Psikologi Dalam Pandangan Islam
(kompasiana.com)-Psikologi islam adalah perspektif modern dengan membuang konsep yang tak sesuai dengan islam. Kosep psikologi Islam mempelajari keunikan dan pola perilaku dan kepribadian manusia berdasar Qur’an dan Sunnah.
Hal itu sebagai ungkapan pengalaman interaksi dengan diri sendiri, lingkungan sekitar, dan alam kerohanian, bertujuan meningkatkan kesehatan mental dan kualitas keberagaman.
Ciri psikologi Islam ada 3 pengertian. Pertama, psikologi Islam itu satu dari kajian masalah keislaman. psikologi yang dibangun bercorak atau berpola pikir pada tradisi keilmuan dalam Islam, sehingga membentuk aliran tersendiri yang unik dan berbeda dengan psikologi kontemporer umumnya.
Kedua, Psikologi Islam membicarakan aspek dan kejiwaan manusia. Aspek kejiwaan Islam berupa al-Ruh, al-Nafs, Al-Qalb, Al-Aql, Al-Damir, Al-Lubb, Al-Fu’ad, Al-Sirr, Al-Fitrah, dll. Masing-masing aspek memiliki eksistensi, dinamisme, proses, fungsi, dan perilaku yang perlu dikaji melalui Al-Qur’an, As-Sunnah, dan dari khazanah Islam. Psikologi Islam tak hanya berperilaku kejiwaan, tapi hakekat jiwa sesungguhnya.
Ketiga, psikologi islam bukan netral etik, tapi sarat nilai etik. Sebab Psikologi Islam bertujuan merangsang kesadaran diri agar mampu membentuk mutu diri lebih sempurna untuk mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia-akhirat. Manusia dilahirkan dalam kondisi tak tahu apa-apa, lalu ia tumbuh dan berkembang untuk mencapai kualitas hidup.
Struktur kepribadian dalam perspektif psikologi islam ada 3 yaitu qalb (hati), jism (jasmani)- hawa nafsu, dan akal. Dalam pengembangan kepribadian Islam, yang utama adalah pengembangan qalb (hati). Hati yaitu muara segala kebaikan Ilahiyah karena ruh ada di dalamnya. Secara psikologis, hati adalah cerminan baik buruk seseorang.
Rasulullah Saw. bersabda: “Dalam jasad ada mudghah, bila baik maka baik pula seluruh anggota tubuh dan apabila rusak maka rusaklah seluruh tubuh. “Ketahuilah bahwa mudghah itu adalah qalb.” (HR al-Bukhari dari an-Nu’man bin Basyir).
Psikologi Islami juga mengkaji jiwa dan memperhatikan jasmani. Tubuh manusia bisa jadi cerminan jiwanya. Dalam jasmani tak lepas dari unsur bawaan yaitu hawa nafsu. Nafsu ada dua kekuatan, yaitu al-Ghadhab dan al-syahwat. Al-ghadab ini yang menggerakkan untuk menghindari dari hal membahayakan. Sedang al-syahwat, kekuatan/daya dorong pada hal-hal yang menyenangkan mengikuti hasratnya.
Akal (pengertian Islam), bukan otak, tapi daya berpikir dalam jiwa manusia. Akal itu ikatan 3 unsur, yaitu pikiran, perasaan dan kemauan. “Bila ikatan itu tidak ada, maka tidak ada akal itu,” kata T.M. Usman El Muhammady, Akal adalah alat yang menjadikan manusia memilih yang benar dan salah. Allah selalu memerintahkan manusia memakai akalnya agar memahami fenomena alam semesta ini.
Psikologi Islami melihat manusia tidak semata dari perilakunya. Tapi menjelaskan manusia dengan memulainya merumuskan apa kata Tuhan tentang manusia. Psikologi Islami menyadari kompleksitas manusia dan Sang Penciptalah yang mampu memahami dan mengurai kompleksitas itu.
Karenanya, Psikologi Islami memperhatikan apa yang Tuhan katakan tentang manusia. Artinya, dalam menerangkan siapa manusia itu, kita tidak semata-mata mendasarkan diri pada perilaku nyata manusia, akan tetapi bisa kita pahami dari dalil-dalil tentang perilaku manusia yang ditarik dari ungkapan Tuhan.
Daftar Pustaka
Ancok, Djamaluddin dan Fuat Nashori Suroso. Psikologi Islami: Solusi Islam atas Problem-Problem Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2001.
Sapuri, Rafi. Psikologi Islam: Tuntunan Jiwa Manusia Modern. Jakarta: Rajawali Pers. 2009.
Mujib, Abdul. Teori Kepribadian Perspektif Psikologi Islam Edisi Kedua. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2017
(GY; Gina Yusyiana; Bahan dari : https://www.kompasiana.com/ginayustiana/5d1376ba0d82304a835224d2/psikologi-dalam-pandangan-islam)-FatchurR *