Psikologi

Mensiasati Kekurangan Diri

Seorang tukang air memiliki 2 tempayan besar, masing-masing bergantung pada kedua ujung pikulan yang dibawa menyilang pada bahunya. Satu dari tempayan itu retak, sedang yang satunya lagi tidak. Jika tempayan yang tidak retak selalu membawa air penuh setelah perjalanan panjang dari mata air ke rumah majikannya, tempayan yang retak itu hanya dapat membawa air setengah penuh.

Selama 2 tahun hal ini terjadi tiap hari, tukang air hanya membawa satu setengah tempayan air ke rumah majikannya. Tentu saja si tempayan yang tidak retak bangga pada  prestasinya karena sudah melaksanakan tugasnya dengan sempurna.

 

Namun si tempayan yang retak itu merasa malu akan ketidak sempurnaannya dan merasa sangat sedih karena ia hanya bisa memberikan setengah porsi yang seharusnya dapat ia berikan.
Setelah dua tahun tertekan akan kegagalan pahit ini, tempayan retak itu berkata pada si tukang air, “Saya sungguh malu pada diri saya sendiri dan saya ingin mohon maaf kepadamu.”
“Kenapa?” Tanya si tukang air.
“Selama 2 tahun ini saya hanya mampu membawa setengah porsi air yang seharusnya dapat saya bawa karena adanya retakan yang telah membuat air yang saya bawa bocor sepanjang jalan menuju rumah majikan kita. Karena cacatku itu, saya telah membuatmu rugi.” Kata tempayan itu.
Si tukang air merasa kasihan pada si tempayan retak dan dalam belas kasihannya ia berkata, “Jika kita kembali ke rumah majikan kita besok, aku ingin kamu memperhatikan bunga-bunga indah di sepanjang jalan.”

Benar, ketika mereka naik ke bukit, si tempayan retak memperhatikan dan baru menyadari bahwa ada bunga-bunga indah di sepanjang sisi jalan, dan itu membuatnya sedikit terhibur. Namun pada akhir perjalanan, ia kembali sedih karena separuh air yang dibawanya bocor, dan kembali si tempayan retak itu meminta maaf pada si tukang air atas kegagalannya.
Si tukang air berkata pada tempayan retak, “Apakah kamu memperhatikan adanya bunga-bunga di sepanjang jalan di sisimu sedangkan tak ada bunga di sisi tempayan yang tidak retak. Itu karena aku selalu menyadari akan cacatmu dan aku memanfaat-kannya.

 

Aku telah menanam benih bunga di sisimu, dan tiap hari ketika kita berjalan pulang dari mata air, kamu mengairi benih-benih itu. Selama dua tahun ini aku telah dapat memetik bunga-bunga indah itu untuk menghias meja majikan kita. Tanpa kamu sebagaimana kamu ada, majikan kita takkan dapat menghias rumahnya seindah kini.”

Kesimpulan:
Setiap dari kita memiliki cacat dan kekurangan. Kita semua adalah tempayan retak. Namun jika kita mau, Allah akan menggunakan kekurangan kita untuk menghiasNya. Di mata Allah yang bijaksana, tak ada yang terbuang percuma. Jangan takut akan kekuranganmu. Ketahuilah, didalam kelemahan kita, kita dapat menemukan kekuatan kita. (Sumber artikel, dari buku: Dr.Sudarmono, 2010. Mutiara Kalbu Sebening Embun Pagi; Suhirto MSumarto)-FatchurR

Tulisan Lainnya :

  • Tidak ditemukan tulisan
Tags

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *




Enter Captcha Here :

Back to top button
Close
Close