Iptek dan Lingk. Hidup

Pemerintah mempertimbangkan jaminan pensiun?

Pengantar: Pemerintah sedang mempertimbangkan Jaminan Pensiun yg Layak bagi pekerja dan PNS. Keputusan ini, apakah bisa berlaku mundur sehingga ada peluang revisi atau memperbaiki MP? Gimana pak pendapat anda? Tks. Salam. (Thw)
Kompas, 6 Juni 2015 ; Tajuk rencana : Jaminan Pensiun yang Layak

Jaminan pensiun yang layak menjadi kepentingan kita yang notabene pekerja. Variabel kelayakan sering dikaitkan dengan besaran iuran pensiun.

Besaran iuran pensiun sampai kini belum juga diputuskan dan masih menjadi perdebatan antara pihak pekerja, pihak pengusaha sebagai pemberi kerja, dan pemerintah. Akibat belum adanya kesepakatan soal besaran iuran dan juga manfaat jaminan pensiun ini, sampai saat ini peraturan pemerintah yang mengatur jaminan pensiun juga belum kunjung ditandatangani Presiden.

Padahal, sesuai amanat Undang-Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Pasal 64, seharusnya program jaminan pensiun sudah harus mulai dijalankan sebagai program wajib bagi seluruh pekerja Indonesia per 1 Juli 2015. Besaran final iuran pensiun itu sendiri nantinya akan diputuskan oleh Presiden.

Angka besaran iuran yang muncul sejauh ini bervariasi, mulai dari 3 persen sebagaimana diusulkan Apindo, 8 persen seperti diusulkan Dewan Jaminan Sosial Nasional, hingga 15 persen sebagaimana diusulkan kalangan serikat buruh/serikat pekerja.

Variasi besaran iuran ini tergantung dari kepentingan pihak pengusul. Pengusaha tentu tak menginginkan besaran iuran yang terlalu memberatkan pihaknya dan bisa menurunkan daya saing industrinya karena dua pertiga iuran pensiun menjadi tanggungan perusahaan. Sebaliknya kalangan pekerja lebih melihat sisi kepentingan mereka.

Pentingnya mencari keseimbangan dari dua kepentingan ini tentu tidak boleh dilupakan. Kita ingin pekerja dan keluarganya—sebagai penerima manfaat pasti dana pensiun—sejahtera, tetapi pada saat yang sama tidak menghendaki dunia usaha terlalu terbebani sehingga tak bisa berkembang. Jika ingin kapasitas mengiur perusahaan diperbesar, harus ada upaya lebih serius untuk menghapuskan ekonomi biaya tinggi yang menjadi sumber utama kendala daya saing industri.

Kepentingan lain di sini adalah mobilisasi dana bagi pembiayaan pembangunan nasional. Di banyak negara lain, dana pensiun memegang peranan vital dalam mendukung kemandirian pembiayaan kegiatan pembangunan.

Oleh karena itu, mendesak segera dicapai kesepakatan dan kompromi yang saling menguntungkan. Terlalu memaksakan kehendak masing-masing hanya akan membuat nasib pelaksanaan program ini kian terkatung-katung dan bisa mengganggu hubungan industrial. Kepentingan jangka panjang harus jadi pertimbangan utama.

Besaran iuran juga hanya salah satu aspek dari kelayakan jaminan pensiun dan penentu kesejahteraan sosial pekerja. Banyak hal lain yang juga harus dipikirkan. Termasuk bagaimana mengoptimalkan manfaat pensiun berkala yang dinikmati pekerja, mengakomodasi pekerja informal dan pekerja migran untuk mengoptimalkan cakupan kepesertaan dalam program wajib jaminan pensiun, serta opsi untuk pemberi kerja yang saat ini sudah telanjur mengikutsertakan pekerjanya dalam program dana pensiun lain agar tidak ada pembebanan ganda.

Catatan dari ThW : Nggak mentolo aku lihat sebag nasib pangsiunan. Tega pisan mrk dg dalih-dalih-nya.
Merosotnya nilai MP krn inflasi jelas bukan risiko yg tanggungan pangsiunan. Sejak awal besaran MP kecil-pisan, krn dihitung sendiri oleh pemberitugas, tanpa persetujuan legal dr wakil pangsiunan. Usaha kenaikan MP, mbulet bin ruwet, setitik banget.

Tanggapan
Pak Thom yg peduli, kalau pensiunan PNS , TNI POLRI, nasibnya diurus Pemerintah. Sedangkan pensiunan BUMN didelegasikan kpd Perusahaannya melalui pembentukan Dapen berdasar UU no 11/1972 tentu dg tujuan utk meningkatkan kesejahteraan sbgmn tercantum di dasar pertimbangannya.

Namun dalam kenyataannya, peraturan pelaksanaannya tidak mampu melawan kepentingan pemodal sehingga aspek kesejahteraan hanya dipentingkan bagi mereka yg masih berkontribusi saja. Bagi laskar tak berguna, ada saja halangan dan alasannya, apakah PSAK 24 dlsb.

Sementara ketika kita masih aktif, slogan bekerja demi pembangunan negara mendorong kita lebih giat sampai lupa waktu. Kita terbuai oleh tunjangan dan fasilitas. Tetangga yg orang inspektorat salah satu instansi waktu, santai bisa ngantor seminggu 3 hari dan pulangnya sekitar jam dua siang disaat kita masih berkutek dg angka dan tenaga dikantor. Kini uang pangsiunannya jauh lebih tinggi dari MP kita.

Lalu yg kutanyakan siapakah sebenarnya yg ngurus dan melindungi nasib pensiunan seperti kita?
Tentu bukan maksud pemerintah mengabaikan warga negaranya sbgmn diatur dlm UUD 45.
Sementara Perusahaan kita dibebani target, hanya pentingkan tugasnya. Masa kita harus diurus DEPSOS? Jadi sekali lagi, siapa yg hrsnya ngurus selain Perusahaan kita? salam akhir pekan. (SSA)

Tanggapan lanjutannya tidak kami muat (Maaf)-FR
Keterangan foto adalah anggota P2Tel Sidoarjo, kiriman Djoko Subagyo. (FR)

Tulisan Lainnya :

  • Tidak ditemukan tulisan
Tags

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *




Enter Captcha Here :

Back to top button
Close
Close