Islam

Tentang Hadits (12): Pembukuan Hadits (TA 242)

Ashim bin Umar Khatab, suatu hari dipanggil ayahnya, Khalifah Umar bIn Khattab dan titahnya, “Nikahi gadis yang jujur itu. Akurharap dari dia akan lahir orang besar yang mampu memimpin bangsa Arab.”

 

Gadis itu hanya pemerah susu, yang menolak mencampuri susu dengan air agar bisa menjual lebih banyak. Gadis itu bukan takut Khalifah Umar yang melarang berdagang dengan tidak jujur, melainkan takut pada Allah yang melihat dan tidak pernah tidur selamanya. (dari Ahmad Najieh, 1996). Kejujuran gadis itu menarik perhatian Khalifah dan tidak lama kemudian ia jadi menantu Umar.

 

Dari pemerah susu itu lahirlah seorang anak perempuan bernama Laila Umm Asim. Dari Laila lahirlah Abdul Aziz yang pernah beberapa tahun menjadi gubernur di Mesir. Pada tahun 63H, lahirlah putra Abdul Aziz yang diberi nama Umar bin Abdul Aziz.

 

Sejak belia, Umar kecil ini senang berkunjung ke paman dari ibunya, Abdullah bin Umar bin Khattab, ulama terkemuka di Madinah yang ilmunya tinggi, bijaksana dan hidupnya warak, yang benar2 menjauhi dosa. Meninggalkan hal2 subhat (diragukan halal dan haramnya), yang betul2 mendekatkan diri kepada Allah.

 

Terpengaruh kehidupan kakeknya, ia terkenal jadi orang bijaksana, adil, jujur, sederhana, Alim, Warak, Tawadu dan Zahid. Pada (99H) Umar dibaiat  jadi Khalifah ke 6 setelah masa Khulafa Rasyidin, dari bani Umayah di Siria. Ia menjadikan negerinya adil, makmur, tertib dan teratur. Pada masa pemerintahannya ia memberikan tauladan yang baik kepada rakyatnya.

 

Ia mengajarkan ke rakyatnya hukum syariat. Secara serius ia mengajak rakyatnya mengikuti perintah Allah dan menjauhi larangannya. Kisah Khalifah yang memadamkan lampu di ruangan kerjanya saat bicara dengan anaknya, karena takut melakukan korupsi pemakaian minyak dari uang rakyat untuk masalah pribadi, salah satu kisah ketauladanannya yang menginspirasi banyak orang sampai saat ini.

 

Jasa Umar bin Abdul Aziz atas ilmu pengetahuan dan agama besar dan bisa dinikmati sampai jaman sekarang. Hatinya tergerak membukukan hadits2 yang semula di sampaikan lisan. Banyak penghapal hadits yang wafat saat itu sehingga ia memerintahkan hapalan dari sahabat2, tabiin yang memiliki catatan Hadits dikumpulkan diteliti kode-nisasi dan dibukukan.

 

Pada tahun 100H, Semua ulama penghapal hadits, termasuk penghapal wanita, Amrah binti Abdir Rachman, yang banyak mendapatkan hadits dari istri Nabi, Aisyah binti Abu Bakar, berkumpul guna memulai penyusunan buku hadits. bersambung …….  (Sadhono Hadi; dari grup WA-VN)-FR

Tulisan Lainnya :

  • Tidak ditemukan tulisan
Tags

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *




Enter Captcha Here :

Back to top button
Close
Close