Psikologi

Belajar jujur dari Ojeg

Jakarta-“Itu uang bukan hak kita,” kata Nurjo, driver Go-jek yang ramai dibincangkan Medsos. Nurjo beberapa hari ini dapat pujian karena mengembalikan uang kembalian yang salah hitung. Uang yang dikembalikan kecil Rp 9 ribu, tapi langkah itu jadi contoh besar. Kejujuran adalah hal penting.

Peristiwa pengembalian uang itu terjadi (25/12) pagi. Saat itu seorang remaja yang beli pesanan makanan lewat Go-Jek. Total uang yang dibelanjakan Rp 40.700 plus ongkos Go-Jek Rp 10 ribu. Total biaya Rp 50.700. Remaja putra pengamat politik Philip Jusario Vermonte itu memberi uang Rp 100 ribu. Setelah itu, remaja ini minta pengembalian uang Rp 40.300.

Nurjo memberikan uang itu. Tak lama, dia merasa ada yang janggal. Di lokasi dia nongkrong menunggu penumpang, dia hitung lagi dan ternyata kurang Rp 9 ribu. “Saya kembali lagi ke Bintaro sektor 9, ke rumah anak itu. Tapi anaknya nggak ada, ya saya titip ke satpam sama hitungan makanannya,” terang pria yang juga menjadi satpam di perumahan ini.

Nurjo mengaku, dia pamit pergi dan tak lama, entah dari mana tahunya ada wartawan meneleponnya menanyakan soal kejujurannya. “Saya nggak tahu itu bagaimana bisa pada tahu. Saya cuma merasa uang itu bukan hak saya,” ujar ayah 3 anak ini. Daftar hitung2an Nurjo menyebar di Medsos.

Sebagai tukang ojek, dia merasa yang dilakukan hal biasa. Bagi dia, yang ditularkan ke anak2nya, kejujuran adalah bekal hidup. “Alhamdulillah, saya berusaha jujur. Orang jangan merasa dirugikan oleh kita,” tutup pria berusia 38 tahun yang juga hobi panjat gunung ini. (dra/dra; http://news.detik.com/read/2015/12/28/075028/3105118/10/belajar-jujur-dari-tukang-ojek-yang-kembalikan-uang-rp-9-ribu)-FatchurR

———-

 

Sajian lainnya tidak harus dibaca lho :

  1. Tempat beling
  2. Penjual gorengan
  3. Kesempatan tersembunyi
  4. Kaos kaki sobek
  5. Pesan indah di bulan desember

————-

 

Tempat beling ada gbr
Masalah pecahan beling ternyata menjadi masalah besar di desa. Tentu tidak bijak bila beling dibuang ke kali atau di tanam di tanah. Dalam rapat RT saya tawarkan membuat tempat penampungan beling, semua setuju, malah ada yang menyumbang drum bekas oli.

 

Beling yang terkumpul kemudian di ambil oleh penampung beling dari Magelang. Lumayan buat kas RT. Tempat beling yang cantik ini (Hehehe siapa dulu desainernya?) di tempatkan di depan mushola…. berangkat sholat sembari menjinjing beling. Laris manis. (Sadhono Hadi; dari grup FB ILP)-FR

————-

 

Penjual gorengan
“Ada anak SD tinggal bersama neneknya. Namanya Asep. Tiap berangkat sekolah, ia jualan gorengan. Ia tidak malu berjualan gorengan membantu kebutuhan se-hari2 keluarganya. Kadang, ia ke sekolah sambil nyeker (tanpa alas kaki) karena keterbatasan (ekonomi). Di luar waktu sekolah, Asep mengisi waktu luangnya belajar. Ia terkenal kutu buku.

 

Sering ia baca buku dengan semangat di atas pohon, padahal di bawah dekat pohon itu ada kuburan. Saat mulai gelap, baru ia turun dari pohon itu. Ia sering mengaji Al-Qur’an di masjid. Selain ilmu umum, ia senang belajar ilmu agama Islam. Alhamdulillah, dengan izin Allah SWT, Asep bisa melanjutkan sekolah SMA. Saat SMA, minat dan semangatnya terkait agama menyebabkan Asep aktif di rohis (kerohanian Islam).

 

Keilmuan Asep di bidang agama diakui masyarakat. Di usianya yang muda, ia sering jadi ustadz muda yang diminta ceramah dari satu kampung ke kampung lain. Suatu ketika, Asep menyampaikan ceramahnya berbahasa yang sistematis dan jelas. Hadirin terpesona dengan penjelasan Asep yang sederhana dan mudah dipahami.

 

Ada wanita yang matanya sembap, air mata pun mengalir. Ia bersyukur kepada Allah karena Asep diberi karunia ilmu agama dan dipercaya masyarakat. Wanita itu ibunda Asep yang ikut hadir. Setelah SMA, Asep diterima kuliah di IPB. Dengan berat hati ia tidak melanjutkan kuliah karena memprioritaskan adik2nya yang masih sekolah dan perlu biaya yang banyak.

 

Ia sempat diterima di IAIN Sunan Gunung Djati (UIN Sunang Gunung Djati). Dengan keterbatasan ekonomi keluarganya, Asep berusaha cari beasiswa. Alhamdulillah, pada saat itu ada pengumuman penerimaan mahasiswa baru Universitas Muhammad Ibnu Sa‘ud Saudi Arabia cabang Asia Tenggara.

 

Asep mendaftar dan lulus dengan beasiswa penuh belajar bahasa Arab dan ilmu syariah di universitas itu. Asep belajar tekun sehingga lulus kuliah. Setelah lulus, Asep aktif dalam dunia dakwah. Ia pun dikenal masyarakat sebagai salah seorang da‘I yang juga aktif dalam bidang pendidikan dan politik.

Asep yang dulu penjual gorengan itu kini di rumah kita,” pungkas Bu Netty Prasetiyani sambil tersenyum mengakhiri cerita ke anak2nya. “Oh, jadi Asep penjual gorengan itu Bapak, ya?’ Itulah ungkapan yang muncul dari anak2 saat pertama kali mendengar cerita ‘Asep Penjual Gorengan’,” tambah Bu Netty.

Akhir cerita itu membuat saya terpana. Sepertinya, para peserta demikian. Kami tidak menyangka kisah “Asep Penjual Gorengan” itu kisah nyata Gubernur Jawa Barat saat masih kecil, di daerah Sukabumi. Ternyata, Asep itu adalah panggilan Pak Ahmad Heryawan waktu kecil.

 

Saya baru ingat Universitas Muhammad Ibnu Sa‘ud cabang Asia Tenggara itu bernama LIPIA (Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab) yang bertempat di Jakarta dan merupakan kampus tempat Pak Ahmad Heryawan dahulu berkuliah dan menimba ilmu bahasa Arab dan keislaman.

Saya menatap wajah Pak Heryawan yang ikut terharu ingat masa kecilnya. Ada anggukan kecil disertai senyuman seolah membenarkan yang baru dijelaskan istri tercinta. Tiba2, saya seolah tersedot ke masa lalu dan seolah menyaksikan anak SD berjualan gorengan dan kadang berangkat ke sekolah nyeker karena keterbatasannya. Kini, anak itu Gubernur Jabar yang sedang duduk berdekatan dengan saya pula. Subhanallah.

Kisah “Asep Penjual Gorengan” itu menginspirasi. Bukan hanya saya, bagi 1500 peserta yang hadir pun demikian. Dalam lembar evaluasi yang dibagikan panitia di akhir acara, ada seorang yang menyatakan, “Saya terkesan dengan kisah ‘Asep Penjual Gorengan’. Saya akan menceritakannya kembali kepada anak2 saya.” (Hidayat B. Praptono; dari grup WA-78/79)-FR

———

 

Kesempatan tersembunyi

Bila kita tak pernah melakukan kesalahan, ada baiknya kita melihat lagi langkah kita. Jangan2 kita tak mengalah setapak pun. Kesalahan memang tak mengenakkan, namun seorang optimis lebih banyak belajar dari kesalahan daripada dari keberhasilan. Kesalahan menuntun kita mempelajari kembali sesuatu yang terjadi. Bukan cuma itu, kesalahan memimpin kita mengambil tindakan yang lebih baik.

 

Kesalahan adalah kawan baik yang mengatakan secara samar apa yang harus kita kerjakan. Lihatlah kesalahan apa adanya. Jauhkan prasangka, kesedihan dan ratapan bila kesalahan menimpa kita. Karena, dibalik kesalahan tersimpan kesempatan yang tersembunyi.
Colombus melakukan “kesalahan” besar dalam perjalanannya mencari jalur ke India, yaitu menemukan benua Amerika. Bertahun-tahun kemudian, jutaan orang mengikuti “kesalahan” tersebut untuk menuai kemakmuran hidup mereka. Masihkah kita menganggapnya sebagai kesalahan? (http://iphincow.com/2010/01/09/kesempatan-yang-tersembunyi/)-FatchurR

————-

 

Kaos kaki sobek
Al-Kisah seorang kaya raya (Milyader), sakit parah, jelang ajal dikumpulkan anak2 tercintanya. Beliau berwasiat : Anak2ku, jika ayah dipanggil yang Maha Kuasa, ada permintaan ayah ” tolong di pakaikan kaos kaki kesayangan ayah, walau kaos kaki itu robek, ayah ingin pake barang kesayangan semasa bekerja di kantor ayah dan minta kenangan kaos kaki itu dipake bila ayah dikubur nanti..”

Singkat cerita sang Ayah meninggal dunia. Saat mengurus Jenazah dan mengkafani, anak2nya minta ke pak modin memakaikan kaus kaki robek itu sesuai wasiat ayahnya. Akan tetapi pak modin menolaknya : maaf secara syariat hanya 2 lembar kain putih saja yang di perbolehkan dipakaikan kepada mayat.

Terjadi diskusi panas antara anak2 yang ingin memakaikan kaos kaki robek dan pak modin yang ustad dan melarang. Karena tidak ada titik temu dipanggilah penasihat keluarga sekaligus notaris. Beliau menyampaikan : sebelum wafat bapak titip surat wasiat, ayo kita buka, siapa tahu ada petunjuk.
Maka dibukalah surat wasiat alm milyader buat anak2nya yang di titipkan ke Notaris. Ini bunyinya: Anak-anaku, pasti sekarang kalian bingung, karena dilarang memakaikan kaus kaki robek ke mayat ayah. Lihatlah anak2ku, padahal harta ayah banyak, uang berlimpah, beberapa mobil mewah, tanah dan sawah di-mana2, rumah mewah banyak.

 

Tetapi tidak ada artinya ketika ayah sudah mati. Kaus kaki robek saja tidak boleh dibawa mati. Begitu tidak berartinya dunia, kecuali amal ibadah kita, sedekah kita yang ikhlas. Anak2ku inilah yang ingin ayah sampaikan agar kalian tidak tertipu dunia yang sementara. Salam sayang dari Ayah, jadikan lah dunia ini sebagai jalan menuju ALLAH..!! (Sapuwan; dari grup WA-78/79)-FR

————-

 

Pesan indah di bulan desember
Mari Kita Rayakan Kebersamaan. Bulan Desember ini istimewa, Maulid dan Natal hadir bersama. Lantunan azan dan bunyi lonceng gereja berdentang silih berganti, Semoga makin dapat menyejukkan hati manusia. Tak peduli kau mengaku beragama apa, yang penting jalanilah se-baik2nya. Semua agama mengajarkan cinta kepada seluruh insan di dunia

Maulid dan Natal berbeda bahasa, tetapi sejatinya hakikat nya senada. Bukan sekedar kelahiran dalam artian fisik. Tetapi jauh lebih dalam bila cermat ditilik. Maulid dan Natal adalah harapan, Lahirnya sebuah kesadaran. Batin yang gelap menjadi tercerahkan. Jiwa yang gersang menjadi tersuburkan
Mari kita sambut datangnya kebersamaan Maulid dan Natal yang datang beriringan.
Kita perkuat Indonesia dalam ke-bineka-an, Tanpa menarik garis kawan-lawan. Kita terlahir berbeda.
Karena sejatinya tiada orang yang serupa. Meski terlahir kembar dan satu keyakinan. Beda tetap jadi keniscayaan. Namun di awal segala awal. Kita sama berasal dari Yang Maha Kekal. Jangan lagi kita terkotak terpisahkan. Mari kita rayakan dalam keharmonisan. (Bang Soeelist; dari grup WA-78/79)-FR

Tulisan Lainnya :

  • Tidak ditemukan tulisan
Tags

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *




Enter Captcha Here :

Lihat Juga
Close
Back to top button
Close
Close