Mengenal Smart city
Baru2 ini Kompas dan PGN meluncurkan Indeks Kota Cerdas acuan bagi pemimpin kota mengambil keputusan dalam pelayanan kotanya. Apa Smart City atau kota cerdas itu? Kebanyakan orang beranggapan smart city sebuah tempat yang informasi dan teknologi (IT) mengendalikan semuanya.
Pendapat ini tidak salah, tetapi smart city didefinisikan lebih dari itu, yaitu kota yang cerdas secara ekonomi, lingkungan, pemerintahan, pola hidup, cerdas mobilitas kotanya, dan cerdas masyarakatnya. Konsep smart city ini pertama kali diperkenalkan oleh IBM sebagai smart city wheel.
Belajar dari Copenhagen dan Barcelona Copenhagen salah satu kota di Denmark yang menerapkan konsep kota cerdas. Kota ini disematkan label ‘green city leader’, dengan pengakuan dari indeks kota cerdas Siemens dan European Green Capital pada 2014, karena jumlah karbondioksida terendah di dunia (kurang dari dua ton/kapita).
Predikat ini tidak muncul dengan sendirinya, melainkan melalui usaha berkelanjutan sejak 1981, dengan program hidup bersepeda. Kota ini bertarget perjalanan ke tempat kerja atau sekolah menggunakan sepeda mencapai 50%. Tahun 2009, target ini tercapai 37%. Hasil yang signifikan, dan tahun 2025 Copenhagen menargetkan kotanya netral karbon.
Copenhagen juga menerapkan konsep IT terintegrasi, melakukan kolaborasi dengan MIT membuat The Copenhage Wheel, sepeda hybrid yang bersensor untuk mengukur polusi, kemacetan lalin, dan kondisi jalanan real time. Kota lainnya yang juga telah memanfaatkan konsep smart city adalah Barcelona.
Kota ini aktif dalam menginisiasi dan mendukung pergerakan smart city agar mendunia. Salah satu upaya yang telah ditempuh, yaitu menggelar Smart Cities Expo World Congress, sebuah event yang mempertemukan berbagai stakeholder dari smart city.
Tidak hanya itu, di Copenhagen, kota ini memulai progam e-mobility, dengan proyek bike-sharing yang memiliki lebih dari 6000 sepeda, yang dipasang sensor untuk mengukur tingkat derau, kontaminasi udara, kemacetan lalu lintas, dll.
Selain itu, kota ini juga telah mendesain konsep ‘The Barcelona Smart City’ secara apik dengan membuat 7 aspek strategi smart city (1.smart lighting; 2.smart energy; 3.smart water; 4.distric heating and cooling; 5.smart transportation; 6.zero emissions mobility; 7.open government).
Bagaimana Dengan Indonesia? Indonesia telah memiliki ancang2 terhadap konsep smart city melalui pembuatan Indeks Kota Cerdas Indonesia 2015 dari Kompas, bekerja sama dengan ITB. Indeks ini muncul sebagai indikator menilai kota2 yang berhasil menerapkan konsep kota cerdas.
Untuk menjawab masalah perkotaan serta mendorong daerah lain menerapkan konsep kota cerdas untuk meningkatkan kualitas hidup warganya (Kompas, 24 Maret 2015). Namun disayangkan Indonesia belum memiliki rencana strategis berkesinambungan dan terintegrasi untuk mewujudkan kota cerdas.
Padahal penerapan smart city butuh waktu yang tidak sebentar. Semakin meningkatnya jumlah penduduk dan kemajuan teknologi, smart city dibutuhkan untuk menciptakan ruangan hijau yang lebih baik, akses komunikasi yang lebih cepat, dan transportasi yang hemat energi.
Namun demikian, pendirian kota cerdas di Bandung yang dimulai akhir tahun lalu menjadi angin segar tersendiri bagi perwujudan konsep Smart City di Indonesia. Pada November 2014, Walikota Bandung Ridwan Kamil membentuk Dewan Bandung Kota Cerdas.
Bandung Smart City merupakan konsep kota cerdas berbasis teknologi yang diintegrasikan pada pelayanan publik. Penerapannya layanan akses internet di taman2 kota, yang akan disusul juga dengan pembuatan layanan akses internet di tempat ibadah.
Selain itu, Ridwan Kamil juga akan mencanangkan kartu pintar yang dapat digunakan bayar tarif transportasi umum. Kartu pintar seperti ini sudah diterapkan di Korea sejak 2004 melalui T-Money, sebuah kartu transportasi untuk melakukan pembayaran naik bus, subway, kereta, dan taksi.
Kabar baik lain datang dari Jakarta. Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama berrencana menjadikan Jakarta sebagai kota cerdas dengan konsep high-resolution ¬building yang dipasang fiber optic. Walau masih sebatas rencana, konsep high-resolution building ini awal yang baik melakukan langkah strategis selanjutnya.
Mulai dari Hal Kecil, Mulai dari Sekarang Walau dokumen Indonesia belum memiliki arah jelas untuk mewujudkan konsep smart city, telah ada langkah2 kecil yang dilakukan pemerintah menuju kesana dan sudah sepatutnya kita diapresiasi.
Pertama, restrukturisasi di bidang transportasi dengan program Molina (mobil listrik nasional). Proyek ini kerjasama pemerintah dengan 5 PT (ITB, ITS, UGM, UI, UNS). Program senilai 20 miliar ini ditargetkan selesai tahun 2018. Mobil itu bisa dipasarkan secara luas di Indonesia.
Saya mahasiswa teknik elektro merasakan ITB sedang fokus kearah sana. Beberapa topik tentang Molina ini dimasukkan ke daftar topik tugas akhir mahasiswa elektro, seperti Anti Breaking System (ABS), Lidar, dll. Hasil riset pemerintah dan PT diharapkan bermanfaat dan berjalan sesuai target yang ditetapkan.
Kedua, pembuatan green building. Green building merupakan bangunan ramah lingkungan yang memiliki konsep hemat air dan energi, serta integrasi IT dengan kelistrikan. Pembuatan gedung seperti ini memiliki beberapa manfaat, antara lain
1)-biaya kontruksi yang rendah, 2) meningkatkan produktivitas, 3) memiliki nilai pasar yang tinggi, 4) penghuninya sehat, 5) permintaan listrik yang lebih rendah di green building, dan 6) meningkatkan kualitas hidup.
Namun, sayangnya Indonesia baru memiliki 3 gedung yang telah tersertifikasi oleh Green Building Council Indonesia (GBCI), yatu Menara BCA di Jakarta, Gedung Kantor Manajemen Pusat di Subang, dan Gedung Sampoerna Strategic Square di Jakarta.
Pembangunan2 di atas merupakan langkah awal yang baik. Namun, pemerintah Indonesia tetap harus mengembangkan suatu konsep Smart City terintegrasi, tidak hanya di Bandung, yang dapat juga diterapkan ke kota-kota lain di Indonesia.
Pemerintah perlu mengembangkan cetak biru yang jelas dan terstruktur arah pembangunan kota cerdas. Apakah Indonesia akan memulai dengan fokus restrukturisasi di bidang IT seperti halnya Korea yang berhasil menciptakan akses internet negaranya tercepat di dunia (23 Mbps).
Fokus di bidang lingkungan, seperti halnya Copenhagen, ataukah di bidang transportasi dan green building. Yang jelas, perlu ada rencana yang terstruktur, perhatian sejak kini, mulai dari sekarang. (Putri Nhirun; http://www.kompasiana.com/putri.nhirun/smart-city-mengenal-lebih-dekat-memulai-dari-sekarang_55546654b67e615a14ba54ad)-FatchurR