihan hidup tepat, karena hidup pasti dipertanggung jawabkan,  dan bermanfaat untuk keluarga dan lingkungan.

 

Namun hidup orang baik menjadikan orang lain ikut baik itu lebih bagus karena pasti masyarakat menjadi santun dan menimbulkan dampak positip terhadap tatanan hidup bermasyarakat dan bernegara.

 

“…Siapa mencontohkan amal baik di dalam Islam, maka ia mendapat pahala dan pahala orang2 yang mencontohnya tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun. Dan siapa mencontohkan amal buruk, maka ia akan dapat dosa dan dosa orang2 yang mencontohnya tanpa mengurangi dosa mereka sedikit pun.” (HR. Muslim)

 

Kaidah fiqhiyah mengajarkan kita nilai2 penting berupa: “al-Khairu al-muta`addi khairun min al-qaashir” (kebaikan yang berdampak sosial luas, lebih baik dari pada kebaikan individual). Dalam Islam, menjadi yang terbaik tak sekedar fitrah dan naluri manusia belaka. Ia juga jadi perintah yang tersirat dalam firman Allah;

 

Artinya :  “Yang menjadikan kematian dan kehidupan, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang terbaik amalnya, dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (QS: Al-Mulk 67: 2).

 

Kebaikan seharusnya tak hanya dinikmati oleh individu, kebaikan harus mengimbas pada ranah sosial.

Lihatlah betapa Rasul SAW mencintai umatnya sebagaimana firman Allah SWT :

 

Yang Artinya  : “Sungguh, telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaan yang kamu alami, (dia) sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, penyantun dan penyayang terhadap orang-orang yang beriman.” (QS.At-Taubah 128)

 

Ayat diatas menceritakan rasa prihatin Nabi Muhammad sebagai Rasul terhadap penderitaan umatnya dan sangat mengharapkan mereka ikut beriman. Tanggung jawab seorang pemimpin umat yang menginginkan kebaikan untuk semua orang.

 

Dalam sebuah sirah diceritakan,  suatu hari Thufail bin ‘Amru Ad-Dusi mengunjungi Makkah, ingin ketemu dengan Rasul SAW. Para gembong kafir Quraiys berusaha meng-halang2inya saat ia ingin berinteraksi dengan Nabi.

 

Disampaikanlah padanya isu2 negatif tentang Nabi. Dikatakan Nabi berbahaya. Kata2nya laksana sihir yang mampu membuat masyarakat terpecah belah. Thufail tidak dibolehkan dekat2 Nabi, supaya tak terpengaruh ucapannya. Ini makin membuatnya heran dan bertanya-tanya dalam hati, “ada apa ini”.

 

Suatu ketika, takdir Allah mempertemukannya dengan Nabi. Dari kejauhan Thufail mendengar bacaan Nabi. Ia berusaha menutup telinganya sesuai saran orang kafir Qurays. Tetap saja dia bisa mendengar suara Nabi. Akhirnya ia membuat keputusan, “Buat apa aku sumpal telingaku, aku ini kan penyair, kalau kata2nya baik maka akan aku ikuti, tapi jika jelek maka akan aku campakkan”.

 

Ketika telinga dibuka, tiba2 ia dengar kata2 yang mengesankan, sampai akhirnya ia datangi Rasul SAW dan menyatakan keIslamannya. Yang menarik dan patut dijadikan tauladan ialah Thufail bin `Amru ad-Dausi tak mau kebaikan yang ia dapatkan berupa petunjuk Islam  hanya dinikmati sendiri. Ia minta doa pada Rasul agar semua sukunya diberi petunjuk.

 

Hadits dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 

Artinya

“…Siapa menjadi pelopor suatu amalan kebaikan lalu diamalkan oleh orang sesudahnya, maka akan dicatat baginya ganjaran semisal ganjaran orang yang mengikutinya dan sedikitpun tidak mengurangi ganjaran yang mereka peroleh. Sebaliknya, siapa jadi pelopor amalan kejelekan lalu diamalkan orang sesudahnya, maka akan dicatat baginya dosa semisal dosa orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi dosanya sedikit pun.” (HR. Muslim)

 

Bentuk pengajaran ilmu yang bisa diberikan dalam hal ini ada dua macam,

1-Dengan lisan seperti mengajarkan, memberi nasehat dan memberikan fatwa.

2-Dengan perbuatan atau tingkah laku yaitu jadi qudwah hasanah, memberi contoh kebaikan.

 

Sepulang dari Mekah, Thufail mulai berdakwah mengajak keluarganya lebih dulu. Bapaknya diajak hingga rela masuk Islam. Istrinya dan anaknya pun diajak sampai akhirnya masuk Islam. Dengan semangat yang luar biasa ini nantinya membuat suku daus sebagaimana doa Nabi, bisa memeluk Islam dan bertemu Rasul pada perang Khaibar.

 

Thufail itu tauladan bagaimana ia menularkan kebaikan kepada orang2 sekitarnya, ortu, istri, anak2nya, masyarakat yang dipimpinnya dan masyarakat luas dalam jangkauan dakwahnya. Ia mampu menunjukan Islam itu Rahmatinalamin, langsung memberi teladan. Jika ada orang yang mengikuti suatu amalan atau meninggalkan suatu amalan karena mencontoh kita, itu sama dengan bentuk dakwah pada mereka.

 

Furman Allah SWT :

Artinya :

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar.” (QS. Ali Imran: 110).

 

Dari Abu Mas’ud Uqbah bin Amir Al Anshari RA, ia berkata bahwa Rasul SAW bersabda,

Artinya :

“Siapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapat pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim).

 

Kebaikan yang ditularkan secara sosial akan membentuk energi positif pada titik dan yang mengelilingi energi positip itu. Kekuatan energi ini pada saatnya mampu menggerakan wilayah sebaran energi sehingga membuat perubahan2 sosial didalamnya.

 

Namun jika energi kebaikan ini tersumbat sehingga tidak terjadi aliran energi yakni berhenti pada diri sendiri maka tidak akan berdampak perubahan apapun kecuali diri sendiri. Kebaikan ini terhenti tidak ditularkan kepada lingkungan,  akhirnya tak mampu mewarnai, malah diwarnai.  Kebaikan semacam ini tidak mengalir jemanapun, ia bagaikan air yang menggenang, indah awalnya saja.

 

Semakin lama air menggenang, akan menimbulkan tumbuhan gangga dan bau tak sedap. Maka jangan heran kalau ada kasus di mana kebaikan malah berdampak negatif secara sosial. Ini bisa timbul ketika orang merasa baik secara pribadi, namun acuh tak acuh dengan kepentingan sosial.

 

Berdakwalah, tularkan kebaikan. Kebaikan harus dialirkan, agar energi ini tetap segar dan mampu menjadi motor di tengah umat memberi manfaat. Jika kebaikan dianggap sebagai  energi positif maka ia harus ditularkan secara aktif.  (Muchtar AF; dari grup WA-VN)-FR

Tulisan Lainnya :

  • Tidak ditemukan tulisan
Tags

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *




Enter Captcha Here :

Back to top button
Close
Close