Kaca cermin yang pecah
Seorang pemuda setelah ikut 3x ujian baru bisa diterima di universitas, karena sibuk dengan usaha dagangnya, pelajaran kuliah telantar, maka dianjurkan mengundurkan diri oleh kampus. Setelah kuliahnya putus di tengah jalan dia curahkan semua tenaganya ke bisnis. Nasibnya selalu kurang beruntung, beberapa tahun telah lewat dia jatuh melarat patah semangat.
Pada suatu hari dia pergi menemui seorang teman menceritakan dukanya, unek2 di hatinya semua dikeluarkan, temannya berdiam terus mendengarkan. Setelah selesai bercerita dia lalu berdiri di depan kaca cermin, memandang rupa wajah diri sendiri yang layu di dalam cermin, dia menggerutu seorang diri: “Mengapa hidupku selalu dalam kehancuran?”
Tiba-tiba temannya yang bertahan diam mengambil sebuah bangku memukul kaca cermin hingga pecah hancur! Dia terkejut dan melongo melihat pecahan kaca cermin yang berhamburan di lantai, dengan rasa bingung menatapi temannya.
Temannya berkata: “Coba lihat di dalam setiap pecahan kaca bukankah terlihat wajahmu yang utuh? Kamu bukan karena kaca cermin pecah lalu juga menjadi hancur bukan!”
Memandang wajah diri sendiri di dalam pecahan kaca yang di atas lantai, dia merasa pukulan bangku temannya menghancurkan konsep yang sudah menjadi pembawaannya, pada saat itu dia tiba-tiba menyadari:
Hidup bagai kaca cermin yang saya hadapi ini, biar pun berantakan, di tiap hari yang redup atau cerah bahagia, Anda selalu utuh. Makna hidup tidak berada pada bentuk hidup yang dipaksakan pada Anda, melainkan di dalam keadaan hidup bagaimanapun, Anda tetap bisa hidup dengan memperlihatkan jati diri yang benar-benar dan utuh.(https://nditzndulz.wordpress.com/2015/08/06/kaca-cermin-yang-pecah/)-FatchurR
———–
Sajian lainnya : Sang ibu menjadi cermin sukses
HOBBY (kegemaran) itu embrio kesuksesan bila dengan penuh tanggung jawab dan serius. Sebab bisnis yang berasal dari suatu kesenangan umumnnya membawa pelakunya jadi enjoy melaksanakannya. Karena itu, pahami dan dalami hobby seperti dibuktikan beberapa pengusaha sukses. Satu di antara ribuan orang ini Tati Hartati, pemilik Rumah Dannis yang memproduksi pakaian muslim.
Berawal dari hobby menjahit dan jiwa usaha yang dia peroleh dari keprihatinan hidup semasa kecil. Hanya dengan modal awal Rp1 juta, kini Tati Hartati memiliki lebih dari 500 agen tersebar di seluruh Indonesia, dengan 1000 karyawan dan omset milyaran rupiah.
Kemandirian ibu kandungnya adalah contoh baginya dan mengajak perempuan asal Surabaya ini menekuni hobbynya dan mengarahkannya menjadi bisnis yang besar. Sewaktu kecil untuk membeli pakaian baru, orang tuanya sangat tidak mampu sehingga untuk bisa memiliki baju baru, sang ibu harus membuatkan sendiri baju untuk Tati dan juga saudara-saudaranya.
Tati pun terbiasa mengenakan pakaian hasil jahitan sang ibu. Begitu pula ketika Hari Raya Lebaran tiba. Ketekunan dan ketelatenan sang ibu inilah yang menjadi ilham bagi Tati untuk memberanikan diri menjahit pakaiannya sendiri saat duduk di kelas empat sekolah dasar (SD).
Sejak itu pula Tati belajar mandiri. Setidaknya, dia tak lagi meminta uang jajan kepada orangtuanya lantaran dia bisa mencari uang sendiri dari jualan pakaian boneka dan tempat pensil. Apalagi hasil keterampilan tangan Tati semakin terkenal di kalangan teman-temannya.
Setelah lulus sekolah kejuruan, Tati masuk ke jenjang lebih tinggi. Tidak tanggung2, dia bisa kuliah di ITB hingga berhasil meraih gelar insinyur kimia. Setelah lulus kuliah, Tati bekerja di kantoran. Maklum, ketika itu sang ayah sudah memasuki masa pensiun dari sebuah BUMN. Tanggung jawab keluarga seolah berpindah ke pundak Tati.
Setelah menikah 1998, suaminya tak mengizinkannya bekerja di kantoran. Larangan ini mendorong kuat bagi Tati berjualan pakaian buatan sendiri. Bermodal Rp1 juta, Tati merintis usahanya. Dia menggambar dan mendesain pakaian, dijahit dan dijadikan pakaian muslim. Itu semua dia lakukan di sela kegiatan mengurus rumah dan anak. Setiap bulan, Tati mampu membikin 50 potong pakaian anak.
Baju anak hasil kreasinya mampu menembus pasar membuat Tati kian semangat. Dia mulai berani pasang merek Dannis pada baju bikinannya. Lantas, tumbuh kepercayaannya untuk mengembangkan usaha. Tati mulai memproduksi pakaian muslim dewasa, mukena, hingga jilbab. Tantangan baru timbul, karena toko-toko pakaian di Surabaya tidak mau menjual produknya.
Pakaian muslim buatan Tati bukan segmen dari toko-toko pakaian itu. Dia lantas berpikir, produk Dannis harus jelas target dan segmentasinya. Kalangan menengah ke atas menjadi sasaran empuk bagi Tati. Untuk bisa membuat model baju dengan mode mutakhir, Tati rajin menonton acara mode di televisi, membuka majalah wanita, hingga jalan-jalan ke berbagai kota.
Kemampuannya berimajinasi soal model membuat busana Dannis selalu segar. Tak heran bisnis Tati terus berkembang. Kini Tati mampu memproduksi 35.000 potong baju lebih dengan omzet lebih dari Rp2 miliar per bulan yang dikelola oleh lebih dari 1.000 orang karyawan dengan melibatkan 500 agen lebih tersebar di kota2 besar. Dia menerapkan konsep kemitraan. (hasyim husein; http://possore.com/2014/02/23/kemandirian-sang-ibu-menjadi-cermin-meraih-sukses/)-FatchurR