Kalau Pak Rizal pernah cerita bahwa di kantor cabangnya dulu ada bekas telapak kaki operator morse, maka hal yg sama dulu kami temukan di Singkil (Aceh Selatan). Bekas telapak kaki tsb persis seperti parasasti batu tulis yg ada di Bogor dimana disitu ada bekas telapak kaki Muhawarman.
Saya dengan teman saya (pak Mazni alm.) mau menuju Singkil ,kami naik boat dari Barus sore hari dan diharapkan tengah malam sdh sampai di Singkil. Penumpang boat hanya kami berdua selain itu ada kru boat itu 3 orang ditambah barang2 yg diangkut.
Sesampai di desa namanya Gosong Telaga boat kami terdampar dan tidak bisa melanjutkan perjalanan. Sialnya didesa itu gak ada warung, rupanya hanya sebagai desa nelayan dengan jumlah rumah paling 6 bh. Untungnya ada pos bea cukai merangkap rumah, tapi petugas bea cukainya hanya satu orang untuk mengawasi kayu yang lewat.
Kami minta tolong petugas bea cukai dan dia menyuruh penduduk menyediakan makanan-minuman. Kami dipersilahkan menginap dikantornya. Saya selalu ingat jasanya karena waktu itu melalui hub radio yg ada dia mengcall ke Singkil agar boat bea cukai menjemput kami besok pagi.
Akhirnya menjelang siang kami sampai. Singkil adalah kantor cabang tapi sarana komunikasinya hanya telegram lewat radio SSB. Hubungan teleponi gak ada. Saya masuk keruang operator morse yang terbuat dari lantai papan jati. Saya melihat dibawah tempat duduk operator tsb ada bekas telapak kaki lengkap dengan bekas jari2nya.
Rupanya si operator tsb mulai kerja berpuluh tahun ditempat duduk yg tetap sama, sambil dia menggerakkan tangannya untuk mengetik kode morsenya maka kaki kanannya secara tak sadar ikut juga dihentak-hentakkan, maka terjadilah ukiran tak sengaja telapak kaki tsb.
Tentu ukiran tsb terjadi makan waktu yang sangat lama.Bagi yang bersangkutan itu dianggap hal yg biasa tapi bagi saya yg terbayang adalah pengabdian ybs selama puluhan tahun. Seyogianya sewaktu gedung itu dulu direhab maka ukiran telapak kaki tsb dipotong utk dikirim ke museum telekomunikasi. (Santos Kacaribu)-FR
