Pengalaman Anggota

Scrambled egg Yana

Hari masih gelap, masih jam 06:00 pagi, tapi perut saya sudah lapar. Lobby hotel masih sepi. Mungkin karena saya biasa sarapan lebih dini. Sesungguhnya, bila saya melangkah sedikit keluar, di sudut jalan Veteran atau jalan Sumatra pasti sudah ada penjual bubur ayam atau nasi kuning. Tapi sayang juga, Hotel Rumah Tawa sudah menyediakan sarapan.

Lewat setengah jam, saya ke lobby lagi. Sudah ada seorang pemuda, berkulit putih bersih dengan ikat kepala batik. Saya kemudian bertanya,

“Ruang Sarapannya di mana mas?”, saya menyapanya
“Di sini pak”, sambil ujung jempolnya menunjuk meja kayu tebal di lobi.
“Atau Bapak ingin di kamar?”, ia menawarkan.
“Di kamar saja ya mas?”, pinta saya. “Apa menunya pagi ini?”, tanya saya lagi.
“Scramble pak”, jawabnya.

Wah, telur orak arik, masakan telur yang paling tidak saya sukai. Saya pesimis. Paling-paling setelah sarapan saya nanti keluar lagi, cari bubur ayam. Saya balik lagi ke kamar, menyiapkan meja yang berserakan dengan computer, kabel dan berkas. Pintu kamar sengaja saya buka sedikit.

Tak lama, pemuda itu, yang kemudian saya kenal Yana namanya, membawa baki sarapan. Sarapan di letakan di meja yang sudah bersih. Saya geleng kepala. Telur orak-arik yang menyedihkan. Sepotong roti berlapis bakar, perut saya akan berontak, tetap menuntut nasi. Dan satu lagi, makanan yang paling saya benci, sosis goreng. Sosis segera saya bungkus kertas, agar tidak mengganggu selera makan saya yang sudah sangat menurun.

Syukurlah ada bagian telur yang saya sukai, yakni irisan buncis, butiran jagung manis dan irisan kecil wortel. Itulah yang sedikit menghibur. Saya cuplik sayur-sayur itu dengan garpu dan saya suap butir demi butir. Tentu saja berikut telurnya. Kok enak ya? Tak terasa habis tuntas. Giliran roti saya iris sedikit demi sedikit…. Hmmm not bad.Licin tandas. Saya penasaran, buka kembali sosis, kulitnya mengelupas kering renyah karena diiris membujur. Saya cium, tidak ada bau daging. Tapi tetap saya sisihkan. Takut saya nanti muntah, setelah makan scrambled egg yang lumayan enak.

Diluar, saya bertemu pak Syahril yang juga sedang menghabiskan sarapan. Yana melintas dan saya tegur,
“Siapa yang masak sarapan, Mas?”, Ia melonjak, terkejut.
“Mengapa pak?”, Tampak sekali ia takut, sepagi ini akan mendapatkan complaint.
“Enak scramblenya”, jawab saya.

Ia sangat lega dan pembicaraan mengenai memasak berlangsung dengan sangat intens. Ia dengan cermat menerangkan cara memasaknya, bagaimana menyiapkan butiran sayurnya. Kapan butter di bubuhkan pada tumis dan telurnya, apa bumbunya. Bahkan ia mengambil bahan irisan sayur dari kulkas dan menunjukannya kepada saya. Ia sangat senang saya begitu antusias mendengarkan celotehnya.

“Sesungguhnya, tadinya saya mengharapkan bubur ayam atau nasi goreng mas”, tutur saya.
“Lho, kalau Bapak tadi minta nasi goreng saya masakan. Juga tetap 500 sampai 700 kalori”, jawabnya.

Ternyata ia paham juga ilmu gizi, jumlah kalori, kandungan lemak jenuh, kolesterol, yang sama sekali diluar perhitungan dan kompetensi saya dalam masak. Ia menguasai teknik memasak nasi goreng oriental dan nasi goreng kampung. Ia paham, selain bumbu, juga berapa lama dan kapan saat yang tepat mencampurkan bumbu, butter atau margarine, kandungan Omega 7 dan lainnya.

Selama di Rumah Tawa, saya menikmati sesi kursus masak ke Yana sampai tiga kali, pagi setelah sarapan, kemudian saat menunggu pak Pan Supandi dan sore saat menunggu pak Tjahjanto menjemput. Banyak sekali saya mendapatkan rahasia dapur. Bagaimana memasak ikan segar. Cara melembutkan daging cumi yang liat. Teknik membuat steam yang lezat dan bergizi. Berapa lama maksimum memasak sea-food atau sayur hijau. Wah… itu bonus. Sampaikan terima kasih saya, pak Pan… (Sadhono Hadi; dari grup FB-ILP)-FR

Tulisan Lainnya :

  • Tidak ditemukan tulisan
Tags

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *




Enter Captcha Here :

Lihat Juga
Close
Back to top button
Close
Close