Mitos Vaksinasi
Imunisasi dan vaksinasi mengandung maksud yang sama yaitu memberi kekebalan dalam bentuk vaksin kedalam tubuh. Kenapa setiap orang terutama anak-anak perlu diimunisasi? Tubuh memerlukan sistem kekebalan terhadap suatu penyakit, terutama yang bisa berakibat fatal.
Imunisasi anak adalah langkah pencegahan agar anak kita dapat tumbuh bebas penyakit menjadi anak yang sehat dan aktif. Di Indonesia, ada dua tipe rekomendasiimunisasi.
Pertama, skema imunisasi dari Departemen Kesehatan RI, yakni Program Pengembangan Imunisasi (PPI) atau disebut imunisasi wajib, yang terdiri dari vaksin BCG, polio tetes, DPT, hepatitis B dan campak. Imunisasi wajib ini disubsidi oleh pemerintah Indonesia.
Kedua, dalam perkembangannya, vaksin yang diproduksi untuk penyakit yang baru atau hanya terdapat di daerah-daerah tertentu seperti HiB, MMR (Measles, Mumps, Rubella), tifus, Hep A, PCV, HPV (Human Papillomavirus), dan lain-lain.
Vaksin tersebut belum masuk dalam daftar imunisasi PPI dan tidak disubsidi pemerintah tetapi sangat dianjurkan. Kita sering dibingungkan dengan banyak ‘kata orang’ berkenaan Imunisasi.
Berikut adalah Mitos dan Fakta berkenaan imunisasi:
1. Vaksin ada efek samping jangka panjang dan bisa berakibat fatal adalah MITOS. Faktanya, vaksin sangat aman. Kebanyakan reaksi vaksin biasanya ringan dan sementara, seperti lengan sakit atau demam ringan. Manfaat vaksinasi sangat lebih besar dari risiko penyakit dan kematian akan terjadi tanpa vaksin.
2. Lebih baik kebal penyakit secara alami melalui penyakit, dari disuntik adalah MITOS. Faktanya, vaksin yang disuntik menghasilkan respon imun yang sama dengan yang dihasilkan infeksi alami, tapi vaksinasi tidak menyebabkan penyakit dan komplikasi. Kekebalan melalui infeksi alami mungkin mengakibatkan gejala dan komplikasi penyakit seperti cacat mental, cacat lahir, kanker hati dan/atau kematian.
3. Vaksin mengandung merkuri berbahaya adalah MITOS. Faktanya thiomersal yang merupakan senyawa mengandung merkuri organik ditambahkan sebagai bahan pengawet pada vaksin dalam botol multidosis. Jumlahnya sangat kecil dan tidak menimbulkan risiko kesehatan.
4. Vaksin menyebabkan gejala autisme adalah MITOS. Faktanya pada tahun 1998, ada studi tentang hubungan antara imunisasi MMR dan autisme tetapi kemudiannya jurnal ditarik karena menimbulkan kebingungan masyarakat. Kesimpulan jurnal tersebut adalah tidak ada bukti hubungan antara vaksin MMR dan autisme atau gangguan autis.
5. Tidak perlu vaksinasi lagi jika kejadian penyakit di Indonesia berkurang adalah MITOS. Faktanya, vaksinasi tetap perlu walau jumlah kasus telah berkurang. Pada tahun 1974, Jepang sukses mengatasi penyakit pertusis dengan vaksinasi hingga tersebar kabar bahwa vaksinasi tidak dibutuhkan lagi.
Di tahun 1976, hanya 10% anak yang lahir divaksinasi dan pada tahun 1979, 3 tahun berikutnya, terjadi epidemik pertusis yang menginfeksi 13,000 anak dan mengakibatkan 41 kasus kematian. (Allen; http://www.yakestelkom.or.id/artikel/detail/32)-FatchurR