Registrasi ditata ulang
Penyempurnaan regulasi dalam transaksi elektronik sangat penting untuk menghindari adanya praktik kecurangan. Transaksi, terutama pada layanan konten premium, harus lebih baik untuk menghindari celah-celah kelemahan.
Sekjen Indonesian Telecommunication Users Group, Muhammad Jumadi, berpendapat harus ada perubahan dalam proses transaksi meski tidak signifikan. Yang penting, menurut dia, tata cara registrasi diatur ulang.
Jumadi mencontohkan kasus pembayaran lewat potong pulsa. Menurut dia, konfirmasi sebaiknya dilakukan sebanyak dua kali. Setelah pengguna memilih konten dengan mengetik angka tertentu, dikonfirmasi: “Apakah Anda akan berlangganan RBT ini?” Jika ya, konfirmasi ulangnya: “Yakinkan Anda akan berlangganan RBT ini dengan harga Rp2.000 per minggu?”
Selanjutnya, jika pengguna ingin melakukan unreg, menurut Jumadi, harus mudah dihapal. Semua operator seharusnya menggunakan satu nomor saja, misalnya *999#, agar mudah dihapal. Biasanya pengguna dengan banyak SIM card bingung dan sering rancu.
Setiap masa berlangganan hampir habis, penyedia konten juga harus memberi tahu. Selanjutnya ditanyakan lagi apakah masih berlangganan lagi atau tidak. Hal itu dimaksudkan memperjelas dan membuat fair bisnis ini.
Selain itu, oprator harus menyediakan call center pengaduan yang mudah diakses. Selama ini, call center hanya dijawab dengan mesin tanpa ada kepastian kapan diangkat dan diterima keluhannya.
Adapun untuk CP harus jelas indentitasnya. CP yang bisa menjalankan bisnis dengan operator harus terdaftar, menyebutkan nama pengelolanya, dan memiliki alamat untuk memudahkan pengusutan jika terjadi kesalahan atau kecurangan.
Jumadi juga menambahkan CP bersama operator seharusnya mengembalikan pulsa yang ditilep dulu. Hal itu mudah saja karena mereka memiliki data transaksi dan pendapatan. “Kalau mereka nggak punya data, gimana mau bagi hasil pendapatan?” kata dia.
BRTI seharusnya dapat masuk hingga mengetahui pendapatan dan bagi hasil penyedia konten dan operator. Lembaga itu memiliki fungsi pengawasan sebagai bahan BRTI memberikan justifikasi atau penilaian.
Selain itu, perlu penyempurnaan regulasi. Agar tidak terjadi kecurangan berulang, kasus hukum permasalahan sedot pulsa harus dituntaskan. Jika proses hukumnya belum sampai pada menetapkan terdakwa ataupun terpidana, dikhawatirkan tidak akan memberikan efek jera.
Kekurangan dari Permen Nomor 1 Tahun 2009 adalah kurang terperinci karena penyusunannya yang singkat dengan pendekatan yang kurang pas. Sebaiknya penyusunan Permen yang baru melihat kepentingan jangka panjang.
IMOCA berharap konfirmasi tidak terlalu banyak. Jika terlalu banyak pertanyaan, nantinya pengguna ponsel berhenti melakukan aktivasi layanan konten. “Lama-lama kan capek tanya melulu, dan banyak dipastikan banyak yang rontok,” kata Ferrij.
Menurut Sekretaris Umum IMOCA Ferrij Lumorang Ferrij, jangan terlalu banyak konfirmasi. Operator nakal itu pintar dalam melakukan trik tanpa perlu banyak konfi rmasi. Kalau mereka menawarkan sesuatu, begitu dibuka, biasanya langsung otomatis reg. Ada pula reg, tapi dengan unreg pada nomor berbeda sehingga sangat menyulitkan.(hay/E-6; http://koran-jakarta.com/index.php/detail/view01/88829)-FatchurR