Muhammad Faiq Produsen Dan Penyuplai Daging Madina
(gontornews.com)- Tahun 1990-an, kuliner kebab masih jarang dan harganya melangit, laksana makanan kelas elit. Di saat menu mediterania itu belum banyak dipasarkan, M. Faiq Hafidh sudah menggeluti bisnis Kebab Madina di Malaysia.
Ketertarikan Faiq di dunia kebab, sebab ia kecewa pada perusahaan tempat ia kerja sebagai manajer marketing di perusahaan tekstil. “Dagang kain ekspor impor, namun ketika dagang distribusi saya di puncak sebagai marketing, mereka ambil alih. Jadi saya mulai usaha sendiri” jelasnya ke Majalah Gontor saat disambangi di workshop kebab di Jatiasih Bekasi.
Lelaki kelahiran Semarang, 20/5/1958 ini tak menyerah, meski memulai dari nol di negeri perantauan Malaysia. Usaha yang ia geluti relatif baru karena bukan lagi tekstil tapi bisnis kuliner, kebab. Tahun 1995, Faiq melihat potensi perusahaan kebab (Doner Kebab) kondisinya gak sehat. Dia akuisisi Mawashi Meat unit Doner Kebab dengan nilai RM40.000.
“Saya memproduksi hanya beberapa dus daging yang dibeli dan panggul sendiri dari gudang penjual,” kenang alumni Gontor tahun 1977 ini.
Bisnis yang ia geluti ini direspon positif dari warga Malaysia. Ia juga benahi manajemen dan membuat strategi bisnis serta resep utama kebab yang autentik. “Alhamdulillah tahun 1997, kami berhasil melunasi akuisisi Mawashi Meat,” ujar bapak sembilan anak ini.
Tahun 1998, dunia mengalami krisis moneter, juga di Malaysia. Namun bisnis kebab kian dapat tempat sehingga ada lonjakan penjualan kebab. Persoalan muncul, ketika Faiq yang WNI ini bermasalah soal kewarganegaraan. Ia juga kesulitan dalam pemasaran karena status WNI di Malaysia.
“Lalu datang penawaran kerjasama marketing dengan perusahaan lokal di Malaysia, dia sebelumnya pembeli atau konsumen biasa,” ungkap suami dari Siti Munawiyah.
Pada Juli 1999, Faiq mengubah nama usahanya jadi Madina Kebab yang sebelumnya bernama Kebab Madina. Madina Kebab merupakan “madinat-ul-kebab” doa yang artinya pusatnya kebab.
Awal investasi dan pengembangan Madina Kebab Indonesia ia mulai di Bekasi bekerjasama dengan dua saudaranya. “Produksi di rumahan sama seperti merintis ketika di Malaysia,” ujarnya.
Bisnis kuliner kebab ini lebih fokus pada penyuplai daging kebab ke pasaran. Sedang kios Madina Kebab tidak ada, karena itu hanya brand suplier dari daging kebab.
“Kami tak punya outlet ritel, karena fokus kami produsen dan menyuplai bahan baku kebab dan tortilla. Kepada peritel pemula, menengah dan franchisor kebab di tanah air,” jelasnya.
Madina Kebab terus berkembang dengan titik pengiriman Sumatera: Padang, Pekanbaru, Tangerang, Jakarta, Bekasi, Bandung, Semarang dan kota lain. Madina Kebab ini produsen bahan baku kebab dan tortilla yang berdiri tahun 1995 di Malaysia dan dibawa ke Indonesia pada 1999,” tuturnya.
Kini, titik distribusi terpusat di 2 tempat yaitu Bekasi Indonesia barat dan Semarang untuk wilayah Indonesia timur. “Yang ingin daging kebab berkualitas bisa langsung atau via jalur distribusi yang tersedia”.
Untuk memberdayakan pebisnis muda, pihak Madina Kebab menyediakan khidmat konsultasi gratis di awal terkait kelayakan dan perencanaan usaha. Pelatihan berupa praktek, dibebankan atas penggunaan bahan baku.
Di dunia kuliner, kebab masih tergolong baru di Indonesia, artinya prospeknya bagus. Tahun 2005, Madina Kebab mulai menunjukan eksistensinya dengan menyuplai daging ke pasar.
“Kini Madina Kebab bisa menyuplai daging berbumbu khas Madina Kebab sebulan bisa 40 ton. Wilayah masih di jabodetabek. Di semarang juga banyak, hampir 20 ton sebulannya,” ungkapnya.
Ciri khas Madina Kebab mempertahankan rasa yang dibangun sejak 25 tahun lalu. Rasanya autentik dengan paduan manis, pedas dan asam. Yang ia gunakan adalah bumbu asli dari Indonesia.
Untuk pengembangan bisnisnya ini, Faiq memiliki 23 SDM yang siap memproduksi daging kebab bermutu. Faiq mengembangkan pola franchise kebab dengan harga terjangkau.
Dia gunakan metode franchise, yaitu merintis pedagang baru, dan merekrut yang loyal padanya dengan satu bendera, dan pasar bagi yang dulu jadi pelanggan namun tidak aktif akan diberdayakan.
“Kami cari cost serendah mungkin, sehingga manfaatnya bisa lebih besar untuk pemula yang ingin berbisnis kebab,” ungkapnya.
Dia mengutamakan bisnis yang tidak ada unsur riba. Itu prinsip pengembangan bisnisnya. “Hal mendasar ketika terlibat riba adalah berat bersedekeah. Perbuatan dia menghalanginya bersedekah, karena yang diutamakan embayar hutang. Ini menghianati niat pertama tujuan mencari harta untuk ibadah,” jelasnya.
Harta yang kita cari alat untuk keperluan hidup kita, alat berdakwah, alat pendidikan. “Banyak nawaitu tidak ditata baik, akibatnya saat ada musibah sedikit akhirnya menempuh jalan riba,” ujarnya.
Riba, bertentangan dengan aktivitas dakwah dan Pendidikan. Berdakwah/mendidik harus bersumber dari harta halal dan bukan dari riba. “Saya hindari sistem riba, saya senang berbagi untung dengan mitra. Ini pemikiran fundamental yang harus dibangun, berjuang dengan harta halal,” katanya.
Dalam berbisnis ini inspirasi dari yang pernah ia dapat saat nyantri di Pondok Modern Darussalam Gontor. Faiq murid yang pernah mengalami langsung dididik oleh alm. Kiai Zar dan alm. Kiai Sahal.
Benar yang ia dapat dari Gontor memberi pembelajaran untuk survive di masyarakat dengan latar belakang macam-macam. Penanaman karakter di pondok mempengaruhi cara menyelesaikan segala masalah hidup ini.
Seperti mahfudzat : ‘jarrib walahit takun arifan’ ini jadi motivasi mencoba yang baru, termasuk bisnis kebab yang masih belum banyak penjualnya. “Mencoba dan mencoba, kebetulan keluarga kami suka kuliner, jadi kebab bagian dari uji coba saat itu,” paparnya. [fathurroji]
(Fathur Roji; Bahan dari : https://gontornews.com/muhammad-faiq-hafidh-produsen-dan-penyuplai-daging-madina-kebab/)-FatchurR *